118 Ya! Selama ini apa yang sudah dilakukan If untuk Samantha Impossible Dream? Dia manager, sekaligus road manager. Dia yang mengatur semua jadwal kami. Dia yang mengatur mmh... proses meiosis sperma gue karena gue harus melayani banyak cewek, kan. Kalau rock star itu adalah resikonya diantri oleh cewek-cewek. Setiap kali kami tour di setiap kota, itu cewe-cewe ngantri. Dia yang mengatur proses meiosis itu, biar gue tetap sehat. Dia ngasih gue suplai susu, suplai toge. Suplai untuk kesuburan-kesuburan sperma. Dia juga kadang-kadang ngasih gue viagra meskipun gue jarang meminumnya. Karena mereka memang harus dilayani. Karena mereka adalah simbol mmh... salah satu kesuksesan band ini. Ya... kalau tidak begitu, tidak rock star namanya. Harus dilayani, karena sex buat gue itu sakral. Jadi gue berpikir bahwa buat mereka juga sakral. Bahwa bercinta dengan gue berarti mereka mewujudkan impiannya. Gue nggak akan meng-cut impian seseorang. Kalau mereka mengantri gue untuk making love yaa... gue jabanin. Jadinya setiap habis konser gue akan tidur berjam-jam, gara-gara semalaman gue harus melayani banyak wanita. Semalaman gue harus konak, gitu! Begitulah... Dan bagaimana dengan malam ini ? Malam ini mereka sedang ngantri di hotel kayaknya. Tapi mmh... malem ini gue punya prosesi sendiri, yang tidak bisa diganggu oleh siapapun. Bahkan Karna sekali pun. Bahkan If sekalipun. Mmh... gue harus melakukan ini, karena udah gue rencanain dari umur gue 20. Gue mau menyangkal klub 27. Banyak rock star yang mati di umur 27. Bahkan bunuh diri di umur 27. Gue pikir umur yang tepat untuk mati itu umur 25. Alasannya? Karena itu umur yang tepat untuk menikah buat cowok. Cowok itu menikah pasnya di umur 25. Muhammad menikah di umur 25. Di Indonesia juga disarankan lelaki itu menikah di umur 25 dan wanita di umur 20. Pernikahan buat gue adalah sebuah kematian, dan ya... umur 25 itu paling cocok. Pada saat kita lagi tampan-tampannya. Mati muda, maka mayat lo bakal tampan, ya kan??? Apakah If dan Karna mengetahui rencana anda malam ini? Entahlah, mungkin mereka tau. Anda tidak mengatakannya pada mereka? Tidak pernah secara verbal. Anda mungkin yang pertama tau secara verbal. Kalau gitu, saya menerima konsekuensi besar ya... Dan gue yakin Tuhan juga meridhoinya. Karena satu-satunya alasan gue mati karena gue rindu 119 bercumbu dengan Tuhan. Selama ini gue hanya membayangkan. Gua sedang... setiap kali gue sedang bercinta dengan wanita, gue sedang bercinta dengan Tuhan. Siapapun wanita itu. Dan gue ingin bercumbu secara real dengan Tuhan. Tidak hanya dengan imajinasi gue. Gue selama ini membayangkan wajah Tuhan horni. Selama ini membayangkan Tuhan sedang bermasturbasi. Tapi mungkin, malam ini adalah saatnya gue bercinta benar-benar dengan Tuhan, secara real. Secara non fiksi. Bagaimana anda mengakhiri hidup anda malam ini? Ada banyak cara. Anda akan tahu caranya dari hasil rekaman gue bunuh diri nanti. Gue akan merekamnya. OK. Gue akan merekamnya. Mendokumentasikannya. Anda bilang banyak cara, tapi mungkin anda hanya melakukan satu cara saja kan, atau secara sekaligus kah? Setelah gue menimbang dari berbagai cara bunuh diri itu ada 4, yang menurut gue bagus. Over dose, meng-cut aliran darah, menenggelamkan diri, sama membakar diri. Entah mana yang akan gue pilih dari keempat itu. Itu akan terjadi di detik-detik terakhir sebelum gue meninggal. Mmh... anda kenapa mengkategorikannya menjadi 4? Dari sekian banyak metode bunuh diri. Rekomendasinya memang untuk beberapa... untuk dari yang ke-4 ini sedikit, tapi gue merasa ini yang paling asik, gitu! Yang lain, misalnya gantung diri, gue nggak mau mayat gue terlihat jelek. Karena pasti ngelel, kan! Loncat dari gedung tinggi, gue pasti berantakan tampangnya. Tapi kalau meng-cut nadi gue masih tampan, over dosis gue masih tetep tampan. Membakar diri, gue tidak terlihat sedikit pun. Karena gue udah jadi abu mmh... menenggelamkan diri gue masih tetap tampan ... itu saja. Tampan dan menggembung loh... Menenggelamkan di dalam ember itu tidak akan menggembung. Hanya kalau misalnya kepalanya aja. Tempatnya? Apakah anda sudah merencanakan, kamar hotelkah? Kamar gue. Anda tinggal di mana? Ada, di sebuah tempat. Di suatu tempat? Bisa diceritakan? Kamar gue... karena menurut gue, kamar adalah tempat bersuci. Tempat gue onani. Tempat gue 120 beribadah. Memuja Tuhan. Memuja semua orang yang gue percayai. Orang-orang besar, semisal Musa, Isa, Muhammad , Nietzsche, Warhol, Morrison, atau semua orang-orang itu. Gatolotjo, Don Quixote. Anda pernah mengajak teman-teman anda ke kamar anda? Tidak pernah. Jadi nggak ada yang tau sama sekali kamar anda ada dimana? Tidak ada, termasuk If juga tidak tau. Karna pun tidak tau kamar gue dimana. Sekarang anda ceritakan tentang album anda dong... Labyrinth of Dream (feat. Borges;-) Labyrinth of dream #1 (feat. Borges;-). Jadi itu kumpulan cerita-cerita Borges yang dikumpulkan oleh Hasif Amini. Gue membaca kumpulan-kumpulan ceritanya, judulnya Labirin Impian. Bukunya Borges sendiri judulnya Labyrinth, itu lebih banyak ceritanya ketimbang yang dikumpulkan oleh Hasif Amini. Hasif Amini menerjemahkannya, jadi ini udah jadi karyanya 2 orang. Karyanya Borges dan karyanya Hasif Amini. Karena Hasif Amini begitu bagus menerjemahkannya dan setelah gue membaca itu, gue juga jadi tersesat dalam labirin impian gue sendiri. Dan setiap kali gue tersesat dalam salah satu labirin, ini labirin yang pertama kan, munculah satu lagu. Akhirnya, ya ini, featuring Borges, memang karena setiap cerita di buku itu mengantarkan lagu gue. Bagusnya sih lagu-lagu gue didengarkan pada saat membaca karya-karya Borges. Apa ada kesamaan antara isi dari buku itu dengan pengalaman hidup anda yang melatarbelakangi karya anda? Ya! Dia influence terbesar gue. Borges, dia seorang penulis sastra fantasi. Talent-nya dia itu tidak dimiliki siapapun. Dia seorang penulis Argentina yang keren, yang sangat literer. Yang umur belasan tahun sudah diwarisi perpustakaan besar oleh kakeknya. Kebanyakan Buku-buku kuno. Ada yang berbahasa Arab, berbahasa Latin, berbahasa Ibrani dan ia membuat karyakarya, cerpen-cerpen berdasarkan literatur yang dia baca. Itu keren banget. Anda mau bercinta dengan gue malem ini? Kita bicarakan nanti ya... sebelum anda meninggal. OK! Terus...? Kalau ada Labyrinth of Dream #1, maka seharusnya ada second, third? Hehehe... Bagaimana nasibnya.. Satu bisa jadi adalah terakhir, the one itu the last biasanya. Neo-one itu orang terakhir, dia adalah Ubermensch dalam Matrix, dialah super human menurut Nietzsche. Neo-the one- gue, 121 gue adalah Ubermensch, gue adalah manusia terakhir. Setelah gue meninggal tidak ada lagi manusia di bumi. Kalau tidak ada lagi manusia di bumi berarti saya, If or... Semuanya mati! Semua yang ada di sini? Kematian gue adalah kiamat buat semua orang. Apa dasar anda mengatakan itu? Setelah gue mati apa yang gue tau? Tidak ada! Ya gue klaim aja. Tidak ada yang gue tahu setelah gue mati. Setiap orang juga tidak tahu apa yang akan terjadi setelah dia mati. Gue percaya setelah gue mati, bumi ini hancur, dan gue akan tinggal di dunia lain, entah disalah satu planet di bintang mana. Memang anda mendeskripsikan kematian seperti apa sih? Kematian itu bukan hal besar buat gue, cuma mungkin bisa mengantarkan gue ke dimensi lain mmh... sebelum ini juga gue pernah hidup di dunia-dunia yang lain. Hidup, lalu gue reinkarnasi lagi di sini, transformasi menjadi bentuk manusia lagi. Setelah mati gue akan reinkarnasi di mana, dalam bentuk apa. Transformasi ke bentuk apa, kan gue nggak tau. Cuma gue tidak tau apa yang terjadi di dunia sebelum gue lahir di dunia ini. Di dunia sebelum ini gue hidup seperti apa. Ingatan gue tidak begitu bagus untuk itu. Tapi mungkin dengan dejavudejavu, gue menjadi tau. Karena gue juga entah ribuan kali mungkin bereinkarnasi, bertransformasi. Gue kan tidak tau, tapi mungkin di dunia yang akan datang nanti, yang akan gue masuki mmh... gue akan mengingat apa yang terjadi di dunia gue sekarang. Ok. Mmh... saya ingin tau... Karena gue saat ini udah mencapai pada titik kesadaran tertinggi lebih dari sekedar Ma’rifat. Everything is Infrasonic itu bercerita tentang apa? Many Things Are Ultrasonic. Ultrasonik itu berarti di atas 20.000 Hertz, tidak bisa didengar oleh manusia, hanya bisa di dengar oleh jangkrik kalau tidak salah mmh... ultrasonik, banyak hal yang sebenarnya tidak bisa didengar oleh manusia. Apa yang kita dengar ini cuma fiksi? Sound effect apa saja yang anda gunakan dalam bermusik? Gue menggunakan gelombang MW yang tidak ada siaran. Karena kalau itu diputar terus, kalau anda mendengarkan gelombang AM. Kalau lo mendengarkan gelombang AM terus menerus tanpa henti, yang tidak ada siaran itu. Lo akan masuk ke dunia lain, dunia ultrasonik itu. Ke suara-suara yang tidak pernah kau dengar, dan sinyal-sinyal aneh di sana yang... tapi pada titik akhir, lu bisa menerjemahkannya. Itu sound effect yang pertama. Kedua, gue menggunakan 122 loop dari Fruity loop. Itu program musik yang paling sederhana di komputer tapi gue senang menggunakannya. Fruity Loop, dan gue edit lagi di cool edit pro. Fruity loop yang gue pake, fruity loop 3. Cool edit pro, terus gitar yang Karna pake itu gitar Fender. Dia memakai efekefek gitar yang entahlah, cuma dia yang ngerti. Karena gue tidak begitu mengerti tentang gitar. Ada suara-suara biola, grand piano, dan gitar akustik. Gitar akustik itu di pake oleh Ervi, sekaligus dia menjadi backing vocal. Dia memakai mic yang pake efek vokal juga, yang hasilnya seperti yang anda dengar tadi. Dan entahlah, kenapa jadi ada orang yang bunuh diri karena itu, mungkin bahwa mereka semua sudah tahu bahwa semuanya ultrsonik. Setelah dia mendengar hal-hal yang ultrasonik itu, justru dia jadi tau apa yang harus dia lakukan terhadap dirinya, gitu! Karena yang gue liat tadi juga mereka bunuh dirinya pake pisau dan langsung ditusukkan ke jantung. Harakiri! Tapi keren, gue menikmati keindahan itu tadi. Satu persatu roboh. Entahlah! Mereka sudah menyiapkannya. Kenapa mereka bawa pisau. Cuma apa yang gue rasakan adalah gue ngiri sama mereka, gitu! Gue ngiri sama mereka dan gue juga akan secepatnya menyusul mereka. Karena mungkin mereka sekarang udah entah dimana, udah dilahirkan lagi di mana. Seharusnya nggak perlu iri karena toh akhirnya anda akan melakukan bunuh diri juga. Ya, sekarang gue iri berarti ya.... Lalu lirik dalam lagu itu apa saja yang anda katakan? Apa saja yang anda ceritakan? Liriknya memakai bahasa lidah. Bahasa yang mungkin tidak akan bisa diterjemahkan oleh manusia, tapi bisa diterjemahkan oleh beberapa manusia. Yang akhirnya bunuh diri? Ya! Gue memakai bahasa lidah yang diambil dari konsep trance-nya orang-orang Kristen. Mmh... dan itu hanya gue yang ngerti. Interpretatif ya liriknya, mungkin dalam istilah siapa itu, namanya bahasa Malakut. Dalam istilah beberapa orang, bahasa jangjawokan. Tapi itu memang trance liriknya, dan setiap kali gue di panggung, pasti berbeda. Dan apa yang ada di album juga berbeda. Berapa orang yang sudah meninggal? Apa anda tahu? Oh, gue belum tau tadi. Gue hanya melihat mereka berjatuhan dan bergelimpangan darah. Itu keren sekali, gitu! Itu pemandangan terindah yang pernah gue liat. Efek seperti itu yang tidak pernah gue harapkan, tapi pernah jadi satu mimpi gue, gitu! Samantha pasti senang melihat itu. Bisa jadi itu adalah mimpi-mimpinya Samantha. Samantha itu diperkosa Joey setiap hari tanpa bisa membantah dulu. Ya, vaginanya dia second buat gue. Bekas Joey ya. Tapi pada saat dia menjadi milik gue, gue memperlakukannya layaknya wanita. 123 Apa Joey meninggal ? Entah, Joey meninggal tidak diketahui kenapa. Mungkin dibunuh Samantha, gue nggak tau. Gua bayangin memang dibunuh Samantha, kali! Setelah Samantha dirasuki roh If, hahaha... Samantha akhirnya protes, tapi yang gue tau, Samantha sangat rindu dengan Joey, setelah Joey mati. Bahasa yang digunakan untuk itu adalah melecutkan vaginanya di atas pusara Joey. Itu menurut gue, Samantha pernah ngomong kaya gitu. Karena gue juga masih Joey dalam khayalan Samantha. Kekasihnya Samantha adalah Joey, meskipun sekarang dia sudah menikah dengan Cerio. Mungkin menikah atau sudah berkenalan, gue nggak tau. Udah lama nggak ketemu Cerio. Entah sudah di mana. Samantha juga sudah hilang. Entah kapan. Sudah pecah. Lalu bagaimana kalau tentang If? If...-If sudah lama nggak gue temui. Saat tadi gue manggung, If sudah tidak ada sebenarnya. Terakhir gue ketemu itu kapan ya, gue lupa. Mmh... kita manggung disini tanpa If sebenarnya. Lalu siapa yang mengurus perempuan yang mengantri anda di hotel? Entah! Mungkin If sedang di sana sekarang, gue nggak tau. Sudah berapa kali konser? Gue melakukan tur tahun lalu untuk album ketiga. Ini sebenarnya bukan konser tur ya, karena ini hanya memperingati ulang tahun, jadi gue membawakan semua lagu yang di tiga album itu. Tapi tidak ada yang memberikan efek sedasyat ... Semua album itu sebenarnya Labirynth of Dream #1 (feat. Borges;). Tiga album ini yang udah gue keluarin dari taun... Dengan lagu-lagu yang berbeda? Lagu-lagu yang berbeda. Tapi belum pernah ada kejadian seperti malam ini ya? Ini malam terindah buat gue. Ok, kenapa anda bikin judul album yang sama? Karena ini bentuknya trilogi. Masih berkaitan antara satu album dengan album yang lain pada akhirnya. Mmh... lagu Many Things Are Ultrasonic itu single pertama kami, di album pertama dan banyak yang lain. Ya, salah satunya Keranda Mimpi, gue suka. Keranda mimpi - lagu tentang seorang anak jalanan. Baru berumur 1 minggu, meninggal. Tapi 3 hari setelah dia lahir, ngobrol sama gue dan ada obrolan yang sangat intim disana. Tiga hari kemudian dia mati. Mati karena apa itu? Ya, baru tiga hari, dia sudah dibawa ke jalan sama ibunya. Dibawa ngemis, ceritanya sangat gue dengar, begitu! Ya, memang seharusnya mungkin, selayaknya dia mati daripada hidup di 124 dunia yang sudah absurd gini. Dia juga bilang seperti itu. Dunia ini terlalu absurd buat gue, akhirnya dia meninggal dan sempet menghantui gue selama beberapa bulan. Akhirnya gue buat lagu itu, Keranda Mimpi. Anda benar-benar akan mengakhiri hidup anda malam ini? YA! Apakah anda tidak pernah berpikir untuk menikah terlebih dahulu dan mempunyai keturunan? Menikah?! Atau tidak perlu menikah, apapun itu, yang jelas mungkin, pernahkah anda berpikir untuk punya anak? Mmh... gue ingin punya anak dari If tentu saja. Ah.. tapi mungkin belum saatnya. Entahlah mungkin If sedang mengandung sekarang dari gue. Gue nggak tau. Terakhir kami bercinta gue mengeluarkannya di dalam. Mmh... mungkin dia telat bulan ini, ya gue nggak tau. Cuma yang pasti gue tidak percaya dengan sistem pernikahan yang ada di sini. Sistem pernikahan siapapun. Gue pikir pada saat dulu para nabi menikah, mereka kan berarti menikah dalam sistem yang baru. Sistem yang melanggar sistem yang udah ada pada saat itu. Misalnya sekarang sistem pernikahan di sini sistem pernikahannya Islam. Gue sudah tidak percaya dengan sistem pernikahan itu. Sudah terlalu terkotori dengan berbagai kepentingan. Masa ada.. Islam itu melarang orang yang sedang hamil menikah, banyak orang yang kecelakaan, hamil, lalu menikah. Kan, harusnya tidak boleh. Orang-orang itu yang membolehkan dan akhirnya terkotori. Harusnya setiap orang, sebelum menikah itu di cek dulu, dia sedang mengandung atau tidak. Kan ada, diteliti dulu ama dokter, kalau sedang mengandung, ya seharusnya tidak boleh dinikahkan. Nunggu dulu sampai lahir. Nunggu 40 hari masa idah, baru setelah itu menikah. Kalau sistemnya sudah terkotori, gue sudah tidak percaya. Akhirnya gue bikin sistem pernikahan gue sendiri. Tapi gue belum melakukan itu dengan If, belum melakukan itu dengan siapa pun baru dengan Samantha. Tapi entahlah, kami sudah bercerai... Dia sudah pecah, balonnya sudah tidak bagus lagi untuk gue pakai. Ya, gue membuangnya sih, sebenarnya. Mungkin dipungut oleh Cerio karena Cerio juga sangat mencintai Samantha. Entahlah .. biarkan, itu sudah begitu adanya, gitu! Saya pikir anda begitu mencintai If dan Samantha mmh.. Ok Samantha sudah.. Gue mencintai seluruh wanita di dunia. Anda, ibu gue, semua orang, karena semua wanita adalah satu wanita. Semua orang adalah satu orang. Aku adalah engkau - kau adalah aku. gue mencintai semua orang. Gue mencintai semua benda. Gue mencintai apapun. Gue mencintai 125 semua hal. Apakah sempat terbersit dalam benak anda atau perasaan, anda bakal meninggalkan dunia ini, kehidupan anda selama ini? Tidakah anda merasa sedih? Menyayangkan semua itu? Kenapa harus sedih. Ini hal yang gue tunggu dari dulu dan gue justru senang. Gue ingin mati dalam keadaan optimis, bahwa bunuh diri optimis. Gue pernah belajar sosiologi, dulu. Ada berbagai macam bunuh diri, bunuh diri altruis, bunuh diri bla bla bla.. ini bunuh diri optimis karena bukan karena kepesimisan justru karena keoptimisan, bahwa gue memang harus bunuh diri. Itu cara mati yang paling indah. Dan anda mau bercumbu dengan Tuhan? YA! Bisakah itu disebut cita-cita.. Tuhan sangat mencintai gue, karena gue sangat mencintai Dia maka Dia pasti sangat mencintai Gue. Bagaimana sih anda berbicara dengan Tuhan? Dengan membaca tanda-tanda. Melihat anda, mendengarkan kata-kata anda. Mendengarkan kata-kata semut. Mendengarkan suara-suara. Melihat orang tertabrak mobil. Melihat apapun. Ini semua ayat-ayat Tuhan yang tidak tertulis, termasuk yang tertulis pun, karya siapapun itu adalah ayat-ayat Tuhan-tertulis. Itu cara gue berkomunikasi dan biasanya, ketika gue bertanya, Dia menghantarkannya lewat cara apapun. Karena buat gue malaikat itu bisa berbentuk apapun. Mereka hanya katalis antara gue dengan Tuhan. Jibril misalnya, Jibril itu menurut gue mmh... katalis untuk wahyu. Katalis untuk misalnya gue sedang bertanya sesuatu kepada Tuhan. Tiba-tiba ada seseorang yang dateng dan menjawab pertanyaan gue. Maka dia adalah Jibril gue saat itu, dia adalah utusan Tuhan. Gue sedang laper tiba-tiba ada orang ngasih makan, orang itu adalah Mikail gue saat itu. Gue lagi jalan tersandung batu, batu itu adalah Isrofil gue. Malaikat bisa berbentuk apapun. Dia hanyalah katalis, robot. Robot-robot Tuhan yang sengaja diciptakan Tuhan untuk menghantarkan bahasa Dia ke manusia. Karena Tuhan sekarang sudah tidak menciptakan mujizat-mujizat. Ya, zaman dulu mungkin masih menciptakan mujizat-mujizat. Sekarang sudah tidak, karena kalau misalnya dibuat, zaman dulu pun ketika mujizat itu datang masih ada yang menyangka bahwa itu sihir. Kalau sekarang dibuat, malah orang jadi tidak percaya mujizat itu. Makanya Dia membuat mujizat itu menjadi selogis mungkin, jadi bisa masuk akal, gitu! Karena kalau tidak masuk akal, malah orang jadi tidak percaya, terlalu aneh buat orang. Buat sebagian orang, itu jadi malah menjauhkan orang 126 terhadap Tuhan, makanya Tuhan menghantarkannya lewat hal-hal yang logis. Membuat malaikat-malaikatNya menjadi logis. Menjadi anda. Menjadi gelas. Menjadi gula. Menjadi batu. Menjadi mobil, ada orang sedang jalan, ditabrak mobil, orang itu mati. Izrail buat orang itu-saat itu. Malaikat yang ada di bumi kan ada 4 : Jibril, Mikail, Isrofil, Izrail. Selebihnya itu diluar bumi. Dua di alam barzah, 4 lagi di akhirat. 2 lagi di... Roqib-Atid, dia yang menulis, itu kan komputernya Tuhan, kamera-kameranya Tuhan, yang merekam kejadian-kejadian di bumi. Roqib dan Atid itu ada di bumi tapi pasif. Dia baru aktif saat kita di sidang di Alam Mahsyar. Anda ada harapan kembali ke dunia ini setelah anda mati? Berbentuk sebagai apa? Terserahlah! Terserah Tuhan, gue mau diantarkan kemana. Sebaiknya sih langsung diantarkan ke kursinya Dia, ke surganya Dia. Bertemu langsung dengan Dia. Kalau dalam film Matrix ketika Neo bertemu dengan arsitek. Haa.. film itu memang film paling keren yang pernah gue tonton meskipun yang bikin orang Yahudi. Sutradaranya gue pikir memang orang-orang dari dunia zion. Mungkin gue hidup dalam dunia matrix. Mungkin... mungkin gua Neo, bisa.. bisa jadi. Yang pasti mmh... pertemuan Neo dengan...- gue hanya mau mengkritik sedikit tentang film itu - pertemuan Neo dengan arsitek itu seharusnya langsung bercinta. Arsitek itu seharusnya jangan laki-laki. Tidak ada gendernya harusnya. Harusnya banci, karena Tuhan itu tidak punya jenis kelamin. Arsitek itu harusnya banci, jangan bapak-bapak yang bijaksana. Karena Tuhan selama ini selalu digambarkan bapak-bapak yang bijaksana. Menurut gua tidak seperti itu, jadi Tuhan itu ngondek, androgin gitu. Karena dia tidak berkelamin, atau bahkan diluar kekuasaan kita Tuhan itu seperti apa. Hanya yang paling tepat untuk menggambarkan Tuhan adalah banci, gendut... seperti semar lah. Hahaha... Semar itu kan masih di... tidak di..., masih diragukan apakah dia laki-laki atau perempuan. Toketnya gede, perutnya gede seperti bapak-bapak, pantatnya juga gede seperti ibu-ibu, gitu kan! Jadi gambaran Tuhan itu seperti Semar, tertawa-tawa mmh... karena semua hal buat Tuhan itu jadi lucu. Tuhan itu sense of humor-nya tinggi dan gue selalu membayangkan Tuhan seperti itu, selalu minum, langsung dari galon air mineral. Minum air mineral yang banyak karena orang tertawa selalu minum. Minum air mineral dari galonnya langsung, selalu lucu. Paling lucu adalah ketika dia horni. Mmh.... Karena tampangnya jadi menggelikan gitu, dan itu membuat gue jadi semakin horni kalau gua lagi onani. Satu-satunya yang paling asik itu onani, memang. Bercinta dengan wanita itu hanya seperti.... ya sudah begitu saja, gitu! Gerhana sex! 127 Tadi anda bilang suka menulis? He-eh. Menulis apa? Mmh... menulis puisi. Essay, apapun, tapi nggak pernah gue terbitin. Kenapa? Sepertinya gue harus mengakhiri pembicaraan ini, karena waktu sudah hampir jam 12. OK... Tapi pertanyaan saya masih banyak nih... Nanti kita lanjutkan saja di dunia lain. Waduh... waduh... Bye... Setidaknya ada yang ingin anda katakan untuk fans anda? Apa pun itu... Apakah gue salah? Apakah gue salah berdoa untuk mati, hanya karena rindu bercumbu dengan Tuhan? Terima kasih. Bye... Salamkan pada Tuhan! yaaa... Chapter Thirteen Pengantar Dari Eva Ifanya Untuk Novel EPISODE IV Keharusan untuk menyimpulkan memang hendaknya saya sadari meski ringkih sekali. Apakah karena saya nilai keskizoprenikan naskah ini belum konsisten? Aneh, apakah skizoprenia harus konsisten? Namanya saja sudah skizoprenia! 128 Saya memang sama sekali tidak bermaksud untuk membohongi pembaca dengan ditulisnya naskah ini karena saya yakin pembaca tidak bodoh. Dalam kata lain saya tidak bermaksud membohongi diri saya sendiri karena terang sekali bahwa naskah ini adalah hasil percakapan Niskala dengan dirinya sendiri, komunikasi intra-personal atau saya tafsirkan dengan dialog singkat dengan Tuhan, komunikasi transendental sebagai sebuah manifestasi jujur untuk menumbuh-kembangkan komunikasi imajiner, seperti percakapan-percakapan Samantha dengan Joey dalam bayangannya. Keberhasilan sebuah komunikasi imajiner tidak bisa diukur secara empirik sebab tidak ada parameternya (hal ini pula yang menyebabkan banyak sekali skripsi di Fakultas Ilmu Komunikasi yang berhubungan dengan wilayah metafisis atau imajiner selalu ditolak). Dan Statistik akan menjadi metode yang sangat bodoh bila dijadikan tolak ukur untuk Komunikasi Imajiner. Komunikasi imajiner bukanlah garis nyata yang bisa kita simbolkan dengan garis atau bidang-bidang bahkan titik sekalipun, tidak seperti misalnya garis khatulistiwa atau tetrahedron atau titik-G (G-Spot). Lantas apa perlunya naskah ini dibaca oleh orang lain, yang dalam hal ini anda sebagai pembaca? Inilah yang saya sebut dengan keberhasilan sebuah komunikasi imajiner secara kualitatif, yaitu ketika berhasil dituliskan menjadi sebuah naskah dan dibaca oleh orang lain diluar imajinasi penulis meski nantinya akan banyak kode-kode pribadi yang hanya dimengerti oleh si penulis sendiri, tapi dalam kasus ini, saya mensahkan siapapun untuk memecahkan kode pribadi itu dengan tafsiran apapun, bahkan yang paling pribadi dan paling subyektif dari pembaca sekalipun, meskipun bahkan akan menjadi semakin absurd. Seperti misalnya saya membaca Kekekalan karya Milan Kundera dalam terjemahan Bahasa Indonesia yang diterjemahkan dari Bahasa Inggris. Sementara Bahasa Inggrisnya pun adalah terjemahan dari Bahasa Perancis yang sebelumnya diterjemahkan dari bahasa aslinya, Cheko. Saya mencerapnya dalam otak saya. Andaikan saya bertemu dengan Kundera dan membicarakan Kekekalan hasil cerapan saya dengannya. Apa yang akan terjadi? Hanya ada dua kemungkinan terbaik tetapi absurd yang akan dikatakan Milan Kundera; Pertama; mungkin Kundera akan berkata sambil takjub: “Hai, dari mana kau dapat ide sehebat itu?” Atau kedua; mungkin Kundera akan berkata seperti ini: “Nah, itulah yang sebenarnya kumaksud! Akhirnya ada juga orang yang mengerti maksudku!” Absurd bukan? Tapi tak 129 masalah, “Harus dibayangkan bahwa sisifus itu bahagia!” Sebetulnya kalau kita bersepakat maka mungkin kita akan mencapai tujuan bersama; yaitu bahwa naskah ini boleh (harus?) dibaca, dan hanya dibaca. Perkembangan selanjutnya terserah anda... Walaupun mungkin akan terjadi pertanyaan terhadap kapabilitas dan kompetensi dia, Niskala, sebagai penulis. Anda boleh meragukan atau bahkan yakin, tentu saja! Tapi apapun, begitulah! Sampai pada titik ini saya belum menemukan kesimpulan akhir. Hanya saja optimisme saya muncul, bahwa nanti dalam prosesnya akan merunut pada kesimpulan akhir. Bisa dari proses diskusi, distribusi atau bisa dari hanya sehelai daun tua basah yang jatuh dari pohon cedar setelah hujan yang begitu deras disertai angin yang begitu dahsyat dan halilintar beserta kilat yang menggelegar-gelegar dan bersahutan. Saya rasa Niskala sudah cukup membuat petanda sebagai konotasi atas sebuah kejadian dan penanda sebagai denotasinya. Sebuah stempel besar bercetakan tulisan “SASTRA” menempel dengan telak di naskah ini. Saya sendiri sangat suka dengan bagian-bagian ketika Niskala menceritakan perasaan-perasaan terdalamnya terhadap saya dengan begitu indah sebab pada pertemuan-pertemuan kami dulu, dia jarang sekali mengutarakan perasaannya dengan begitu detil. Meskipun begitu saya teteap bertahan pada pendapat awal saya; ini semua fiksi! Selamat bermain wahai domba-domba poppy atau sesuci apapun engkau Maria! Bersujudlah dihadapan jasad busuk Warhol (sebagai petanda/signified) dan ucapkan katakata sebagai doa atau kutukan sekalipun (sebagai penanda/signifier)! Catatan Eva Ifanya untuk Chapter Tentang Serpih-Serpih Fiksi Yang Saya Temukan Dalam Laci Kamar Niskala 2 fragmen Serpih-Serpih Fiksi Yang Saya Temukan Dalam Laci Kamar Niskala adalah catatancatatan kecil yang terpisah-pisah dalam kertas-kertas yang berserakan yang saya temukan 130 dalam laci kamar Niskala pada saat saya membereskan arsip-arsipnya. Saya rasa itu lanjutan yang diinginkan Niskala. Ini memang semata-mata hanya tebakan saya saja. Awalnya saya ragu-ragu untuk mencantumkan catatan-catatan yang fragmentik ini tetapi seperti yang diungkapkan di awal tadi bahwa saya membayangkan Niskala lagi sensitif, merasa perlu untuk meneruskan tuturan kisahnya yang menggantung, disamping saya menyayangkan apabila karya Niskala yang tercecer ini tidak dipublikasikan. Saya menyusunnya berdasarkan intuisi saya sendiri dan tentu saja beberapa saya edit. Saya mohon maaf atas ke-kurang ajar-an ini. Saya mencari data tentang Cerio selama beberapa bulan. Di seluruh sudut kota, internet dengan fasilitas search engine-nya, perpustakaan daerah hingga pusat dan dalam arsip-arsip pribadi Niskala. Termasuk pencarian secara mistis, transformatif, semantik dan eksploratif hingga saya tak segan untuk melakukan metode eksploitatif. Hingga akhirnya saya berhasil menemui Cerio langsung di sebuah dunia paralel entah dimana. Tempat itu adalah rumah barunya bersama Samantha. Saat itu adalah saat makan siang. Saya ditawari makan bersama dan kami berdialog tentang naskah Niskala yang tercecer ini. Cerio mengagumi hasil karya ini dan bersedia menulis catatan kecil sebagai pengantar. Samantha pun menyetujuinya. Luar biasa, Cerio dan Samantha hidup bahagia dalam rumah tangganya. Happy ending, ever after. Samantha sedang mengandung dan bekas-bekas boneka di wajahnya sudah semakin tidak terlihat. Setelah melalui proses terapi dan operasi canggih di dunia itu, entah apa namanya, yang luar biasa hebat, katanya. Syukurlah! Setelah saya mencoba merajah seluruh bagian rasa dengan gambar-gambar kesan bersembunyi di balik kepala dan kepalan tangan, saya temukan beberapa ketakutan yang tak sempat saya lihat dengan kejelasan sempurna. Tidakkah itu akan menyebabkan kejengkelan pada jantan di balik selangkangan saya? 131 Chapter Fifteen SkizopreniaEpisodeIV Babak I. Nyanyian Tropis... Tuan demikian aku tak menangis lagi biarlah sebab sembab di mataku masih tersisa tatkala hati jadi mengebiri otak 132 Niskala aku tak mati sebab belum aku menggerogoti matamata jalang Tuan (emosi dan menunjuk langit) aku tak menang takkan sebab waktu terus berlari sedang tidur jadi kehampaan tak bersisa Niskala kelam menjelang kerapuhan kelopak mataku aku buta biarlah biarlah aku meraba-raba dengan tangan dengan tongkat dengan kejahatan pikirku niskala belah, menjadi dua. Niskala I dan Niskala II. Nyanyian Hujan... Niskala I aku terus meluncur, tuan biar engkau terus bersenandung gembira dan khalayak mengkhayalkan engkau jadi teman tidurnya Niskala II ah... aku menggeliat dalam sekali bunuh diri menjadi sepi kembali aku bercinta dengan diam Niskala I tuan! bukankah cinta adalah diam sebab dengan bergerak cinta akan menjadi buta bahkan pun berputar seperti rumi meski cinta sejati jadi belati tapi aku selalu tak percaya dengan kesejatian Tuan jadi diamlah biarkan aku tertidur tenang dengan mimpi burukku Niskala I tuan! engkau dan khayalmu adalah mimpi bagiku jadi berjalanlah aku dengan kecepatan tak terkirakan menemukan engkau sedang tertidur Niskala II ih... siang semakin lebat dengan hujannya 133 matahari semakin enggan bersinar seperti malam seperti aku yang terduduk kaku menanti berganti-berganti merubah-merubah tapi diam tetap diam meski udara semakin sesak dengan nikotin meski jantung semakin enggan berdetak Tuan aku menyendiri sepi tak berganti biarpun hati tetap dengan gigi geriginya seperti permadani yang melayang menimpakan tubuhnya di atas angin Niskala II aku tetap diam tak bergerak bahkan oleh teriak-teriak dosa menghina aku bukan manusia jadah pikirku tapi entah manusia teriak itu terus mengelus pandangan bencinya untuk lututku yang hampir goyah Tuan uh... suara mobil terlalu bising mesin-mesinpun berteriak hina padaku aku malu pada mama pada papa Niskala I tuan! bolehkah aku memanggilmu seperti itu sebab kerinduan semakin mencengkeram urat-urat kehidupanku Niskala II aku digerakan oleh tidaktahutidaktahutidaktahu entahentahentah itu mengiringi upacara kematianku Niskala I anakanak itu seperti lebam pada wajah tuan bolehkah aku memintakan sebuah keinginan aku tak ingin sebab ingin menjadi iri pada inginingin yang lain sementara ada satu bising berteriak akulah keraguan padahal ia ungkapkan dengan begitu pasti Niskala II lebam-lebam pada wajahmu semakin tak teratur dan mengatur segala inginmu engkau terpenjara kehinaan, tuan aku semakin rindu padamu Niskala II membelah diri menjadi Niskala III dan IV Nyanyian malam... 134 Niskala III eh... bukankah engkau terus berguling menggulingkan menerawang meracau menghias badanmu dengan lebam-lebam yang terus kau tumbuhkan Niskala IV entah apa yang harus terjadi sungguh aku tak sanggup sedang dunia selalu O bukan o...! Niskala I oh... engkau malah menari meliukan tubuh kasarmu kedalam isapan pasir gurun yang terbentang memenuhi ruang kerjamu Niskala III tidak, tidak... aku tidak ingin berteriak hentikan! gila! aku berteriak aku memang takkan menyusuri khayalmu sementara rumus-rumus menjejal dalam lututmu sedang aku tetap aku tetap waktu tetap kaku tetap batu menjadi dogma-dogma para domba tak berbulu hening dan diam yang panjang Nyanyian sunyi... Niskala III keringkan badan najismu dan terbaringlah engkau, tuan aku menanti jasad kosongmu terbujur kaku merindu di atas pusaramu aku tak mau mati lama-lama biarlah aku hidup kembali membunuh diri mereka yang terayun awan-awan gelap barangkali-barangkali ini hukum ini protes ini proses Tuan dewa...! oh, dewa... aku memujamu aku meminta keabadian padamu seperti abadinya api sucimu padahal aku adalah tanah kembali ke tanah busuk kembali membusuk Niskala I bertualanglah aku dalam dunia samantha yang membujuk aku untuk membunuh diriku aku malang 135 sebab tak satu pisau pun mampu menusuk jantungku, beliak mataku dan kedalaman pikirku Tuan aku jatuh, bangun, jatuh , bangun... melompat, berbaring, menengadah girang Niskala III bintang-bintang mengerang ketika bercinta dengan gelap ha...ha...ha... langit menayangkan film biru tanpa sensor dan babi-babi bertangan meraba-raba payudaranya sendiri Niskala I aku terangsang, tuan aku bemasturbasi dengan olah pikirku muntah Niskala III demam kambing bertopeng kebijaksanaan mengembik seperti jangkrik riuh kemaluan mereka mencuat menyaksikan orgasme para bintang Niskala IV langit menutup layar selesai sudah babak pertama Nyanyian Rantai... Babak II. Narator (VO) babak kedua dimulai dengan munculnya keanggunan seekor kancil dan keagungan sri baginda singa yang mengaum bijak melahap sang kancil Niskala III tepuk tangan riuh dan banjirnya air mata menjebol irigasi sungai-sungai janda Tuan aku tersenyum sinis sekali hih... konyol, pikirku Niskala III baguslah! biar kata memaksaku meluncur seperti 136 papan skate yang menabrak lepasnya beha-beha para perawan suci berkerudung ejekan Niskala I membelah menjadi Karna dan Samantha yang sangat indah Nyanyian Musim Kawin... Karna mari tertunduk, terduduk, tercenung, merenung berdirilah maria atau sesuci apapun engkau bukankah kejujuran menjadi tombak menusuk ketika keikhlasan membunuh menjadi penerang bagi para pendosa yang berdiri dalam kalang tanahnya sendiri Niskala III sedang sebenarnya akupun terus membunuh diriku sendiri meski tak mati-tak mati Tuan aku terus meracau padahal sekeliling menjadi bising dengan bau pesing ocehan busukku gelap! Samantha hai semua, akulah diri yang merindu abadi pada saat ketajaman duri menoreh bagian kemunafikan Niskala IV tuan, aku telah mengatakan pada tuhan aku bosan, tuan aku bosan dengan mengalirnya air yang selalu begitu aku jenuh dengan kosongnya ketinggian langit yang tak mampu kutembus Samantha tuan aku rindu aku rindu Karna tadi pagi aku bercermin menemukan secercah cahaya pada keindahan mata jalangku dan bahkan aku sempat bercinta dengan diriku Tuan aku terangsang aku aku bermasturbasi kembali sebuah pembunuhan diri secara diamdiam Samantha 137 aku terkapar lemas sekali bahagia, maya... Karna kubuka mataku kembali tidak menjerit sebab aku masih tampan Samantha jangan berbohong, sayang sebab aku tahu engkau terpesona padaku tuhan tahu dan mengingatkanku alasan apapun, kasih aku telah menang ha...ha...ha... Karna aku melayang dengan keegoan menyaksikan gerimis-gerimis air mata yang keluar dari ketersisihan manusiamanusia tak biasa aku muak dengan kebiasaan sebab itu bukan kesederhanaan Niskala III berdirilah otak-otak yang berjongkok diatas aturan-aturan fana itu sebab kalian abadi Niskala IV lihatlah dengan dua mata sambil kalian berdiri kokoh Niskala III lihatlah ketajaman kuku-kuku kalian yang menancap menggurita kedalam dada-dada para lebam di wajah mulus sang dara Tuan aku hargai ocehan-ocehan mulut manusia kalian tapi apakah mulut bisa melihat Niskala IV langit semakin mendung dengan rintik air yang semakin melebat air mata tuhan Tuan tuhan, menangiskah engkau atau hanya pipis atau sengaja kencing untuk menyembur kami agar kami sadar dengan keharuman pesingmu Nyanyian Gemuruh... 138 Tuhan (VO) Diiringi Karna, Samantha, dan kedua Niskala yang tersisa ya... aku tahu engkau mendamba kami diam tersadar dari keliru-keliru yang kami buat sendiri tapi, kasih aku rindu dengan rindu aku tak bisa melihat hingga aku tendang apapun yang ada didepanku meski aku sering jatuh tapi aku kembali bangun dan tetap buta dengan terus berharap, matilah! matilah! aku tidak peduli meski siang mengobarkan rambutku meski siang membakar kulit tubuhku aku tetap akan berkata matilah aku! matilah aku! Tuan aku tidak keliru memandang wanita-wanita dengan telunjuk sebab begitulah wanita aku tidak keliru membicara para pembunuh dengan kaki sebab begitulah... Niskala III aku senang menang tenang tapi girang meradang meriang aku riang dengan doa yang terus terucap Niskala IV ini nyata ini nyata aku berpesta dengan kecewa yang dibuatbuat Niskala III asap rokok mengepul bulat pun aku tak peduli Niskala IV kehangatan selimut tuaku pun aku tak peduli Niskala III aku malah berontak ketika aturan menjejaliku dengan penjara keinginan Samantha lihat dekil tubuh mereka basah baju mereka 139 lapar perut mereka rusak hargadiri mereka gosong kulit mereka kita hanya membayarnya dengan logam berkarat! Niskala IV biarlah... sebab akan terus begitu dan aku hanya menyanyi bersenandung riang untuk mereka mereka tersenyum, tuan mereka tersenyum menyaksikanku telanjang memperlihatkan seluruh babad-babad sejarahku sejarah mereka sendiri sejarahmu sejarah para kekasih Tuan aku menari tarian kematian itu lagi Samantha dan tiba-tiba semua berubah berubah jadi tarian tarian kematian itu lagi Tuan sebab semua akan mati kita abadi kita saksi kematian kita… aku! Niskala IV aku tak sanggup melanjutkan ngeri semakin menjadi dan pohon-pohon pun tumbang bahkan tercabut dari akarnya mati? Niskala III bukan mati jadi akhir tapi definisi jadi awal Tuan berkat ridomu aku terkubur malu dan telanjang menunjuk pada keahlian para penipu menunjukan muka lawak mereka Niskala III dan Niskala IV menghilang. Karna dan Samantha menyatu kembali dalam persenggamaan, kembali menjadi Niskala I dalam warna yang lebih terang Nyanyian Senja... Niskala I aku ingin terus berlari meski patah kaki para semut mengingatkanku akan arti kecil oh… 140 aku terpana dia sangat besar dipandang oleh mataku yang binar Tuan lelah aku tidur nyaman lelap sekali Niskala I mimpi buruk jadi sarapan pagi suara pintu membangunkanku itu mimpi sebab mimpi mengetuk pintu mimpi hingga duniaku semakin berlapis menumpuk takrapi-takrapi Ruh niskala II melayang-layang diatas mereka berdua dentingan melodi gitar.... Ruh Niskala II seorang anak kecil lusuh menyerahkan sebuah bungkusan kecil kak, ini kiriman dari neraka Babak III. Niskala I aku tersenyum dengan kantuk yang masih menyerang saraf kubuka ya, tuhan, terima kasih seekor burung lentik lalu menyapaku dengan kicauan merdunya Tuan ini masih mimpi? entahlah mungkin tidak sebab dingin pagi masih terasa menusuk pori Ruh Niskala II kutuai sebuah angin yang menyusup lembut menggidikan lewat ventilasi yang ramah membiarkan hidup laba-laba harimau sang angin memeluk hangat kicau merdu si burung Niskala I oh ya, kelinci, aku cinta kamu, kata tupai begitupun aku, kelinci menjawab Tuan hei, aku berteriak suara dari mana itu isak tangis kodok dikalahkan jeritan jengkerik yang siap disantap ayam-ayam cekatan yang telah bangun sejak mimpiku masih 141 belum kumengerti muncul ruh Niskala III dan Ruh Niskala IV Dentingan Gitar dengan Nyanyian Arwah... Ruh Niskala IV inilah kesegaran menjamu kemampatan yang membelenggu lajur-lajur kemurnian sel-sel syaraf pusat Niskala I aku menggeliat sekali lagi sekali lagi itu nikmat sekali Ruh Niskala III hingga penjaja rokok dan kopi panas menghampiriku ini gratis, tuan disediakan olehku dari tuhan hanya untuk anda Tuan aku tersanjung, tuhan aku memujimu dan kicau burung adalah kuanggap sebagai jawaban darimu detik-detik terus berlari seiring cepatnya kemantapan langkahku aku terus melangkah kutemukan titik darah yang menetes membentuk sebuah jalan memutar sampai kembali pada titik awal itu darahku darah keabadian yang tak sempat kucicipi kenikmatannya Ruh Niskala III ah… sayang sekali, tuan sedang darah sangat mahal mesti kubayar dengan jiwa jiwa yang semakin mengosong hampa Tuan kubakar rambutku satu-satu asap biru membumbung ke atas kejantanan pikirku aku membeliak takjub menyaksikan pertunjukan tuhan Niskala I di atas asap menari seekor lalat yang tak sempat mati menjadi santapan teman-temannya Tuan aku berdiri mengaburkan bayanganku sendiri Ruh Niskala III sudahlah! 142 kau harus siap menghadapi keburukan apapun yang menimpamu Tuan aku siap tentu aku siap meski durjana aku yang selalu terbaring dihentak buaian selimut-selimut sunyi Ruh Niskala IV habislah sudah jantungmu kupelihara seperti benalu menyelimuti dahan dan bulan menatap dengan keringanan jiwanya mengatakan bahwa aku belum mati Niskala I aku tidak terbangun sebab aku tidak tertidur kusaksikan jelas awan mencium bulan merayunya dengan buaian kata-kata berbunga harum sekali Niskala I tertidur selamanya Nyanyian Pagi... Ruh Niskala IV tapi batu tetap batu yang kokoh mengangkang menantang usiaku untuk bertarung aku selau tak siap-tak siap aku lari, penakut! Ruh Niskala IV pengecut itu kembali membawa segerombolan jin menjadi pengawalnya Tuan batu berubah candi aku berlutut menatap tuhan diatas candi berkepala buddha ada candi berkepala syiwa ada candi berkepala isa ada candi berkepala musa ada candi berkepala api ada candi berkepala matahari ada candi berkepala zeus ada candi berkepala muhammad kasih, aku cinta kalian semua (VO) Niskala I hei! aku telah tak menggerakan kakiku lagi sebab siang dan malam telah menjadi musuhku tapi bolehkah aku menjadi kekasihmu? sebab tak ada siang tak ada malam menjadi kekasih aku tak punya kekasih Ruh Niskala II jadi bolehkah sebab aku belum mencintaimu tapi aku akan percayalah, aku akan Ruh Niskala III 143 tuan, aku harus menjadi kekasihnya sebab semua nabi kuikuti Ruh Niskala II aku taat, tuan jadi layaklah aku menjadi kekasihnya meski aku dibilang penghkhianat tapi tuhan tetap satu untukku, tuan Ruh Niskala IV tapi apa boleh buat bila aku harus tersingkir dari dunia yang pernah melahirkanku dan pernah menguburku Tuan aku tabu bagiku aku hina untukku sendiri mungkin ku tak layak mendapatkan tubuh sesempurna ini (VO) Niskala I ini geraian rambut yang mencipta nyawa-nyawa kesederhanaanku percaya akan malam yang selalu bergadang diiring lelapnya bumi, gadis masih gadiskah engkau? tapi aku tak peduli sebab kecantikanmu membuat hatiku berlari belai jiwa kurasa menggetarkan setiap helai bulu di sekujur tubuhku aku terharu membiru masih membekas di lamunanku Ruh Niskala III meski ini nostalgia, tuan aku tetap menghargai keinginanmu untuk menjadi hamba sahayaku tiba-tiba datang Ruh Niskala Nyanyian Cahaya... Ruh Niskala aku tidak membelimu tapi aku menuliskanmu dalam keahlian gerak ballpoint di tanganku (VO) Niskala I tuan, engkau seorang malaikat yang tentu bukan laki-laki bukan pula wanita Semua Ruh Niskala engkaulah kesejatian meski bukan kesempurnaan Tuan engkau telah menjadi sahabatku untuk bersama meloncat ke dalam UTOPIA bersama, bersama-sama 144 145 Chapter Sixteen Sentuhan Halus Sekisah Tujuh Hari Bercumbu Dengan Waktu Tidak akan pernah ada keperluan yang mendesakku seperti ketika dia mengatakan padaku bahwa tidak ada lagi cinta yang pernah terungkapkan kecuali hari ini… Ketika kupandangi sesosok makhluk yang tak terdefinisikan oleh otakku, ada sesuatu yang terlintas dalam pikirannya, kurasa. Entah apa, padahal aku sangat terbiasa dengan hal itu. Betinaku sepertinya mulai banyak tingkah, katanya. Aku tahu. Aku juga sudah terbiasa dengan hal itu. Seperti sebongkah es menyelubungi sekujur hatiku, aku tak punya lagi rasa iba padanya, padahal apa salahnya dia padaku, akupun tak pernah tahu. Tapi hari ini aku merasa harus tidak iba padanya. Sehari itu tak pernah ada hal lain lagi kecuali aku harus mengenyahkan pikiran iba pada waktu. Kuhabiskannyalah, seperti ketika Cupido menghabiskan seluruh anak panahnya untuk Apollo. Aku menghamburkan dengan sia-sia seluruh sisanya tanpa ada lagi yang bermanfaat darinya. Biar dia tahu rasa, padahal apa salahnya dia padaku, akupun tak pernah tahu. Hari Pertama Bercumbu Dengan Waktu: Terdesak! Pada mulanya...(Mereka terdesak untuk menciptakan gelap dan terang.) Mereka harus membuat dikotomi atas segala sesuatu. Merekalah Cahaya, Merekalah Kegelapan. Merekalah batas antara keduanya. Merekalah Chaos. Merekalah Nyx dan Erebos. Merekalah Sumber dari segala Tesis, Antitesis dan Sintesis. Merekalah awal dan akhir dari warna-warna. Merekalah Abuabu. Merekalah Hitam dan Putih. Merekalah gairah-gairah, sensasi, persepsi, ambiguitas, kekesalan, keraguan. Demikian di hari ini gairah atas perbedaan terlahir. Cinta tercipta. Cerio menghisap batang rokok terakhirnya lalu membuang puntungnya ke sebelah ranjang tidurnya. Tidak pernah terpikir oleh Cerio untuk segera membangunkan seluruh tubuhnya pada saat seperti ini. Padahal hari sudah semakin siang. Tapi dia tidak pernah percaya kepada waktu. Baginya waktu tidak pernah ada sebab waktu 146 hanyalah kesepakatan-kesepakatan yang dibuat akibat bumi berotasi dan berevolusi yang menyebabkan adanya siang dan malam. Baginya tidak pernah ada masa lalu-masa kini-masadepan. Masa lalu hanyalah memori-memori. Masa kini hanyalah proses benak. Masa depan hanyalah data-data yang belum di-copy, program-program yang belum di-install. Cerio hanyalah menyalakan kembali sebatang rokok yang dia temukan di bawah bantal tidurnya. Dan lalu dia tertidur kembali. Bermimpi dan selalu bermimpi. Mimpi bagi Cerio hanyalah kegilaan sel-sel otaknya ketika dia tertidur. Mimpimimpi tak berarti pun adalah kegilaan yang terproses secara absurd dibenaknya, perubahan subyek dan setting yang begitu cepat membuat dia selalu melupakan mimpi-mimpi itu. Itulah labirin impiannya. Aku rasa dia tak akan pernah lagi berpikir semaksimal itu bila sebatang rokok telah habis dihisapnya. Seperti pertemuannya dengan Samantha, sebuah sosok yang terwujud begitu naif dalam fantasinya, tidak menjadi dialog cerdas sebab sebatang rokok melahap habis tubuhnya yang seperti telah disuntikan racun-racun percobaan dokter-dokter NAZI. Pagi itu sabda Cerio menggelegar tidak hanya pada Samantha, yang berselingkuh dengan Tuhan, tetapi pada seluruh domba-domba pop yang mengembik pagi itu. Seluruh domba menghentikan embikkannya. “’Apa yang terlihat padaku wahai hewan-hewanku’” kata Cerio, “’Tidakkah aku telah berubah? Tidakkah berkah mendatangiku seperti badai? ‘Bodoh kebahagiaanku ini, dan hal-hal bodoh pula yang diutarakannya: ia masih terlalu muda, maka bersabarlah kepadanya! ‘Kebahagiaan telah melukai aku: semua penderita akan menjadi tabib bagiku! ‘Kepada para sahabatku, sekali lagi, aku boleh turun, juga kepada musuhmusuhku! Zarathustra dapat berkata-kata, memberi lagi dan menunjukan cintanya kepada mereka yang dikasihinya! ‘Cintaku tak sabar hendak meluap lagi aliran-aliran ke segala arah: yang mengalir menuju ke atas dan ke bawah. Jiwaku akan bergegas keluar dari gunung-gunung yang sunyi dan badai-badai penderitaan untuk menuju ke lembah-lembah.’ 147 Demikian sabda Zarathustra.” Cerio mengakhiri sabdanya. Seketika langit menjadi mendung dan seluruh dunia menjadi buta, memberikan penglihatannya kepada Cerio. Pandangan Cerio kini menjadi lebih tajam. Menguasakan sensasi(mata)nya pada semesta dan pula kekekalannya. Seperti ketika Goethe bercinta dengan Bettina. Begitulah hingga akhirnya Cerio menghabiskan segelas kopinya pagi itu. Berangkat kerja. Tak lupa tas kerjanya yang berisi data-data statistik ribuan kepala manusia di negeri ini, yang akan segera hancur dalam pukulan bom kapitalisme; jongos dan vitalisme. Jadilah Pagi dan jadilah Senja, itulah hari pertama. Hari Kedua Bercumbu Dengan Waktu: Retak! Kemudian Mereka pisahkan Langit dengan Bumi dengan tengahtengahnya, Mayapada, Matsyapada, Marcapada. Meretak... Demikian di hari ini gairah atas penciptaan terlahir. Perceraian itu hampir terjadi begitu saja ketika Cerio bangun dari tidurnya. Istrinya, Termina, yang berwajah seperti muntahan tahi anjing dalam video klip Offspring, datang membawa surat-surat cerai dari pengadilan untuk segera ditandatangani oleh Cerio. Seperti kukatakan tadi, entah kenapa aku tidak sedikitpun merasa iba padanya. Cerio, yang berwajah seperti Yusuf ketika dipenjara berahi itu, melemparkan pena istrinya dan mencoba untuk lari kembali ke dalam mimpi-mimpinya. Dengan buas Termina menyerang Cerio yang masih limbung dalam kantuknya. Ah…! Bualan ini terlalu seperti drama murahan, kurasa. Aku harus merubah sikap Cerio saat itu hingga terkesan lebih rasional dan cerdas. Tetapi Cerio selalu hanyut dalam autismenya, yang terkadang mampu melumpuhkan otak kirinya begitu lama. Dan cermin pun pecah terkena lemparan asbak Termina. Cermin pecah 148 memperbanyak wajah Cerio sehingga berpuluh-puluh karakter seperti saat Neo bertemu dengan Sang Arsitek di ruangan berbentuk kubus itu. Saat itulah Cerio menyadari ada begitu banyak wajah di mukanya. Wajah yang mana yang akan dipakai untuk menghadapi serangan-serangan Termina? Saat itu Cerio langsung tahu bahwa Termina harus dilihat dari tiga sudut pandang seperti yang selama ini selalu dicobanya ketika Termina sedang kambuh. Namun tampaknya dalam hal perceraian ini, taktik itu kurang begitu berhasil meski menunjukan perubahan yang cukup lumayan dengan indikasi berkurangnya adrenalin Termina. Termina terduduk di sofa, menenggak segelas anggur yang diambilkan Cerio dalam sebuah gelas kristal berkilaukan pesona Termina di masa-masa mudanya. Hari ini Cerio tidak jadi berangkat kerja. Kantor menghubungi, Cerio mengabaikannya. Termina adalah hal yang lebih penting dari apapun, adalah pikiran yang menguasainya hari ini. Cerio me-reload gelas Termina dengan anggur terus-menerus hingga Termina tertidur di sofa. Setelah itu Cerio kembali ke sudut, merangkul kakinya, menerawang. Jadilah Pagi dan jadilah Senja, itulah hari kedua. Hari Ketiga Bercumbu Dengan Waktu: Berderak! Hari ini bumi menyusut, tanah terpisah dengan air. Tanah berderak memunculkan pohon dan tanaman. Demikian di hari ini gairah atas kehidupan tercipta. Pagi hari Termina terbangun dari mimpi-mimpi indahnya dengan Cerio. Termina mendatangi Cerio kembali dengan surat-surat itu dan harus segera ditanda-tangani Cerio. Tapi Cerio masih mendekam dalam sudut terjauh ingatannya, mencoba mengabaikan Termina seperti hari-hari sebelumnya. Tapi mana bisa! 149 Cerio belum dapat memahami kegelisahan apa yang selalu melanda dirinya pada moment-moment penting seperti ini. Takut kehilangan Termina? Tapi bukankah dia sudah lama merasa kehilangan Termina? Cerio membenamkan kepalanya pada televisi yang berdenyar di depannya. Bersembunyi dalam imajinasi. Mencipta kehidupan baru, sama sekali baru. Berganti-ganti sesuai dengan moodnya. Hingga saatnya waktu makan. Maka Cerio tahu dia harus berhadapan dengan Termina. Dibuatnya makan malam yang begitu romantis dengan hidangan anggur paling tua yang mereka punya. Jadilah Pagi dan jadilah Senja, itulah hari ketiga. Hari Ke-empat Bercumbu Dengan Waktu: Tersedak! Hari ini penanda waktu diciptakan. Segala konsepsi tentang waktu diciptakan. Cahaya dan Kegelepan dan diantaranya, menyublim, mencair, membeku, menguap, meleleh, berubah warna menjadi apapun yang disukai Mereka, menjadi ruh-ruh yang memenuhi semesta. Ruh-ruh yang terpenjara oleh waktu, terbatasi masa, tidak seperti Mereka yang belum terdefinisikan. Demikian di hari ini gairah atas seni dan ilmu pengetahuan terlahir. Pagi sekali Termina terbangun, tersedak kesadaran yang segera menguasainya. Dibangunkannya Cerio yang masih terlentang telanjang di atas ranjang mereka tadi malam. Hari ini Termina tahu cara untuk sesegera mungkin membuat Cerio mau menandatangani surat perceraian itu. Dia sudah sangat muak dengan semua ini, kegilaan ini. Cerio membantah seluruh argumen Termina, mengalahkannya dalam waktu singkat. Anggur menguasai Termina kembali. Cerio masuk ke ruang baca setelah Termina tertidur. Membaca hingga kelelahan, 150 menghapus seluruh kejadian di hari itu, mengisinya kembali dengan memori yang ada di buku-buku. Delete-Search-Copy-Paste-Refresh on The Desktop. Jadilah Pagi dan Senja, itulah hari ke-empat. Hari Kelima Bercumbu Dengan Waktu: Teriak! Binatang-binatang bermunculan, dari air dan udara. Memenuhi laut dan angkasa. Angkasa dipenuhi teriakan-teriakan merdu dari makhluk yang melayang-layang. Beberapa diantara ruh-ruh itu memutuskan untuk menitis kedalam makhluk-makhluk bersayap. Sebagian lainnya memilih makhluk-makhluk bersirip, berinsang. Beberapa diantara binatang yang sudah terisi ruh-ruh itu menjadi penguasa atas yang lainnya. Demikian di hari ini gairah atas kekuasaan terlahir. Hal pertama yang didengar cerio hari itu adalah teriakan Termina yang hampir memecahkan kaca-kaca jendela. Seharian itu Termina terus berteriak-teriak. Bahkan anggur pun tak mau diminumnya. Cerio sudah tak punya jalan lagi kecuali membungkam teriakan Termina secara paksa. Cerio mengikat Termina pada kursi. Merekat mulutnya dengan plester. Cerio meringkuk di sudut ruangan. Menerawang. Berbisik-bisik. Bersenandung kecil. Jadilah Pagi dan jadilah Senja, itulah hari kelima. Hari Ke-enam Bercumbu Dengan Waktu: Berontak! Binatang-binatang berjalan, bermunculan dari dalam tanah, memenuhi tanah. Ruh-ruh berserabutan memenuhi setiap jasad binatang-binatang yang tercipta. Ada yang berkelebihan di otaknya, menguasai yang berkekurangan di otaknya. Yang berbicara menguasai yang tidak berbicara. Ruh-ruh lainnya memilih berdiam di tempat semula, sedang ada pula yang memilih bumi tetapi tak memasuki makhluk apapun, melayang-layang tanpa jasad. Satu ruh memberontak, menyesali pekerjaan Mereka di hari itu. Ruh itu mengasingkan diri, menjadi Virus, menjadi sumber segala penyakit, sumber segala bencana, sumber segala kebahagiaan, pemberontak, pemenang, api, cahaya... 151 Sepasang makhluk yang dimasuki ruh yang berkelebihan di otaknya dan berbicara saling melihat tubuh pasangannya. Merasakan perbedaan asing diantara mereka. Merasakan getar aneh di kepala, jantung dan selangkangannya. Demikian di hari ini gairah atas sex dan pemberontakan terlahir. Api berkobar! Termina menggunakan pesonannya untuk menggoda Cerio agar melepaskan ikatannya. Tentu saja Cerio tergoda. Mereka bercinta hingga kelelahan. Cerio menabur benih pada rahim Termina. Kelak menjadi Zygote kontroversial. Saat itulah kesempatan Termina untuk melawan dan kabur. Termina melaporkan kejahatan Cerio pada Polisi. Tak ada bukti. Cerio terbebas dari hukuman. Jadilah Pagi dan jadilah Senja, itulah hari ke-enam. Hari Ketujuh Bercumbu Dengan Waktu: Jinak! Mereka tertidur kelelahan...nanti kita terusin lagi, ok!!! Mereka sucikan hari ini sebagai hari tidur. Tidurlah tidur...anak kami sayang...nanti kami menyusulmu di alam mimpi.. Demikian di hari ini gairah atas kematian terlahir... Utopia, kembalinya Eden. Cerio tertidur dengan nyenyak pada sandaran kursi sofanya, mengabaikan seluruh teriakan Termina hingga Termina capek sendiri. Gairah untuk bunuh diri menyeruak dalam mimpi Cerio. Satu-satunya jalan untuk menghindari Termina tanpa merasakan sakit adalah kematian. Maha Adi Kesadaran menguasainya. “Selamat pagi wahai bisik hari!” berkata Cerio, “Kemarilah domba-domba poppy dan sesuci apapun engkau Samantha, bersujudlah dihadapan jasad busuk Warhol! Menarilah se-berputarnya Rumi menelanjangi Rabiah di danau sufi itu. Bukalah baju kalian, telanjanglah sepolos Buddha dan kelilingi kotamu untuk kau usik segala kerinduannya pada pohon-pohon yang tersisa bayangan. Rasakan hantu- 152 hantuku yang bergentayangan dalam setiap geraian bulu-bulu kalian: kasihani aku yang bodoh ini! “Usapkan warna-warna murni itu di atas kanvas kesunyian kalian. Berdirilah setelah sujudmu selesai lalu ucapkan kalimat-kalimat ini: ‘O, Warhol yang agung… O, Warhol yang agung… bunuhlah kami dalam jasad muda ini, agar mayat kami tampan… agar mayat kami tampan…!’ “Lalu bersihkan tubuh kalian dengan darah pengorbanan kalian yang dikhianati Ismail saat pedang Ibrahim akan menebas lehernya!” demikian sabda Cerio. Para pembaca yang terhormat, kutuliskan sabda Cerio ini karena kekhawatiranku akan persepsi kekekalan yang telah disepakati antara Socrates dan Plato pada sebuah taman bernama Academia. Plato berkata, “Socrates selalu berkata benar!” Socrates berkata, “Plato salah!” Sebab suatu hari Eva sedang berjalan-jalan di lantai sorga, tersandung pada sebuah kelalaian – atau lebih tepat kebijaksanaan wanita – yang menghalangi sebagian penglihatannya, Adam dengan seketika mengutuk belahan jiwanya itu hingga mereka dipisahkan Tuhan pada ribuan mil jaraknya. Aku tak akan pernah takjub pada apapun pencapaian yang ditelusuri manusia sebab kehinaan telah mencoreng muka Adam saat itu juga. Seperti penggalan suratku pada Dee; Mari menjadi Manusia Super, sebab kau dan aku adalah Manusia. Tidak perlu kelamin untuk menjadi Manusia Super. Sebab kita adalah tak ada! Maka bercintalah denganku, hanya itu satu-satunya cara untuk menjadi Manusia Super; Fade Out and Disappear Completely. Ngahyang... “Lantas bagaimana akhirnya?” Nyima, rahib muda baru itu, bertanya padaku. Ah, persetan dengan akhir. Orang-orang selalu tergila-gila pada sebuah akhir. Hingga suatu kali aku pernah membuat cerita tentang akhir dari sebuah akhir, itu dulu, ketika pencapaianku belum sampai seperempat waktu. 153 Tahukah kau, klimaks dari sebuah cerita adalah ketika si pengarang sudah tidak bisa berpikir lagi dan tidak tahu lagi bagaimana menyelesaikan ceritanya. Seperti aku sekarang, hingga aku mengutip sebuah dialog dalam film The Cup. Padahal yang kutahu sendiri bahwa masih banyak yang bisa kuceritakan dalam kisah Cerio ini, tapi ada beberapa alasan lain aku tidak menyelesaikannya. Seperti telah kukatakan tadi bahwa aku harus tidak merasa iba padanya. Dan yang kedua adalah bahwa tidak pernah ada lagi suatu kisah baru yang bisa diceritakan siapapun, semua hal sudah terjadi, semuanya adalah kutipan. Aku bersumpah, para penyair, atau siapapun, akan setuju dengan hal ini. Kisah Cerio ini bukanlah hal yang baru jadi selesaikanlah sendiri dengan fantasimu, dengan apapun yang pernah terjadi di bumi. Selamat siang dan aku akan menangis setelah ini. Jadilah siang dan jadilah malam, itulah hari ketujuh. *** Sebagai catatan tambahan: Surat ini saya terima beberapa hari setelah saya menuliskan cerita Niskala di atas, Tak bertempat, Entah tanggal berapa Jam 3 dinihari Siapapun engkau, Kau hanya melakukan pembelaanmu atas segala keterlambatanmu akan penulisan ide. Tapi itu kuhargai sebagai sebuah karya. Seperti kesakitanmu ketika mendengar album KID A, Radiohead, padahal kutahu bahwa kau sudah ingin membuat lagu seperti itu jauh sebelum kau mengenal Radiohead. Atau ketika kau membaca Saman dan Supernova, L’Immortalite dan Thus Spoke Zarathustra, kau sudah berpikiran akan karya seperti itu jauh sebelum kau membacanya. Atau pula ketika kau melihat film Being John Malkovich, melihat pertunjukan Modusoperandi dan Performance Factory. Dan masih banyak lagi. 154 Aku hanya ingin memberitahumu tentang sesuatu yang mungkin tak kau sadari bahwa kau tahu. Dari seseorang yang tak perlu kau tahu PS: Mengapa kata “mu” seakan merobek kata “nya”. Tak ada restriksi cuma ada reduksi. Pilih kedua dari satunya. Atau kau akan mati seketika. *** Begini, saat itu Cerio sedang menghabiskan cerutunya. Menghisap cerutu adalah kebiasaannya apabila ada kejadian-kejadian penting dalam hidupnya. Kejadian penting saat ini adalah penandatanganan surat cerai dengan istrinya. Awalnya kejadian itu sempat membuat Cerio depresi. Melambungkannya akan bayangan-bayangan bunuh diri yang tak akan pernah berani ia lakukan. Saya menemaninya saat itu. Dia bercerita tentang keinginannya untuk kembali normal menjalani kehidupannya. Sambil menangis dia mencoba mengeluarkan ingataningatannya akan keindahan yang dijalaninya dengan Termina. Termina adalah gadis pujaannya; adalah ingatan yang paling kuat menyelundup di benaknya. Entah dia menyesal atau tidak dengan yang sudah dilakukannya pada Termina. Setelah tiba-tiba raut mukanya berubah, seperti menandakan bahwa semua telah selesai atau kembali ke awal. Ataukah ingatannya sudah habis? Diambilnya sebatang cerutu seperti yang telah saya ceritakan tadi. Begitulah! *** 155 Chapter Seventeen Sentuhan Yang Kurang Halus Beberapa Kisah Setelah 7 Hari Bercumbu Dengan Waktu 1. Terus terang, bukannya aku ingin ikut campur dalam masalah ini. Sebuah mobil sedan lewat dengan merek entah apa melintas. Tetapi mungkin hanya karena perasaanku lagi sensitif, gue lagi dapet! Seekor burung pipit hinggap di atas pohon jambu di halaman depan. Asalnya memang lebih baik kisah Cerio ini kuakhiri saja tetapi karena ada sebuah keidentikan Cerio dengan Samantha maka akan kuteruskan saja. Suara lancang seorang gadis menyeruak diantara bising manusia di café itu, meneriakan sesuatu yang sebenarnya layak sebagai sebuah gumaman. Ah, lelaki itu malah menertawakannya. Sialan! Kupikir dia akan memeluknya agar meredam teriakan gadis itu. Cerio bukan nabi. Kedua orang itu terus memperdebatkan hal-hal yang sering terlontar saat terjadi perebutan energi dalam sebuah pasangan. Tapi berhak menjadi nabi kalau dia mau. Sekarang giliran lelaki itu yang berteriak-teriak menunjuk-nunjuk muka gadis itu. Samantha pun begitu. Gadis itu menangis histeris. Aku pun begitu. Lelaki itu memalingkan muka. Ketika Cerio sendiri saat itu, Samantha pun sedang sendiri merindui Joey dengan ingatan yang itu-itu juga. Aku memesan kopi gelas kedua hari ini di kafe ini. Kupikir ini sebuah koinsiden melankolis apabila diandaikan Cerio itu adalah Joey dan Samantha adalah Termina. Pasangan itu terdiam sebentar. Klop? Satu keping bagian puzzle menelusuri sisi-sisi yang sudah saling berkaitan, tapi belum menemukan dimana dirinya harus terbaring sempurna. Dari awal aku selalu mengatakan bahwa entah kenapa aku tidak pernah merasa iba pada Cerio. Seorang pengamen meneriakan kembali rintihan Thomas Yorke dalam No Surprises!. Awalnya kupikir ini sebuah dendam tanpa alasan tetapi ternyata bukan itu. Gadis itu berteriak lagi, teriakannya semakin kencang dengan histeria dan air mata. Sekali lagi aku menceritakannya hanya karena aku lagi sensitif. Lelaki itu akhirnya berdiri dari kursinya, merangkul gadis itu dan ternyata bisa meredam teriakan gadis itu. Sensitif adalah salah satu gejala PMS, kata seorang temanku. Mereka berangkulan saling memaafkan. 156 2. Kegagalan Samantha dalam setiap kali bunuh dirinya menyebabkan Cerio urung untuk melakukan hal yang sama. “Itu menyakitkan, Nis!” katanya suatu ketika sambil tertawa. “Aku pikir,” kataku, “mungkin akan lebih baik jika kau mencari bunuh diri yang paling efektif. Syukur-syukur kalau kau menemukan yang sangat indah. Internet adalah jawaban yang bagus. Kau tinggal ketik SUICIDE di search engine. Selesai!” 1. Apa yang akan kau lakukan bila istrimu berselingkuh dengan lelaki lain? -Bunuh dia! 2. Apa yang akan kau lakukan bila istrimu minggat? -Bunuh dia! 3. Apa yang akan kau lakukan bila istrimu meminta cerai? -Bunuh dia! Apa yang akan kau lakukan bila ke-3 hal itu dilakukan oleh istrimu? -Bunuh diri! Hatiku sudah membebatu Terbebat batu-batu Gemeletukannya terdengar Hingga reruntuhan puri batu pelebur kutuk Mataku sudah berlelinang Terbelit linangan-linangan Gemericikannya terdengar Hingga rerincikan rincikan mata air para dewa Mulutku sudah membebisu Terbius basa-basi Sesunyiannya terdengar Hingga rerintihan rintihan air mata para dewi Ah, apa dosa hingga terselubung karat-kemaratku sendiri...?!? Meski sering kali kukatakan bahwa dosa telah tiada 157 Samantha kembali terwujud naif dalam ingatannya, cukup untuk membuat Cerio urung bunuh diri. Padahal barusan Cerio menemukan sebuah situs berjudul Method of Suicide lantas Cerio menyimpan data itu di komputerku sebagai persiapan bila dia berada dalam situasi seperti ini lagi. Sekarang ingatan-ingatan tentang bunuh diri tidak lagi mengganggunya, mungkin dia berharap begitu. Sebuah harapan memang akan terlalu biadab bila terusmenerus menyeruak dan menghantui. Ketika Cerio berharap untuk mati sama seperti ia berharap untuk menghilangkan ingatan tentang bunuh diri maka entah berapa kilo-Joule energi telah dia buang. Dan itu biadab menurut ukuranku. Aku berani mengeluarkan jutaan rupiah untuk mendapatkan beberapa Joule energi. Lama-lama Cerio malah akan terbunuh oleh harapannya. Biadab! 3. Matahari sore menyinari buku catatanku dengan ketajaman yang amat sederhana. Kesilauan mataku tidak begitu berarti untuk menghambat kegiatan menulisku ini. Saat ini Cerio menghentikan langkahnya sementara mobil-mobil di jalan raya itu terus melaju dengan kecepatan tinggi. Asap mengepul dari knalpot salah satu truk tua yang melintas tepat di depan Cerio. Asap hitam menyelubungi mukanya. Cerio terbatuk sambil mengibas-ngibaskan tangannya dengan cepat. Sebenarnya keseharian Cerio hanya sesederhana hal itu namun ada begitu banyak hal yang mungkin patut diceritakan kembali. Seperti misalnya ketika Cerio menggumamkan lagi sabda-sabda di hadapan domba-domba imajinatifnya: Terik Kembali terik itu mencoba memujamu “Aku hanyalah seonggok terik seperti ongokan-onggokan terik yang lain itu!” begitu katanya setiap kali kau membuka lembar altar pemujaan seperti kering seperti kerontang seperti rombeng mewujud menjadi sujud 158 melelana mencipta ruh-ruh apocalyptic menelurkan dua butir sabda :sabda keheningan :sabda kehangatan aku butuh kamus aku butuh kamus aku butuh keleluasaan jingga meradang dan membeli tempat itu dengan seharga segelas kopi senggama kau-aku ribuan kali diatas pemujaan terik melagu membusana meneriaki cahaya dengan kata-kata lajang “Jalang!” aku telah meninggalkan terik itu jauh mengaduh dibelakang kemurkaanku tidak seperti kau berlari berlari berlari seperti cipta, rima, ritma, sajak dan enya energi hidup, bukan energi mati, energi lubang-lubang terang, bukan lampulampu padam ingatlah, kita tak pernah ingin dipuja layak dewa sebab dewa tak lagi menitis menjelma semudah rupa tak seperti kita masih menginjak lantai sorga hinakan dua keleluasaan sabda mengembik tercoreng 159 mengembik tercoreng asap:api:debu:gelap:terali:kuasa:kasta:setia:cerca:tebar-menebar menjadi dewa menjadi tak berupa kuasaku lebur maka kubunuh saja lalu kucipta gerak-gerak tentang itu melebamkan sebagian wajahku :sebagian kuning :sebagian lebam kehitaman kucoba enyahkan terik itu dari altarmu sebab tak bisa kutahan saat ini aku yang akan menghuni altarmu memujamu mewujud lebur menjadi sujud tanpa jelma Sabda Cerio itu, kupikir, mungkin telah membuat bingung para domba dalam imajinasinya. Hingga, kupikir lagi, dan begitupun yang dimanipulasi Cerio dalam benaknya, bahwa akhirnya para domba mengerti sebenarnya sabda itu ditujukan untuk Termina. 4. Loncatan fragmen yang kubuat pada Samantha sebenarnya kumaksudkan untuk merunut kisah-kisah pertemuannya dengan Cerio. Harus begitu, sebab aku masih ingin melihat semuanya. Aku tidak lari-aku tidak lari.. hanya sepi... hanya sepi... “Terlalu sepi disini, aku curiga kau sedang menyusun rencana seperti aku yang tersungkur dalam dada tak tenang. Aku mengoyak ketulusan dengan pedang di siang di antara hampa. Kau tersenyum sinis. Sekali lagi kukatakan bahwa cinta untukmu telah terbunuh!” 160 5. Aku, seperti biasa, pagi ini mengosongkan tarian jiwa dalam otakku. Segelas kopi datang begitu saja. Cerio sedang melamunkan kejadian kemarin sore yang sempat membuatnya sedikit terkatung-katung. Termina dengan wajah buruknya melemparkan asbak ke arah Cerio. Editor film itu, atas persetujuan sutradara, melambatkan adegan itu. Asbak jadi terlihat mengapung lalu berhenti dengan tiba-tiba di udara. Ternyata Cerio menekan tombol pause dan membiarkannya selama kira-kira tiga menit. Lantas setelah itu dia mengurai dan merentangkan kejadian tiga menit itu menjadi sangat panjang. Aku memperhatikannya tanpa berkedip, dan menunggu kejadian selanjutnya. Waktu yang tiba-tiba berhenti itu tak sedikitpun disadari Termina ataupun orangorang yang sedang menonton film pendek itu. Padahal hal itu sangat berpengaruh buat objek yang ditonton maupun subjek yang menonton. Sutradara dan editor hanya tertawa dengan tanpa beban dan terus menekan-nekan tombol, mempermainkannya seperti seorang anak kecil memainkan permen lolly di mulutnya. STOP! Film terpotong. Ingatan Cerio mulai terurai. Ini juga salah satu kebiasaan Cerio yang tak diketahui orang. 6. Dia yang berjalan di bawah terik itu, seorang wanita berkacamata hitam memakai rok terusan entah rancangan yang keseberapa ratus kali dipamerkan di panggungpanggung fashion show, menutup beberapa lembar keanggunan yang asalnya terbuka satu-persatu tertiup angin sedikit kencang seperti akan menjadi badai tibatiba bila kau meremehkannya. Keanggunan yang dia tutup mungkin adalah sebuah kecerdasan tubuh yang selalu termunculkan begitu saja tanpa pernah terpikirkan atau mungkin terpikirkan, hanya saja otaknya yang tidak seberapa besar itu terlalu seksi untuk memikirkan hal diluar keseksian tubuh dan kehalusan kulitnya. Cerio seperti hendak saja menyapanya tetapi seperti kebetulan sebuah mobil lewat menutupi siang, sebentar mengejan-ejankan asap knalpot dan suara mesin bututnya dan pergi lagi di saat, ya Tuhan, gadis itu hilang dari objek penglihatannya. Sebentar Cerio terdiam dan harus memutuskan. Sebentar yang 161 ternyata menjadi ribuan detik sehingga lalu-lalang akan tak lebih menilainya dari sekedar terpaku mematung dengan mata nanar seperti akan menyambut malam disitu. Cerio meraba-raba, menerka-nerka, membuka tingkap ingatan tentang mata gadis itu, masih dibawah terik, yang tertutup kehitaman kacamatanya dan selalu bertanya pada entah siapa yang bersemayam durja di dalam tubuhnya tentang seindah apakah mata gadis itu. Keringat menyembur-nyembur dari bawah kulit melalui pori yang mungkin setengahnya sudah mampat tertutup debu dan keanggunan gadis kacamata hitam itu. Ada ribuan lebih kata untuk mengungkapkan keindahan mata dan akan lebih lagi bila terhalang kaca mata hitam sebab ada semacam ribuan fantasi untuk mengadaadakan keindahan mata yang belum pernah terlihat ketimbang yang sudah terlihat. Seperti menonton film dan membaca novel. Melihat mata di balik kacamata hitam adalah membaca novel. Kalau dia membuka kacamata hitamnya maka seperti sutradara entah siapa telah membuatkan film dari novel itu untuk Cerio. Keanggunan yang ditawarkan tadi dan kemudian gadis itu menutupnya tanpa dia sadari, malah membuat Cerio semakin bergairah untuk menawarkan harga lebih tinggi dari sekedar hanya menatapnya. Sebuah harga yang paling tinggi, mungkin, berupa sapaan hangat bahkan panas sebab terik yang akan diantarkan Cerio padanya bisa secepat Cerio mengatakan ulang tahun ibunya yang bertepatan dengan hari kemerdekaan. Padahal Cerio tak pernah tahu benar keanggunannya bisa berisi penyakit kelamin, nanah, bergatal-gatal, busuk, atau sekedar cahaya yang bergumpal terperangkap teori-teori relatif hingga tidak bisa bergerak sebebas ketika Tuhan menciptakannya dengan gairah kebebasan absolut. Adakah Cerio pernah berkata tentang rasa saat itu? Jawabannya belum! Yang dia rasakan seperti melengkapi penawaran harga tadi pada gadis itu adalah dia sudah pernah merasakan hal ini sebelumnya dan sebelum-sebelumnya, sesekali, seketika-ketika sama seperti saat satu bulan kebelakang, di tempat yang sama dengan keadaan terik yang sama. Dihadapan Cerio ada seseorang sedang berjalan tergesa, masih sama-sama gadis, mungkin berkacamata hanya tidak hitam, berkulit seputih siang, memantulkan terik dari wajahnya dan mengantarkan pantulan terik itu ke tubuh Cerio menjadi sebanyak dua kali lipat, membuat keringat menjadi semakin mengalir lebih dari 162 sekedar menyembur. Mungkinkah terik itu menambahkan beberapa keanggunan lain selain keanggunan yang sudah jutaan tahun dimiliki gadis itu? Seharusnya jawabannya adalah: “tidak!” Sebab terik adalah keanggunan yang dimiliki matahari dan tidak begitu saja bisa ditransfer ke dalam tubuh seorang gadis. Butuh proses yang njelimet yang tak dapat dimengerti meski harus belajar 4 tahun di fakultas MIPA jurusan Fisika. Tapi nyatanya jawabannya adalah ya. Entahlah, mungkin gadis itu sudah memahami dan lantas melewati proses transformasi itu, menyerapnya kuat-kuat lantas keanggunannya bertambah dua kali lipat. Seperti gadis pertama tadi, gadis ini pun tiba-tiba hilang, hanya sudah sampai di situ. Seperti hujan api yang menerpa kepala-kepala yang berapi-api. Cerio menganggap hal itu hanyalah dubur pikiran. Lamunannya tiba-tiba berhenti, kembali ke saat ini lagi. Gadis itu menghilang tenyata hanya sebentar, hanya terhalang satu pohon besar. Muncul kembali dengan dahsyat dan lambat, seolah-olah mengundang Cerio untuk membuka kacamata hitamnya. Tapi tak ada cukup energi bagi Cerio untuk melakukan hal itu. Sudahlah! 7. Dalam sebuah klub live music, Termina mencondongkan wajahnya ke arah muka pemuda tampan itu. Si pemuda membalas ciuman Termina dengan lembut sambil menatap muka Termina dengan mata penuh lambang rupiah. Musik R‘nB terus terlantun dari sebuah grup musik cukup terkenal membawakan lagu orang lain tapi tak pernah sekalipun membawakan lagunya sendiri, kasihan…! Vokalisnya sangat menjijikan…, kasihan! Gayanya…, kasihan! Ah, tak ada yang tidak kasihan dari grup itu, meski semua orang mengelu-elukan mereka, tetap kasihan…! Manusia-manusia itu terus terus menggoyangkan seluruh tubuhnya dengan gerakan hampir sama yang disoroti oleh lampu-lampu POP yang berganti-ganti warna dan lampu blitz yang mengerjap-kerjap. Layar TV menayangkan sebuah perjalanan mesin di dalam labirin berwarna-warni yang terus-menerus bergerak menghanyutkan orang yang memandangnya, tersesat-sesat. Tikus-tikus merengek, ayam-ayam memanjakan dirinya dengan uang dan alkohol yang menggeliatgeliatkan setiap otot lurik di tubuh mereka. 163 Pikiran Termina nyalang, menerbangkan sebuah ingatan akan saat-saat Cerio mencumbui waktu. Si pemuda tampan tidak tertarik sedikitpun pada nyalangnya pikiran Termina. Matanya hanya memandangi layar labirin di depannya. Si pemuda seketika itu juga berubah menjadi tikus seperti pemuda-pemuda lain di klub itu. Termina berubah menjadi ayam betina tua yang tanpa pengharapan. Kutegaskan bahwa semua orang di tempat itu benar-benar telah berubah menjadi binatang yang diinginkannya. Aku membayangkan, apa yang terjadi, bila tiba-tiba Zarathustra versi Nietzsche datang, meraih microphone si vokalis dan menyanyikan sabda-sabdanya kepada mereka dengan irama R’nB. Seekor harimau jawa mengaum dengan kerasnya, beberapa ikan cupang saling melebarkan siripnya, anjing-anjing horny menyalak-nyalak. Bola 8 masuk ke dalam lubang. Seekor babi hutan jantan meloncat-loncat kegirangan sambil memasukan tangannya ke dalam salah satu rok seekor kelinci jalang. Dua ekor kambing betina muda dituntun keluar klub sambil tertawa-tawa mabuk dan muntah-muntah sambil menyebut-nyebut kata paling kasar yang pernah mereka ingat. Dua ekor kelinci sedang berciuman di sebuah pojok, beberapa dari species mereka sedang melakukan oral seks sembunyi-sembunyi. Bau muntah, alkohol, keringat, asap rokok, AC, tai, anjing, bajingan, rencana jahat, kebudayaan, darah menstruasi, jingga meradang, suara musik, binatang, comberan, uang, babi,… Ya Tuhan! 8. Apa harus kuteruskan? Tapi tadi hanyalah, yang kubahasakan dengan, keheningan yang mencekam. Samantha masih terdiam di sudut, kering, pucat dan balon. Cerio termenung memandangi khayalanku dan berkata, “Sudahlah! Wanita itu sudah secepatnya harus kau enyahkan sebab dia tidak akan berubah menjadi tua. Sementara kau, sebentar lagi kulitmu akan keriput, matamu rabun, gigimu tanggal satu-persatu, kemampuan bercintamu tidak akan dapat mengimbangi gairah seksmu. Sadarlah, Nis!” Satu daun jatuh perlahan ke tanah. Aku menyentuhnya, membelainya, kurasakan kematian yang tenang sekali. 9. 164 Dadu terlempar, angka 6 keluar. Jarum jam menunjukan angka 6 tepat. Televisi menayangkan sebuah film di channel 6. Funky I.D. : 666! Seorang berpakaian hitam, bertanduk, menyeringai, menyabetkan sabitnya ke leherku. STOP! Sang Maut tidak bertanduk, satu. Mukanya tidak merah, dua. Itu Lucifer yang sedang menyamar menjadi Sang Maut, Sayang! Lihat ekornya, berbentuk panah, kan? Lihat, itu bukan sabit melainkan trisula! 10. Begini, yang pertama-tama ingin kulakukan adalah berdoa lantas setelah itu berkhayal dan mengatakan bahwa yang benar itu tetap ada. Tapi itu terlalu sistematis dan mengada-ada. Ketika aku berkata bahwa yang terjadi itu adalah selalu wajar maka yang benar itu menjadi kabur bersama yang salah. Dalam titik ini kutemukan titik abu-abu yang terbaik, bukankah pernah ada? Kupelihara titik ini sebab aku dan Gateauxlotjo pernah melewati perjalanan spiritual yang begitu dahsyat. Malam itu stasiun kereta penuh sesak. Gateauxlotjo telah menungguku dalam kereta ekonomi jurusan Surabaya. Tak perlu kuceritakan bagaimana sesaknya kereta itu itu sebab kau mungkin telah maklum dalam akhir pekan seperti ini. Persis seperti iklan Teh Sariwangi di televisi swasta edisi akhir 2001. Aku sempat kesal karena ditinggalkan ketika aku mencoba menelepon pacarku. Menghabiskan waktu sekitar setengah jam, memang, aku duduk di salah satu KBU di wartel dekat stasiun kereta. Tidak hanya Gateauxlotjo yang kesal tapi beberapa pengantri sempat mengetuk-ngetuk pintu KBU agar aku cepat-cepat. Aku tak peduli sebab pembicaraan kami sangat serius, taruhannya nyawa! Ini tentang cinta, Mas! Dan kalau aku gagal, aku bisa bunuh diri. Ternyata aku gagal meski argumenku sangat kuat kenapa aku harus pergi ke Yogyakarta. Pacarku tak urung memutuskan hubungan kami yang dua hari lagi tepat dua tahun. Setelah telepon ditutupnya, aku berubah pikiran; perjalanaku ke Yogya adalah perjalanan bunuh diri. Dalam kereta aku marah-marah dan mengumpat sebisaku; tentang pacarku yang brengsek, Gateauxlotjo meninggalkanku di wartel, ongkos yang pas-pasan dan tiket yang belum dibeli. Gateauxlotjo mendengarkanku dengan tenang meski seperempat gerbong itu semua memandang kami. Dia memang bijak sejak kami dulu berkenalan. Tuhannya bernama POP dan dengan tak segan dia menambahkan 165 embel-embel S.W.T. dibelakang nama Tuhannya. Kira-kira dua bulan yang lalu kami berkenalan, saat itu hari ulang tahunku yang menyebalkan yang kuingat, paling menyedihkan dibanding dengan ulang tahunku sebelum-sebelumnya. Tak ada satu teman pun yang ingat dan yang ingat pun sengaja pura-pura lupa. Hingga menjelang tengah malam seorang temanku mengenalkan Gateauxlotjo kepadaku. “Gatoloco!” katanya kepadaku, “ditulis GATEAUX-LOTJO. Gateaux artinya kue tart dalam bahasa Perancis dan lotjo artinya senggama dalam bahasa Jawa. Jadi artinya kira-kira secara etimologis adalah persenggamaan dengan kue tart.” American Pie, Man! “Kalau aku Syam maka kau adalah Rumi.” “Niskala!” kataku singkat. Aku selalu menekankan namaku ketika berkenalan sehingga aku sering lupa nama orang yang berkenalan denganku, itu hanya kebiasaan buruk. Tapi dengan hal itu pula aku jadi mempunyai banyak teman. Ataukah karena mempunyai banyak teman sehingga aku hanya mengingat-ingat wajah tanpa nama? Entahlah! “Niskala artinya gaib atau tak kasat mata dalam bahasa sunda kuna. Para leluhurku memanggil Tuhan dengan sebutan Seda Niskala, yang artinya Yang Maha Gaib. Niskala juga adalah nama depan seorang raja Sunda, Niskala Wastukancana atau Prabu Siliwangi I.” “Seperti nama jalan ini, ya?” Saat itu aku dan Gateauxlotjo sedang berada di jembatan Jl. Wastukencana. Aku dan Gateauxlotjo mempunyai hobby yang sama-sama buruk, kami suka menulis puisi. Puisi absurd yang sering kutulis. Puisi skizoprenik yang sering Gateauxlotjo tulis, mungkin demi mempertahankan julukan yang diciptakannya sendiri, Gateaux-lotjo. Dari sanalah awal penyatuan kami sebagai teman karib karena pada malam perkenalan itu Gateauxlotjo yang orang Yogya langsung menginap dan ngobrol panjang ditempat kostku di Bandung, aku orang Cianjur, tetangga dekat Bandung. Sebenarnya Gateauxlotjo orang Rembang tetapi kuliah di Yogya dan selalu mengatakan pada setiap kenalannya di Bandung bahwa dia orang Yogya. Agar tidak terlalu sulit untuk identifikasi, katanya. Perkenalanku dengan Gateauxlotjo malam itu adalah hadiah ulang tahun terbaik yang pernah kudapatkan selain gitar bolong yang diberikan ibuku waktu umur 17 dan topi baseball dari pacarku waktu umur 18. Sekarang umurku 20. Gateauxlotjo cukup banyak membuka mataku tentang beberapa hal yang sebelumnya aku takut 166 bahkan untuk membayangkannya pun. Tak perlu kuceritakan sekarang kecerahan apa yang yang kudapat setelah berkenalan dengan Gateauxlotjo. Yang pasti puisiku yang asalnya absurd berubah menjadi psikedelik sekarang. Cukup jelas, bukan? Malam itu di kereta setelah aku cukup untuk muntah mengomel, Gateauxlotjo memberiku minum. Aku tidak jadi muntah. Kereta mulai melaju. Ini kedua kalinya aku naik kereta api, karena kebiasaan di daerah Jawa Barat bagian tengah dan barat orang-orang lebih banyak menggunakan bus antar kota ketimbang kereta api. Disamping struktur jalan yang fluktuatif juga jalur rel yang hanya sedikit yang mencapai pusat-pusat kota. Jalur yang kumaksud adalah jalur Bandung- Cianjur-Sukabumi. Hanya tiga kota itulah yang sering kukunjungi dan kutempati. Sukabumi: tentang kota dan statistika. Cianjur: tentang sejarah dan spiritualitas. Bandung: tentang mode, musik dan kehidupan anak muda. Akhirnya sampailah kami di Yogya. Yogya I’m coming! 11. Saat Tuhan menciptakan manusia di hari ke 6, berarti kurang-lebih hari ke 6000- an dalam hitungan manusia, mungkin tidak terpikir untuk membelahnya menjadi dua kelamin. Dalam sebuah sebuah manuskrip kuno aku menemukan proses terjadinya manusia, begini kutipannya: Kami memerintahkan kepada para malaikat untuk mengambil tujuh macam unsur bumi sebagai bahan untuk menciptakan manusia pertama. Unsur berwarna merah, biru, hijau, merah jambu keunguan (kapuranta), dadu, hitam dan putih. Ketujuh warna itu mewakili berbagai unsur yaitu unsur angin, unsur api, unsur tanah, unsur air, unsur bunga, unsur asap dan cahaya sebagai ruh. Untuk membuat satu manusia utuh: Masukan 3 gram angin ke dalam wajan Satu sendok makan tanah Satu sendok teh api 2 gram asap dan 50 ml air aduk hingga rata dengan mixer selama 10 tahun 167 Kemudian buatlah cetakan dari logam berupa refleksi Kami dengan panjang 60 hasta. Setelah itu tuangkan adonan ke dalam cetakan dengan 8 lembar mahkota bunga dan satu bungkus cahaya merek ABC. Kemudian masukan adonan kedalam oven selama 40 tahun. Setelah 40 tahun (yang harus bertepatan pada hari Jumat) tubuh itu selesai dibentuk dan berwajah sangat indah. Selamat menikmati! Jadilah siang dan jadilah malam, itulah hari ke-6. Kami terkagum sebentar melihat hasil karya tersebut lantas beristirahat panjang sambil minum coffee cream dan menghisap cerutu café creme dari Holland, beli di Dago 34! Jadilah siang dan jadilah malam. Itulah hari ke-7. Dalam manuskrip itu, tidak terdapat keterangan bahwa manusia pertama berkelamin, itulah yang kusebut kemurnian manusia, manusia sejati, uniseksual. Apakah kau yakin bahwa manusia pertama saat itu adalah lelaki? Apakah tidak terpikir bahwa kompleksitas Adam mencakup penis dan vagina yang melebur? Selain memiliki testis, Adam juga memiliki ovarium? Hermaphrodite, satu jiwa tak terbelah, itulah manusia sebelum menjadi Adam dan Eva. Itulah Joey sebelum Samantha bertransformasi. Itulah Cerio sebelum Termina meminta cerai. Itulah aku dengan pecahan kepribadianku. Itulah dangdut, dengan goyang dan musik yang riang menabrak lirik-lirik sedih berurai air mata. (to feel orgasm) 12. Bercumbu (lagi) dengan waktu: Redam! E Am Dm G Dering bel di mimpiku ini mengungkap keabadianku E Am Dm G E Suara-suara malam yang terhenyak menyekap rintihan desahmu di gairahku E Am Dm G 168 Jeritan suaramu itu menyentak tidur panjangku E Am Dm G E Redam… redam… recah… recah… semua ingatan yang kau taburkan Reff: Am Dm G C Tunggu aku pagi dalam drama hidup yang kurentangkan Am Dm G C E Cumbu aku pagi dalam rintik kematian rindu kekalku… Bridge (insert poetry): Cerita mimpi kelamku t’lah rela mati dalam benakku Derita indah kekalku takkan berhenti dalam ingatanku (nyanyikan sesukamu, anggaplah sebuah soundtrack!) 13. Cerio mematikan tape-nya, mengeluarkan kaset itu dan lalu membakarnya. “Aku harus mencarinya, sekarang juga!” katanya sedikit bergumam. Saat itu Samantha sedang menyisir rambutnya ketika aku datang membawa keagungan Tuhan untuknya. Keagungan yang tak terkirakan. Seperti ketika Tuhan menenggelamkan Atlantis. Saat itu Tuhan berfirman: “Gue udah bosen ama kesombongan lu pade. Gue udah peringatin dari dulu. Gile aje, malah makin sinting kalian. Ya udah, gue tenggelamin aje, biar pada jera. Hehehe…!” Begitupun yang ingin kukatakan pada Samantha. Sampai satu titik, aku jadi berpikir kembali… Aku adalah mata. Mata yang selama ini membentuk semesta, menguasai setiap gerak Samantha. Ini seperti kekuasaan yang tak dapat kuhitung kebenarannya. 14. Suasana kota Yogya tidak membuatku nyaman, cuaca panas, mentari yang terik membuat kulitku perih, aku benci menjadi hitam. Sebenarnya aku kuat dengan panas hari, tapi aku benci hitam. 169 Suara sepeda motor yang demikian banyaknya bersaing dengan orang-orang berwarna kulit asing. Sore harinya ketika aku dibonceng Gateauxlotjo disambut oleh angin yang sangat hebat, dua pohon tumbang kami lewati dan satu billboard besar sebuah produk makanan kecil patah. Sampailah kami di tujuan. Sebuah rumah kontrakan yang penuh dengan orangorang. Asing! Pembicaraan asing, bahasa asing. “Segitiga adalah satu bidang datar yang paling sederhana, uniknya adalah setiap sudutnya tidak pernah saling berhadapan.” “Untuk membuat bangun datar diperlukan minimal 3 titik dan lalu ditarik garis lurus dari satu sama lainnya.” “Otak manusia. Sebetulnya, berada dalam setiap sudut di segitiga. Tidak saling berhadapan. Menyendiri, sepi!” “Mempersepsikan sesuatu harus dimulai dari setiap sudut dalam segitiga.” “Banyak kejadian mistis di seputar segitiga, segitiga bermuda, segitiga pengaman, celana dalam…” Aku tiba-tiba teringat Samantha. Apa yang sedang dia lecutkan sekarang? Masihkah vaginannya? Samantha, dulu pernah merasa bahwa segitiga adalah filosofi hidupnya, peta hidupnya. Dan bukannya lingkaran yang menjadi filosofi hidup orang banyak. Segitiga adalah segi yang paling sederhana, melambangkan kesederhanaan. Pada kenyataannya, hidup Samantha sangat tidak sederhana. Manusia-manusia asing itu menyambutku dengan sambutan asing. “Alangkah tampannya kau!” “Narsiskah kau?” “Selamat datang di kegelapan santun yang kami hanya miliki!” “Sebuah awal perkenalan yang bagus, bukan?” Bukan! Sebuah kebingungan yang sukses kalian tawarkan padaku! 15. Cemas aku, ah Tuhan, cemas aku! Tiada berpuluh jiwa Adam yang rusak tak mendapatkan Eva-nya di setiap kali selangkangannya bergenangan. Cepatlah terbangkan! Cepatlah terbangkan! Sebelum kau kehilangan seratus juta keajaiban Musa atau perjaka! 170 Sebelumnya kan kutanya padamu hai lelaki yang perih hati, ada apa dalam tubuhmu yang bergelimang nanah itu? Bukankah kau tidak pernah mandi setiap kali kau tahu bahwa kekasihmu sedang merindukanmu? Kenapa kau lanjutkan gairah-gairah kemenjandaanmu itu? Lagi-lagi, tak kau jawab pertanyaanku, lagi-lagi! Sebab kau selalu sibuk menanam pepaya dalam kepalamu atau memelihara ikan arwana dalam selangkanganmu! Sampai suatu ketika kau mencemaskan impotensi keseluruhanmu dalam setiap kali kayu bakarmu tak menyala. Sudahlah lebih baik kau limpahkan darahmu pada keabadianmu! Hitung setiap detakan jantungmu sampai saat-saat asmamu kambuh! Tersedak, tersedak. Hening, padam, menyentak, menyeruak. Ada sampan yang melintas. Coba beberapa kali sampai muntah. Muntahlah! Bau api, bau mati, bau hujan, kering! Catat dalam selangkanganologi level tertinggi. Ini kode pribadimu, password: NO MORE LIFE GETS OUT ALIVE. Bila kau menemukan tiga butir peluru, harus kau baca kisahmu dari awal lagi, agar kau mengerti! Cantik, cantik, tak pernah sebelumnya aku memanggil cantik untuk lelaki kecil putih sepertimu. Jumlah buku yang kau baca tidak sebanding dengan memori yang ada dalam belahan pantatmu! Mencuri serpihan hujan, mencerca terkaman letusan Merapi, lantas bangun di siang hari. Buka jaket kulit hitam barumu itu, berdoalah! Mintakan sejumlah besar uang yang kau perlukan untuk menjandakan spermamu yang mujarab! Kata-kata tak pernah menjadi fakta hanya fiksi, hanya mati. Kematian bukan fakta seperti realita bukan tanya. Rok-rok bersahutan hanyut berteriak di sebelah keanggunan coro-mu. Kontol! Sudah berapa kali kukatakan jika kau menemukan celana dalam nenekmu, berdoalah yang tenang agar baunya tak menyingkirkan ide jorokmu. Kontol! Sebelah botolmu telah merasuk kedalam lambung, tidakkah kau merasa mabuk dengan cairan itu? Dia berdiri dan berputar, gila. Ada tahi lalat di belahan memeknya. Bukan, sayang! Itu piercing. Dia menindik kedua labia minors-nya lantas menggemboknya dengan gembok kecil untuk telepon. Sehingga setiap lelaki yang akan meng-ewe-nya harus mencari kunci terlebih dahulu. Atau. Password? NO MORE LIFE GETS OUT ALIVE. 171 Hihihi itu janda yang menjadi kuda mencuri keabadian Isa. Dan mengapung tersalib dua mata Tuhan. Pantat! Sebal, sekali lagi aku mencumbui cerca yang terkandung dalam makna suaramu. Cukup! Sudah cukup kau belai segala gairahku. Dering bel dimimpiku ini mengungkap keabadianku. Suara-suara malam yang terhenyak, menyekap rintihan desahmu digairahku. Jeritan suaramu itu menyentak tidur panjangku. Redam... recah... semua ingatan yang kau taburkan... Tunggu aku kasih dalam drama hidup yang ku rentangkan Cumbu aku kasih dalam rintik kematian rindu kekalku Cerita mimpi kelamku telah rela mati dalam benakku Derita indah kekalku takkan berhenti dalam ingatanku Ini menjadi keranda mimpi yang terus menerus menyentak menyeruak menghabiskan satu atau berpuluh galon air mineral bersama Tuhan. Bitch : “Namaku Ariadne, aku dewi labirin. Bercintalah denganku, maka kau akan tersesat dalam labirinmu sendiri!” Bastard :“Namaku Dyonisus, aku dewa pesta dan kesenangan. Bercintalah denganku, maka jiwa dan nyawamu akan beterbangan menuju entah yang kau sendiri takkan mampu mendefinisikannya!” TOAST! 16. manuskrip manuskrip kecerahan: recah hedonisme terkutuk itu mengulurkan waktu untuk maria berselingkuh dengan lelaki lain selain tuhan dan ada saat ketika popmail-popmail menjarah sebagian keinginan untuk menghidupkan kembali superman yang terlumpuh itu biarlah kundera terus meracaukan saman yang mencipta supernova biarlah sebab darah telah membeku menjadi kedamaian yang meng-utuk peny-air terkutuk aku mungkin telah dikutuk sejarah mengulurkan tangan pada tangan-tangan yang lebih dibawah telah dimulai 172 ketika bumi mengabdi pada kegelapan untuk mencucikan seluruh bajunya i need some separation here begitu sucinya dan samantha pun terus berselingkuh bersama lelaki-lelaki tanpa definisi hurtmehurtmehurtmepls!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! ada sebongkah tahi lalat pada belahan dagumu, kurasa tapi kalau kau tetap mengambil jalan yang sebelah sana biarlah kukatakan padamu bahwa labirin dalam tubuhmu dan kekekalan dalam pikirmu telah memusnahkan sebagian rasa yang belum terkoyak itu jentikanjarimujentikanjarimu dan bertepuk tanganlah!!!! 17. Malam semakin larut, ini adalah hari ulang tahunku yang ke-25. Aku memasuki kamarku, beribu-ribu ingatan muncul begitu saja dalam benakku. Terutama visivisiku tentang tubuh. Otak : Don’t think with it, if not in cognition case… Mata kanan : I’m just The Eyes of The Universe Mata kiri : The eyes couldn’t see Hidung : For sucking some smokes Mulut : I like talking, kissing, licking some problems, orgasms Telinga: Accessories… Tangan Kanan : Fucking, touch every moment Tangan Kiri : Keep the universe, keep the ass of every guy who wants to kill you Tulang Rusuk : Complete Susu : Life interesting, piercing Perut : Not for food but love, Girls interrupted Pusar : Mom’s memories Penis : I’m the king of Masturbations, no one more gets up alive without elephant Kantung penis : A bag of golds, riches, snacks, proteins, minerals, vitamins, cockroaches, snakes, papers, tints, hopes, marias, thanks for your attentions, would You marry me, bitch, gods!!! 173 Lutut : Premix, premium, super TT ’99, Solars, jelantah oils, keletik oils, & more oils like your safety oils… Mata kaki : see what you see, get what you get, run what you fuck, suck what you tell, hide what you done! Kaki-kaki-kaki: run, shut, run, sit, run, shit, run, cake, run, cake, walk, pie, shoot, run, die, run, tire, fire, wire, draw, priiiiiiiiiiiiiiiiiiiit..........! 18. Di dalam ketidak tahuanku muncul sebentuk genggaman kasar yang kumengerti sebagai ilham dari luar kehidupan kasarku. Dunia yang keluar, membentuk pola-pola teratur dari berbagai bentuk yang terkombinasi. Aku yakin hidup adalah sebuah kebetulan yang terencana. Kujalani hidup semauku. Berjalan dalam alam nyata yang seimbang dengan alam khayal. Kusadari sepenuhnya bahwa kematian bukan untuk ditakuti. Bahkan kutunggu sebab misteri akan terpecahkan setelah aku mati. Dunia yang keluar, kini sedang kumasuki, kupetualangi. Aku masih dalam dunia nyata tapi aku juga masih dalam dunia khayal. (to feel orgasm) 19. Memanusiakan Samantha sebenarnya sama dengan memanusiakan Enny Arrow. Yang kurebut hanyalah sebagian keindahannya. Ceritanya jadi sangat janggal. Dan selebihnya jadi tak lebih dari hanya sekedar menceritakan pelacur biasa. Tak ada lagi kedalaman tarian kematian yang dia persembahkan untuk Joey. Tak ada lagi cinta yang digambarkan dengan melecutkan vagina di atas pusara. Tak ada lagi puisi-puisi yang menggetarkan jiwa. Yang terlontar hanyalah prosa-prosa jelek, roman picisan, cerpen standar dengan seting-seting membosankan; lampu redup, kamar kosong, jalanan sepi, udara sore berbau tanah sehabis hujan dan lain-lain. Tapi aku tak bisa tidak untuk memanusiakan Samantha sebab dia berhak untuk hidup normal dengan keluarga bahagia normatif. Itu berarti tak bisa tidak akan menjadi prosa umum. Itu berarti intimidasiku cukup sampai disini, Samantha sudah bebas sekarang. 174 Ritualitas pembebasan Samantha kumulai dan kuakhiri dengan tarian kematian yang pernah dilakukannya dan membakar berkas Samantha Story yang masih tersisa, yaitu Babak I. Dan Babak II. beserta salinan-salinannya dan disket-disket berisi data-data hidup Samantha. Haruskah kuucapkan “Selamat Tinggal!” padanya? Tentu saja tidak, sebab aku yakin akan bertemu lagi dengannya dalam fiksi-fiksi berikutnya di Episode IV. 20. Sebuah surat terlontar: Cahaya dalam tubuhmu mengantarkan sebuah seriosa yang tak hentinya meninjuninju tubuhku. Inikah kelelahan, kelelahan yang sekian kali kau ratapi dalam tidurmu? Kau mengigau, mengatakan diam pada semua kelam. Wahai sahabat anggunku, Aku telah tak bermakna bila kau ungkap semua kerisauanmu. Aku telah tak bernama bila kau terlelap. Hadirlah kau dalam setiap detik di detakku. Kuncuplah kelopak binarku yang kusadari sebagai paranoid. Ya…, aku gila dalam dekap bersama seiring kelemahan. Kecenderungan untuk bunuhdiriku mengandung seorang raksasa dalam kerinduan. Sang Janin meratapi ibunya yang kesepian dalam duka. Sudahlah, sahabat indahku! Anugerah Tuhan yang kau kandung bukan untuk kau sesali, tetapi untuk kau dandani menjadi buah cinta dalam dukamu. Kau sedang mengandung raksasa cinta, kau tahu? Tak peduli siapa ayahnya, aku akan berbangga hati menjadi “bapak”-nya. Bahkan Tuhan pun akan berbaik hati menjadi Sang Pengurus untuk janinmu yang akan lahir. Sudahlah, sahabat cantikku! Aku sudah kehabisan kata untuk membendung tangismu. Biarlah… Biarlah ia tetap begitu sebab ia harus begitu adanya. 21. Ayam betina tak punya pengharapan! Tak ada lagi telur yang diproduksi. Ayam- 175 ayam jago tua meninggalkannya, mencari ayam betina yang lebih muda. Berebut, beradu taji dengan ayam-ayam jago yang lebih muda dan emosi masih membarabara. Ayam betina tua yang mengenaskan, jelek, keriput, sakit-sakitan. Tapi bukan begitu yang dilihat si pemuda tampan, bukan itu. Si ayam betina tua itu kaya raya, sebentar lagi mati. Bukankah sebuah keberuntungan yang tak diduga, kawan? Bukan sebuah kepasrahan yang diantarkan si pemuda tampan. Bukan sebuah kepasrahan pula yang diantarkan si ayam betina tua. Mereka saling menyedot darah satu sama lain. Darah muda di satu pihak. Darah uang di pihak lain. Begitulah cara mereka berbagi cintanya (atau sebuah penipuan yang manis dan menyegarkan?) dalam apartemen itu. Tapi bagaimanapun, si darah keriput berkokok itu telah membuat si tikus kecil tampan berperang dengan nuraninya. “Aku bukan gigolo, aku bukan pejantan, aku bukan pelacur! Aku hanya kehilangan beberapa detik dalam hidupku untuk kuhabiskan dengan wanita tua tolol itu. Uang hanyalah konsekwensi logis berikutnya, Goblok! Mau tidak mau harus kuterima. Ini bukan uang kotor. Dengan ini aku bisa mengajak pacarku kencan, jalan-jalan, beli pulsa, nonton dan beli sepatu baru. Ditambah lagi aku perlu sekali untuk meng- up grade komputer tua sialanku, yang sudah ingin kubakar dari dulu. Hanya kehilangan beberapa detik!” “Ya, beberapa detik yang apabila direntangkan bisa menjadi berjam-jam, direntang lebih kuat lagi bisa jadi berhari-hari. Dalam hari-hari itu kau tak ubahnya gigolo yang mengenaskan. Dalam matamu hanya tergambar lambanglambang mata uang. Bodoh!” “Tapi ini bukan urusanmu. Apapun yang terjadi, toh aku tetap senang!” “Ya, terserahlah, tapi jangan pernah menyesal dan rasakan akibatnya nanti, Gigolo Beracun! Kau belum tahu saja apa yang akan terjadi nanti. Kau akan senang?” “Berisik, pergi dari sini! Namamu saja nurani, definisi senang saja sudah salah kaprah ditafsirkan. Bodoh benar! Tak tahukah kau, tanpa ini hidupku hampa? Money is everything.” Itu dulu, sekarang apa boleh buat! Nurani hanya bisa tersenyum getir, tak sanggup menolong si pemuda tampan untuk mempertahankan gelar ketampanannya. Namannya jadi si tikus kecil lumpuh tanpa daya. Sepatunya sendiri telah menimpa 176 kepalanya dengan telak. Tinggallah dia sendiri, menyesal, meratap-ratap, berharap masa lalu itu tidak pernah ada. 22. Tarian hujan yang kupersembahkan tadi siang hanyalah ingatan-ingatan tentang seberapa jauh kemurkaan yang sudah kukandung dan kupendam selama tahuntahun terakhir ini. Ingatan-ingatan itu, asal kau tahu saja tiba-tiba menyeruak begitu saja. Kupikir semacam pengulangan tentang orang-orang yang pernah hadir di masa lalu lantas muncul kembali dalam tubuh-tubuh yang baru. Aku sadar betul bahwa hal ini adalah konsekuensi dari konsep singularitas yang pernah kupercaya. Aku tidak sedang membuat penjelasan logis dari deja vu. Tapi sedang mengadakan semacam simulasi tentang kejadian-kejadian yang tak kusadari penuh pernah terjadi di masa lalu entah kapan. Sebagai satu contoh; tentang mata seorang gadis yang sejak tadi menyorot terus padaku di kafe ini. Sorot mata itu kukenal betul meski aku tidak tahu siapa gadis itu. Gadis yang mungkin pernah kukenal di ribuan tahun yang lalu entah dimana. Aku memang sudah hidup jutaan tahun yang lalu dan entah telah berapa ratus ribu kali bertransformasi dan be-reinkarnasi ke ratusan ribu dunia paralel dengan kadar ingatan yang sangat minim tentang dunia yang ditinggalkan lantas memulai ingatan baru di dunia paralel berikutnya. Aku tidak mengingatnya sebab di duniadunia sebelum ini aku belum mencapai kesadaran tinggi seperti sekarang. Mungkin di dunia paralel berikutnya aku akan dilahirkan dalam keadaan mengingat penuh dunia yang kupijak sekarang sebab aku telah mencapai sebuah kesadaran tinggi dan pengetahuan yang tak terbatas tentang spiritualitas maha adi kesadaran. 23. Potret Diri Kekeringan menjaga musim untuk tetap berharap pada keinginan yang lalu. Dan tanpa sadar aku terus mengikuti semua pertunjukan yang Tuhan buat. Sudahlah, sedang persiapan 177 menuju kematian telah begitu matang. Hai, mata jalang! Bukankah kita hanyut dalam kubangan kehampaan hanyalah untuk mempertajam khayalan akan surga dan keyakinan? Ha... ha... ha.... Kau selalu tertawa sementara laci dalam lemari kacamu membikgong (niatnya mengembik tapi yang keluar dari mulutnya malah gonggongan) seperti kambing kerasukan ruh anjing. Lihat saudaraku! Kemantapan langkahmu membuatku terpuruk dan bertanya akan keberadaan Tuhan. Bukankah Tuhan Perkasa? Bukankah Tuhan bertanya apa kita siap menerima ketidakhadiran Dia? Ah.... saudaraku aku terus membaca dalam keheningan mataku dalam tertutup. Dan ketika kubuka mataku aku tertohok kedalaman pikir gilamu. Kau tahu? Tentu saja kawan, saudara, sahabat, bapak, anjing atau entah, iya toh? Dan aku berhasil meneriakan “Tuhan...!” dihadapan separuh kepala setiap kata-kata kepala. Kepala... kepala... kepala... kepada siapa kau akan berteriak menohok setiap jantung hingga menghentikan detaknya, sementara bunuh diri sudah menjadi begitu tabu untuk diungkapkan secara telanjang. Tuhan, untuk ini, Kaulah sahabat sejatiku, ketika semua telinga bahkan telinga rokok 234 filter dan lucky strike filter ku, yang sudah berabadabad menjadi anjing setiaku, pun sudah kehilangan pendengaran. Paris, Bandung, Jogja, Cianjur atau sebuah kota kecil di Grenada atau apapun atau entahlah....! Dimanakah bokongku akan terus dingin terduduk di atas pusaramu?........... O, H atau S atau terbang atau vampire atau kaya, Ah.... apakah selalu menghantui sifat Ketuhanan yang ada pada ujung jempol kakiku atau pada tali pusar yang tertinggal dalam rahim ibuku. “Tuhan...!” kembali aku berteriak panjang hingga sang detik mematahkan jarumnya sendiri. “Gairahku untuk bercinta denganmu semakin memuncak.” Normalkah Bisexkah Lesbiankah Gaykah Oedipuskah Electrakah Anjingkah Gayakah Trendkah Posmokah Existensikah Popkah. S selalu menghantui setiap kata yang terucap meluncur dari daging-daging yang 178 robek dan berteriak, “Tuhan, setiap memanggil namamu aku selalu terangsang....!” Saudaraku! (Mampus lu... gak bisa baca bagian ini!!!) 24. Sedikit Flash Back Mengenai Ingatan2 Cerio Dari Masa Lalu Bersama Termina Yang Mengerikan Itu Dalam Beberapa Fragmen… Terjebak Dalam Geliat Gergaji Anjing Hal terbaik yang pernah bisa kulakukan adalah memanggilnya Ratu. Saat- saat seperti itulah yang biasanya membuat wanita itu diam. Diam dari segala teriakan mengerikan yang selalu nyaris membuat kupingku berdenyut-denyut bahkan nyaris tuli. Oh Tuhan! Sayang, ratuku… kau mau secangkir anggur segar? Anggur ini akan segera menyegarkanmu, menyegarkan benakmu dari keinginan-keinginan purbamu. Lantas seteguk-demi-seteguk anggur itu diminumnya, menyeruak dalam perutnya, dihisap usus halusnya, menyerap dalam darah, menuju jantung, diantarkan ke otak, maka perintah senyum dari otaknya membuat bibirnya melebar, tersenyum, menggantikan teriakan-teriakan gilanya. Tenang, sayang, tenang ratuku, tahan senyummu, tahan sampai disitu, jangan kurangi lagi, ya, ya, great, benar teruslah begitu… Lalu tawanya meledak, merangkulku dengan erat, sangat lekat, penuh tenaga, membuatku hampir tak bisa bernafas. Bagus ratuku… bagus… Bicaraku tersentak berlarian berkejaran dengan nafas tertahanku, tersengal sambil terus berucap… Ya, ratuku, ya, maksudku memang yang ini … senyum yang ini, tawa yang ini, ayo, teruslah… Dan jangan ingatkan akan teriakannya… jangan pernah ada kata teriak mengumandang lagi dalam telinganya, butuh waktu berjam-jam untuk menghentikannya lagi, membuatnya tersenyum, membuatnya berhenti dan melupakan kesakitannya, kesakitan akan rindu terhadap segala hal yang menyelubungi otaknya, awan-awan kelabu… 179 Terhalang Dua Gumpal Awan Hitam Ratuku, mulai saat ini aku akan meninggalkanmu, tampaknya aku sudah muak dengan segala tingkah keratuanmu, selamat tinggal! Beranikah aku berkata seperti itu pada wanita itu. Siapkah aku menerima teriakan terakhirnya dan pasti paling keras? Bukankah aku harus siap agar segala intervensinya untuk diriku memudar hingga hilang? Sudahlah ratu, jangan bersedih, aku bukannya muak, tetapi ada beberapa hal yang harus aku kerjakan diluar sana. Akankah seperti itu jadinya? Atau seperti ini, seperti yang kuharapkan… Terimakasih, Ratuku, mudah-mudahan ini adalah hal terbaik untuk kita berdua bila aku pergi dari sini. Jaga dirimu baik-baik, Ratuku! Ah… aku muak memikirkan bahkan hanya untuk terlepas darinya. Tapi memang harus kuakui bahwa hal terbaik yang bisa kulakukan adalah memanggilnya Ratu. Bergeser Pada Wilayah Lain Pagi hari kami bangun bersama, memanaskan air, menyeduh kopi, duduk di beranda belakang dekat kebun mungil yang kami bangun dengan penuh kasih sayang. Dia menyalakan sebatang rokok sambil melihat kearah kebun, memberikannya padaku, kuhisap dalam-dalam, kesegaran pertama di pagi hari itu menyeruak melepas uap dari paru-paruku yang mengembun pada beberapa ingatan masa kecil kita berdua. Lantas dia menyalakan rokok lagi untuknya sendiri. Kami meminjam beberapa roman Edi Suhendro untuk suasana pagi hari. Tak ada hiruk pikuk sebab belakang rumah kami jauh dari jalan. Rumah kami besar panjang berhalaman luas, tampaknya sulit bahkan suara klakson pun untuk mencapai telinga kami di beranda belakang. Anak-anak kami, kami belum punya anak, ah ya, mungkin dalam khayalan kami, kami melihat anak-anak kami berlarian memegang selang air bermain menyiram pot-pot bunga dan rerumputan, riang, seriang masa kecil kami dalam asuhan nenek yang sudah meninggal saat kami masih di SMP. Apakah kau berharap untuk mempunyai anak Ratuku? Seperti juga yang sangat kuharapkan. Ya, Tuhan aku kelepasan berbicara begitu padanya. Seharusnya hal itu adalah awal pembicaraan yang paling buruk di pagi seindah ini karena seperti kuketahui 180 dan kualami sebelumnya pertanyaan sejenis itu akan merusak hari, apalagi pagi maka akan seharian penuh ini dia akan kembali berteriak histeris dan akan berhenti jika aku memberinya bergelas-gelas anggur. Astaga Ratuku, maafkan aku. Kumohon berhenti berteriak, please… sebentar, tunggu sebentar, akan kuambil anggurnya… Lantas aku berlari kearah bar di ruang tengah rumah kami mencari sebotol anggur terbaik yang kami punya. Astaga, aku lupa kalau persediaan anggur kami untuk bulan ini sudah habis. Aku tidak mampu lagi berbelanja sebab sudah 3 bulan terakhir ini gajiku belum dibayar juga. Aku sering bolos bekerja semenjak wanita ini jadi sering berteriak menjadi-jadi. Ya… aku harus menjaganya, menjaganya dari kematian yang selalu mendekati tubuhnya. Tak ada yang bisa kulakukan sekarang selain mendengarkan teriakannya di beranda belakang dan berpikir bagaimana mencegah kematian untuk pergi jauh-jauh dari tubuhnya… Chapter Eighteen Niskala’s Psychedelic Solitude (A Tribute to Gateauxlotjo’s Remembrall) -remixmencuri roti kadaluwarsa di supermarket terkutuk (oh, ibu peradaban apa yang membuatku menjadi seorang pencuri) setidaknya itulah yang kami dengar di pagi ini dari teriakan Ugoran yang semakin Melancholic Bitch pada malam-malam serunya di Jogja Gateauxlotjo memulai remix nya dengan scratching William S. Burrough di tahun 181 1943 pada Rembang pagi dan hembusan angin barat serta senyum sumringah para soul surfer di Ombak Barat yang manis atau Pantai Bandulu yang mengusirku dua tahun lalu dengan sundutan rokok Dji Sam Soe pada sikutku hingga membekaskan luka bakar tentang ingatan pada kulit Ayumi yang hitam sempurna karena matahari yang tak juga reda memancarkan serangan ultra-ungu pada bagian-bagian lemah tubuhnya saat Jack Kerouac meminang beat generation dengan On The Road dan mesin tik dan kertas-kertas panjang dan Cobain si anak muda spektakuler hidup lagi dalam buku-buku tua di lemari tanpa kaca Gateauxlotjo maka Niskala dan marijuana fantasinya mengobrak-abrik Jorge Luis Borges yang humoris dengan ketulusan seseorang yang berprofesi borgessian seperti aku yang terasuki Jim di tengah bising seperti dia yang terasuki Janis di tengah hening yang pernah bermain di tepian-tepian ingatan dan tak lagi diingatnya sebab terinterupsi deritan pintu ingatan terperih dari serpih murka ingatan tangis dari serpih durja ingatan perang dari serpih tinja meski kesucian pernikahan di dalam bath thub marmer pernah kami jalani dengan sangat tertatih pada hotel chelsea tempat Warhol dipuja dengan serbuan asap dupa dan lukisan naif Basquiat yang kutiru dengan coretan spidol merah hitam pada poster pameran Nandang Gawe di papan-papan promosi saat Bandung masih diwarnai darah-darah riang para performance artist yang tak pernah menamatkan kuliah seninya lalu kami semedi di pedalaman Utopia rimbun dibentengi deretan pohon sempur yang menjadi fosil 182 dengan ransel Eiger hijau yang membawa setengah hidupku di ketinggian lebih dari 3000 meter di atas permukaan laut dari pantai Rembang delirium vespertine nya yang memancarkan bau selangkangan gadis 50ribu di persenggamaan darurat sehingga terkadang hidungku protes dengan megap-megap karena polip ku yang membengkak tujuh tahun lalu ditandai antrian panjang truk-truk container sepi sepanjang jalan besar Daendels karena mesinnya tak lagi menyala karena negara tak lagi mampu mengatasi banjir pantura dengan tatapan para supir yang beruntung bila terjebak macet tepat di depan sebuah warung remang tempat para gadis pantura bersemayam bau selangkangannya berbaur dengan aroma laut yang menyengat dan ikan-ikan asin yang sedang dijemur sepanjang jalan pinggir pantai kehilangan kesempatan menikmati senja pantai Sawarna di selatan pada daerah kekuasaan Ratu Kidul atau sunrise suci di puncak Gunung Padang diantara tumpukan batu-batu gamelan dari zaman megalitik atau perjalanan pantai yang benar-benar menggairahkan dengan senyum ayahnya menghiasi sunset dan benang-benang pancing yang tersangkut besi-besi dermaga tak seperti ingatanku setahun lalu saat terpanggang teriknya pantai Seminyak- DoubleSix-Kuta atau saat Sanur menjadi sepi karena bom kedua meledak menghancurkan headline naiknya harga minyak dan memboikot para kawan bermegaphone di bawah jembatan layang Paspati saat waktu jadi kadaluwarsa seperti roti yang kucuri di supermarket terkutuk itu... say farewell to bandung meski Bono mengulang-ulang nama kota seperti New Orleans London Belfast atau Berlin di halaman hijau ibu angkatku di Nyuh Kuning Ubud serta lukisan pensil wanita bule cantik ayah angkatku di Ubud Raya 183 ketika senyumnya meredakan tangisan rindu di malam rabu sakral berbau kemenyan putih is everyboy in? is everybody in? is everybody in? dan mantra-mantra dari para dukun sakti di kaki Gunung Gede yang memberiku tongkat pejalan dari kayu kaboa serta batu wulung anti pestol peluru emas warisan Si Jiih dan inkarnasi Buddha pada tubuhku yang tak lagi lekang kebebasan seperti ketika penari aquarius itu nyaris kunikahi sebab erangannya tak mampu kubendung atau kitab-kitab kuning yang menelusup riang di setiap bagian permohonan para kiayi bergundik semarak dan kidung agung luntur bersama tangisannya...tangisan gereja yang dipalsukan Konstantin si cerdas berotak panjang say farewell to depok seperti ketika bulan dibelah Muhammad pemuda ganteng dari padang pasir Hadarac yang ditemukan Neil Armstrong pada video rekaan Hollywood agar Rusia tak lagi jaya atau Laut Tengah dibelah letusan Gunung Thera yang disembunyikan sejarah dan Musa menyeberangkan para konspirator sinting yang memporak-porandakan Aceh dan Sidoardjo dan SUNDA ISLANDS serta delirium ATLANTIS, meringis saat Great Wizard merayu Adam dengan jebakan khuldi suci yang terkontaminasi ambrosia serta ramuan rahasia yang tak pernah dibuka kemasannya meski tanggal di bungkusnya telah lewat ribuan tahun lalu yang disusupkan begitu saja saat ingatannya lengah sebab selangkangan Eve lebih banal dan libidinal dibanding Lilith si binal perayu sexy yang sudah ditolak dari sejak pertama kali ditawarkan lalu eden menghilang...bersama koak Bird of Prey berwarna hitam kelam dan parade kucing-kucing bermata kamera menyala 184 dan harus hancur 5 tahun lagi sebab para penciptanya menjadi animis pemuja anime atau Naruto say farewell to Java Land yang menjadi Java Sea say farewell to Sundaland yang menjadi terbalik pada Sunda Islands gara-gara kebodohan Plato membaca peta di Timeaus dan Critias mengundang intimacy para sufi dan sofi serta pembantaian dukun santet di Selatan pada tongkat sihir The Death yang nyaris direbut Dia-Yang-Namanya-Tak-Boleh- Disebut seperti yang dikatakan Rowling pada testamen nya "The Deathly Hallows" hail hail to the president of The Republic of Idiotnesia Raya lalu kaki Nas tertembak dan anaknya mati suci bersama pelukan kuat Ade Irawan lalu Karno tenggelam lalu Harto mati lalu Gateauxlotjo mengakhirinya dengan Seni Membunuh Koruptor pada malam kebesarannya di pesta Kudus pada buih-buih beer dan anggur asam dalam piala emas salute to Gateauxlotjo salute to Gateauxlotjo salute to Gateauxlotjo Niskala penyairnya membentangkan tangan memeluk erat pagi hari dengan senyum tertunda "ayo kita menulis novel bersama" aku mengingatnya pada pertemuan pertamaku dengannya pada dingin malam hari kota bandung seusai pertunjukan herry dim "Puitika Sampah" di salah satu sudut gelap cafe terminus ccf bandung dengan kesegaran kopi hitam yang untuk pertama kalinya kupesan. aku mengingatnya pada pertemuan keduaku dengannya pada sesak kereta ekonomi kahuripan menuju jogja seusai pertengkaran hebatku dengan salah seorang kekasih manja yang memintaku untuk tetap tinggal di bandung dengan sebatang gudang garam filter tengik dan omelan-omelan panjangku yang 185 di dengarnya dengan sabar aku mengingatnya pada pertemuan ketigaku dengannya pada panasnya jogja yang asing seusai pertujukan puisi pertamaku di viavia cafe yang gagal di hantam masalah teknis dengan sejilid buku Jorge Luis Borges yang menjadi kitab suci alternatifku aku mengingatnya pada pertemuan keempatku dengannya pada sombongnya depok dan kantin sastra UI seusai persenggamaan galauku dengan salah seorang kekasih yang nyaris direbut gitaris pembawa bencana berbibir sombong dengan sejumput kenangan parau yang dicobateriakan kembali melalui toa-toa butut peninggalan reformasi aku mengingatnya pada pertemuan kelimaku dengannya pada romantisme ubud dan hutan monyet seusai openmike flava lounge yang tak lagi menjadikanku idola rabu malam tak seperti malam-malam sebelumnya dengan sejumlah foto yang kupajang lekat di setiap folder visualku yang diambil kamera digital ibu angkatku aku mengingatnya pada pertemuan keenamku dengannya pada jalan-jalan kota rembang yang lengang dan mendung berbau laut seusai keputusanku untuk selibat yang kulakukan dengan tergesa sebab tak ada lagi sperma yang tersisa dengan sekantong tulisan yang kujejalkan pada flashdisk biru pemberian kakakku aku mengingatnya pada pertemuan ketujuhku dengannya pada rumah-rumah tua kota cina kuno lasem seusai keputusanku menulis novel bareng dengannya yang disusun rapi pada sebuah kalimat pertama dan kegilaan-kegilaan sastra dengan semangkuk candu yang disuguhkan seorang nenek tua berambut putih berbahasa bunga dan syairsyair cina 186 aku mengingat ratusan pertemuanku dengannya selama 9 tahun pada kecerahan kota fantasi yang kami bangun dulu seusai melihat senyum androginnya yang tulus dan dipenuhi literatur-literatur yang akan membuat komunitas-komunitas sastra terhenyak dengan ribuan ingatan bersama ratusan kekasih dan 3 delirium ingatannya pada Warhol, Cobain dan Miller serta konser bjork yang sengaja kami lewatkan dan akan kami sesali seumur hidup aku akan menyesali hidupku setiap detik bila tak pernah mengenal lelaki bernama Gateauxlotjo ini dan aku tahu di usia rentaku, aku takkan mengingat apapun kecuali ingataningatan bersama lelaki ini Chapter Nineteen Optimistic and Other Stories (Tentang 7 Orang Anak Muda Yang Selama Ini Dicurigai Sebagai Para Pencipta Novel EPISODE IV dan Seorang Lagi Sebagai Editornya) Optimistic (Melankolia pantat dan ingatan ke-100 Thom Yorke) P tiba-tiba datang ketika A menghantui gairah ke-6 pemuda itu. I bersenandung dengan kumis sexy-nya sambil menuliskan nama seorang gadis dengan huruf kapital di langit-langit benaknya. B menghembuskan nafas, menerbangkan satu huruf dari nama gadis yang ditulis I, sambil mengocok mulutnya dengan Beer Bintang yang 187 sudah ribuan tahun tidak menyentuh bibir nakalnya. J mengguratkan kerajaan cahayanya dibalik jaketnya – yang selalu melindungi dia dari tatapan rindu para gadis – sambil mengendus bau yang terlontar dari mulut B dan S. Saat itu S sedang meneguk beer traktiran tanpa sedikitpun menghentikan rayuannya yang ditujukan pada gadis yang ditulis I. F hanya memandang gadis itu, membuka catatannya, menulis laporan jurnalistik tentang mata gadis itu, menyerahkannya pada E, manggut-manggut, tersenyum sepi ke arah I. E meraih Lucky Strike kesayangannya yang berada di sebelah Franz–boneka anjing laut berwarna putih yang dia beli saat merindukan hantu-hantu berkerudung-sambil membuka catatan jurnalistik yang diserahkan F, membacanya dengan serius, asap mengepul dari hisapan keberuntungannya yang pertama. Aktifitas terhenti, tanpa suara, tanpa bicara. Sepertinya semua sudah jelas bagi mereka. Aku membuka sabuk, kupelorotkan celanaku berikut dengan celana dalamnya. Ada tanda (+) berwarna merah menutupi lubang pantatku. P tertawa. A menjerit. Aku terus menari. Lagu Optimistic terus terlantun dari TV di kafe itu. Semuanya sudah semakin jelas, sepertinya! E ikut bernyanyi sambil merangkul P dengan mesranya, "...if you try the best you can... if you try the best you can... the best you can is good enough...!" S dan B cemburu, tambah lagi satu botol! Photo-photo P dan proposal pengajuannya. P datang. E memandangi photonya. S mengelak. B memalingkan muka ke arah I sambil seolah-olah berkata, “Cantik lho!” J masih sibuk di kampus, tanpa kabar. F menghitung elakan S. A memijat kepala S, sepertinya itu yang sedang dibayangkan S. P pulang. E memasukan photonya ke dalam dompet Versace-nya. Anak-anak kembali merebah, kembali menuliskan nama seorang gadis dengan huruf kapital di langit-langit benaknya. E memandangi beberapa photo P, memasangkannya di album, disebelah drawing Iwan R. Ismael, postcard lukisan kumis Kahlo, gambar sampul belakang CD album Amnesiac, Radiohead. P lah yang paling cantik di halaman itu. E memperlihatkannya pada anak-anak. Aku : “Narsis!” (sambil terus membulatkan asap rokokku) 188 F : “Dahsyat, Man!” I : “Serius itu!” B : “Kamu beruntung!” S : “Saya cemburu!” (lalu pergi) E : “Kalian sudah lelah ya dengan posmo?” B : “Bukan begitu, tapi kamu beruntung!” (sambil memandang I) I : (dengan sangat bijak) “Aku pikir ini sangat serius!” (aku yakin I menulis nama gadis lain di benaknya) “Strange little girl…” Ada seorang seniman berjalan melewati meja tempat kami berkumpul sambil seolah-olah berkata, “Obrolan apa ini?” Dari catatan sebelum tidur P. Pagi. Dapatkah kubelai angin di kamar mandi? Aku membayangkan wajahnya. Dia menulis Episode IV seolah mabuk. Apakah Samantha itu diriku? Aku harus ke Body Shop, beli parfum baru. Seperti biasa mataku lelah. Omlet menghentikan teriakan-teriakan. Siang. Ujian belum dimulai. Bis kota memberiku waktu membaca cerpennya. Aku ngantuk. Dia lagi ngapain ya? Angin menghembus jendela, keras sekali. Seseorang berteriak minta tolong. Sore. Dia menunggu. Aku bercerita padanya tentang pagi dan siang kecuali tentang dia. Dia memandangi photoku, takjub! Malam. Nyokap ngerespon intuisiku. Aku menatap wajahnya di antara siluet lagu-lagu Titi D.J. 189 Kantuk menyerang. Buku merahnya kubuka. Apakah Samantha itu aku? Shubuh, adzan, pulas. Photoku terdampar di pasir putih pulau tanpa penghuni. Dari buku harian A. (tanpa tanggal dan tempat) Who’s that guy? Dari tadi dia menatapku. Aku selalu melihatnya tiap hari disini. Kuncen atau staff? Atau kursus? Entahlah! Ujianku sukses, mungkin bakalan dapet A. Cowokku belum juga nelpon, sialan! Aku kangen someone di jkt. Lagi ngapain yah? Hi, lg ngapain? Miss u! Gw terpuruk! Napa say? I need some helps How can I help u? chat? Yup,mIRC, dalnet, jakarta jam 9 malam nanti. Gw tunggu nick gw ^lara^ Ok, nick gw ^helper^ Aku harus masuk! Dosennya boring. Gambar-gambar wajahnya. Who’s that guy? Who’s that guy? Who’s that guy? La…la…la… F melamun. S jorok. J merenung. I tersenyum. B meringis. E memegang tangan P. Aku menuliskan mereka. A…? Ngapain ya? Ini selembar catatan hariannya, terlepas dan sedang kupegang. Kejutan-kejutan ulang tahun dan pertobatan kedua. Jeritan itu berbunyi sangat nyaring. Semua mata sontak tertuju ke arah sumber suara. Kecuali mata ke-enam pendekar. Mereka sedang membicarakan kerajaan cahaya J. S sedang mengemukakan pendapat malu-malunya tentang P. F akan 190 sangat merespon bila gadis itu bernama A. E terdiam sungkan, tidak enak dan sedikit bangga. I memandang J. B mendengarkan S sambil ngobrol serius dengan I. J sedang bersemedi dengan alam pikirannya. “Serius sekali mereka!” pikirku. Aku melirik E terus menerus sebab dia kelihatan salah tingkah sekali, mungkin sedang menunggu P datang. Sebab hanya dengan kedatangan P-lah maka pembicaraan mereka tentang P akan berhenti. Lalu B membuka pembicaraan baru tentang aura-aura. “Saat itu,” katanya, “warna-warna orang berbeda-beda dan akan membentuk sekuel yang bagus.” P datang, akhirnya! E terlihat sangat senang. Aku merogoh saku, menyodorkan korek pada S yang sekarang terlihat salah tingkah semenjak kedatangan P. B masih meyakinkan J dan kerajaan cahayanya tentang aura-aura yang dia lihat saat setelah menghisap ganja. F tertarik. A datang. “Ya Tuhan!” Hampir semuanya bilang kata itu dengan tertahan, kecuali P. Sebab dia cemburu. Sebab hampir semuanya selalu salah menyebut namanya dengan nama A. Tipikal wajahnya memang hampir mirip dan sama-sama berkacamata. Anehnya, F, si kuat kerja itu, tiba-tiba pingsan. E, si tukang gosip, curiga! Jangan-jangan F cinta sama A. Lalu E memeluk P yang jadi panik. A memesan minuman sebab dia sedang berulang tahun dan merayakannya sendiri. Berpindah rokok (from Lucky Strike to 234 Filter, again!) Pada akhirnya aku berpikir bahwa hal-hal itu bukan lagu ataupun soundtrack. J menambahkan dua sendok gula ke dalam kopinya sambil menggerak-gerakan ke lima jarinya dikepalanya. “Kita tidak melekat… kita tidak melekat…!” katanya. S sedang pindahan kamar. Kamar kontrakannya yang dulu digusur pengadilan, sengketa! Bukan lagu sebab hanya lirik-lirik tanpa nada dan alat musik. Bukan sound track sebab tidak ada film yang harus diiringinya. Kira-kira begitu yang dikatakan I kemarin, seperti biasa, hal itu diungkapkan dengan analisa kritis dan nakalnya. B bersimpati kepada S. E tidak sebab dia lebih bersimpati pada anak jalanan yang belum tentu bisa makan dalam setiap harinya. P menyatakan kangennya pada S, mungkin lebih karena keunikan S. E tidak cemburu. I baru datang, duduk dan bersalaman kepada kita. “Biar kelihatan formal.” katanya selalu. J tersenyum lalu meneguk kopinya, “Kita cair... kita cair...!” katanya. 191 E pergi ke toilet, bertemu A dengan tak diduga, kaget sebentar, tersenyum canggung. A hanya melirik sebentar lalu berkata, “Kamu rokoknya ganti ya?” Rupanya dia sempat memperhatikan juga. “Mungkin!” jawab E. A melengos pergi. E masuk ke toilet pria. F mengalunkan kakinya ke arah A. Entah kapan F datang. “Ini kusebut sebagai proses sinkron.” kata J tiba-tiba. E datang lagi lalu membakar rokok barunya, 234 filter. “Sebenarnya aku dulu selama 3 tahun merokok Djie Sam Soe filter. Lalu setelah itu berpindah ke Lucky Strike selama 3 tahun hingga sekarang juga masih. Ini hanya semacam bersnostalgia saja.” kata E cepat. P tersenyum. I dan B mencoba meralat kata “nostalgia” yang menurut mereka tidak tepat. F memandang A yang duduk di meja seberang bersama, mungkin, pacarnya. J mencoba meyakinkan F, “Itu bukan pacarnya!” Aura-aura dan gosip sore Aura-aura ke-6 pemuda itu sepertinya sedang tidak bagus, murung. P dan A tidak datang. Tak ada pembicaraan. I memelintirkan kumisnya. F memainkan imajinasinya, menyamar menjadi tembok. S sedikit mengantuk, membuyarkan fantasi F. J mengurut-ngurut keningnya, mengusap muka terus-menerus. B merajut rambut gimbalnya yang belum terkunci. E membulat-bulatkan asap rokoknya. Mereka semua menerawang hingga tiba-tiba A dan P datang bersamaan. Hanya kebetulan datang bersamaan sebab tidak mungkin kalau sengaja bersama. Tidak mungkin ke dua gadis itu akrab. Ke-6 pemuda terhenyak. Terawangan mereka buyar seketika. Sesungging senyum merekah di sudut bibir mereka tanpa disadari. J dan F memesan kopi. A ke toilet. B memesan teh manis. E mencium pipi P. I masuk ke perpustakaan. S menyalakan rokok sambil menghirup kopi punya J. Aku duduk di meja yang berbeda. F memandangi mata A. Aku menghampiri A dan duduk dihadapannya. B dan S membicarakan mariyuana. Aku merayu A untuk duduk di meja bersama kita. I datang membawa novel karya Milan Kundera. Aku dan A pindah meja. Kita semua akhirnya berkumpul di satu meja besar di kafe itu. TV menayangkan acara infotainment. 192 Sejenak suasana hening tidak ada yang memulai pembicaran. E mencoba memulainya dengan topik bukunya Milan Kundera yang dibawa I, tapi malah menjadi sebuah monolog karena hanya E yang sudah membacanya. P bete, ada A disana. A bete, ada P disana. Suasana jadi kering lagi. J mencoba membasahinya dengan mengajak kami semua bermeditasi sejenak. Setelah meditasi, A bertanya kepada F tentang sejauh mana perkembangan novel yang sedang mereka garap. F terkaget dan malah memandangi wajah A lekat-lekat, takjub dan pasrah. E tertawa. Mereka semua tertawa. Suasana menjadi cair. Mereka mulai berkomunikasi dan obrolan beralih menjadi gosip sore. Nervous, kafein dan kalung gaul “Aku tak bisa tidur tadi malam,” kata F, “kebanyakan minum kopi, sepertinya.” Aku yakin bukan itu masalahnya. Wajah F seperti mengatakan dia kangen seseorang, mungkin pacar barunya atau A? B kelihatan agak salting duduk berdekatan dengan P. Lalu B berbicara dengan F tentang pameran Wahyu Srikaryadi “EROS”. P hanya memandang E, tersenyum, seolah mengatakan kata “sayang” dengan amat lugas. E menangkap hal itu. Aku belum melihat pameran itu, aku hanya menulis. E meniup mata kalung P yang berbentuk peluit kecil. Suara nyaring peluit mengumandang. Ayam-ayam ikut kukuruyuk. Semua orang di kafe itu sedang membicarakan Bandung Art Event (BAE). Seorang pengamen datang bersamaan dengan kedatangan I yang sedang sakit mata. “...separuh nafasku... terbang bersama dirimu...” B memandang P masih dengan nervous-nya. E pergi ke toilet. Berbagai kearifan muncul di sore itu, J datang menyembuhkan kelelahan F dengan mentraktir segelas kopi. “Dia memang sudah layak menjadi nabi,” kata E, “salah satu karakteristik nabi adalah selalu menjadi penyembuh, dari hal itulah maka para nabi mendapat legitimasi dari para pengikutnya.” Lalu E memesan kopi juga dan segelas teh manis untuk P, “te-in!” “Kadang-kadang kopi bikin gue nervous lho!” kata B sedikit berbisik padaku. “Itulah sebabnya kamu gak pesen kopi?” “Ya, mungkin. Tapi sekarang gue nervous juga sebab ada dia.” Jawab B sambil menunjuk P secara sembunyi-sembunyi. “Jadi ada dua yang bikin kamu nervous, dia dan kafein?” 193 “Yup!” S datang membawa kesegaran baru, Menanam Pepaya. Ada burung namanya Cangkurileung, makanan favoritnya pepaya. Keunikan dari burung ini selalu makan sambil berak. “Ada yang melihat Si Cantik?” S menanyakan A pada kami. P membuang muka ketika pertanyaan itu terlontar. E tersenyum. “Tidak!” jawab B. “Berarti saya harus memesan kopi.” S mendatangi meja kasir. Aku baru melihat bahwa J memakai kalung seperti tasbih di lehernya. Nabi dan Gaul; “Nabi Gaul!” Start Writing “The beginning... One of us is a delicious party guy. So we didn’t have any big deal because of it. The End...” I bercerita tentang prosedur penjualan newsletter dalam bis kota antar kampus. A baru pulang dari bali membawa beberapa proposal produksi baju bikinan para binan di Q-Bar Kuta Bali. F mengacaukan rencana E dengan memperlihatkan sketsa Media Attack, Multi-Media Performance, dan berlari-lari sambil berganti baju. J meneruskan melankolia-nya dengan berdebat hal yang itu-itu juga bersama S. Beberapa teman A melihat E menulis sambil tertawa-tawa senang. Satu botol Coca Cola tumpah, pecah, bertaburan. Photo P memandangi E dengan serius dan senyum yang itu lagi, tetap seperti itu. Seekor burung Cangkurileung mematuk-matuk pepaya masak bersamaan dengan keluarnya kotoran dari lubang pantatnya, masih berwarna merah. Amin Rais terus berteriak di TV di kafe itu, masih kafe yang sama. Seekor nyamuk menyedot darahku, mati, ditepuk salah seorang teman A. B menghisap wacana rasta. Kerak-kerak langit di sore itu Selalu hanya pernah dua kali dia menatapku seperti itu. “Affair isn’t good, but it’s so cool. Don’t push me to have an affair with you ‘cause i’ll be so happy!” kataku padanya. Tapi dia tetap ngotot untuk mengajakku berselingkuh. Apa boleh buat! Tapi itu kemarin sore. Sore ini F datang dengan tergesa. Sepertinya baru selesai meliput berita. S 194 menyambut F dengan hangat. “Ada apa setelah mati?” tanya F, retorik. E datang tanpa P. S masih memalingkan muka. Lalu P datang menyusul E. P menyapa S dengan hangat. Akhirnya S lebur dan kembali hangat. “Aku muak!” kata E. “Nominal uang sekarang jadi sangat kecil.” I baru keluar dari perpustakaan lalu ngajak main kartu ke S. “Aku tidak suka main kartu!” kata E. “Aku juga!” kata S tegas. E memandang P. P mengajak I main sulap-sulapan kartu. F merebah di kursi. Semua diam kira-kira 5 detik. J datang, terlihat 5 menit lebih muda. Pertanda baik! Aku mendekati E. J mendekati F. P mendekati I. B mungkin sedang kencan bersama A, sepertinya itu yang dikhawatirkan F dan S. S mendekati P dan sedikit merajuk. “No problem!” kata entah siapa, yang lewat di depan kami, pada temannya. Langit sedikit cerah. B datang tanpa A. S dan F terlihat lega. “Tadi aku ketemu dengan Si Cantik dan lantas dia minta ditemenin makan siang.” Kata B, sepertinya dia tidak bohong. S dan F setengah tidak percaya sambil menepuk kening, berbarengan. “Sinkronisitas!” kata I. Langit menjadi mendung. B meneruskan cerita tanpa merasa berdosa, “Memang tidak dosa!” E dan P pergi. Lundy, Fastnet, Irish Sea I want your side Nowhere to run This is not open I look that sea Don’t bother me This is not open You’re living in the fantasy Aku merogoh keabadian. Mengungkap beberapa ide untuk masa datang. Lalu menyerahkan semua itu pada tangan. Tapi itu kemarin. Sore ini yang pertama duduk di meja itu adalah I. F menyusul lagu-lagu itu, 195 Idioteque, Army of Me dan Bird of Prey. S, B, J, E dan P-nya, dan ... “Si Cantik, Men!” F tak sadar telah berteriak, membungkam mulutnya sendiri. “Ups!” kata S. Bel telah berbunyi. Anak-anak mulai berdiskusi. Aku menyebutnya “anak-anak” sebab mereka selalu menamakan dirinya Play Group. Mereka membicarakan, entah untuk keberapa kalinya, novel yang sedang mereka garap. Dan, tentu saja, wanita yang sedang kugarap. Obrolan terhenti ketika tiba-tiba E pergi dengan wajah masam. P mengejarnya. Entah apa yang sedang terjadi pada mereka, sepertinya ada masalah yang cukup besar. Tapi aku tidak mau mencampuri urusan mereka, meski kata B, “God is just for Sunday, Gossips is everyday!” Dan pada kenyataannya obrolan beralih ke ngomongin E dan P. A memisahkan diri. Aku menyusulnya. Sepertinya sekarang A yang cemburu. A memalingkan mukanya padaku, memandang sunyi, unpredictable. A tetap diam. Anak-anak terus bergosip. Aku menuliskan sorot mata A di dalam tingkap ingatanku. Chaos bukanlah masalah besar Tiba-tiba satu amplop besar diserahkan kepadaku. Aku terkaget, dari A! Kubuka amplop itu. A menyerahkan tulisan jauh sebelum deadline dan bahkan anak-anak yang lain belum pada selesai nulis. Bahkan B belum menulis apa-apa. Ada secarik surat kecil dalam amplop itu; 19 Agustus 2001 Maaf berat ya... Kuliah gue terlalu padat semester ini. Kalau ada pesen yang mau disampein, berdoa aja, mungkin gue bakal tiba-tiba dateng nyamperin elo. HP gue belum bisa dihubungin siapa-siapa kecuali keluarga gue. Btw, terserah cerita ini mo’ diapain, yg penting gue udah nyampein ke elo sebelum deadline, right?! Oh iya... kalo masih berminat untuk ngebahas bareng-bareng yg lain, kasih tau tempat & waktunya via doa ya...! Gue pasti denger kok. Salam dan maaf sebesar-besarnya buat yang lain. Wassalam Kubuka tulisannya, kubaca, “Keren, Man!” 196 F penasaran, diambilnya halaman pertama, “Kupegang halaman pertamanya, kubelai rambutnya!” Lalu dia mengambil semuanya, “Kupegang semuanya, kupegang hatinya. Lembut tapi menusuk bagai jarum ke mataku!” “Gila, gua juga gak nyangka!” kataku. S datang, kuserahkan surat itu padanya, tapi tidak tulisannya, masih rahasia! “Keren..., keren..., seolah chaos bukan lagi masalah besar!” Harganya hanya seribu! “Aku cemas, aku cemas!” kata I suatu sore, “aku takut terjadi sesuatu pada Si Cantik. Dia gak pernah datang saat setiap kali kita kumpul.” “Tenanglah!” kata E, “Dia kan sudah nulis surat buat kita agar kita gak cemas.” “Gimana proyek novel kita?” kata E mengalihkan pembicaraan. “Aku cemas, aku cemas. Deadline-nya terlalu cepat. Ini novel besar, proyek besar. Aku tak ingin orang hanya menghargainya dengan uang seribu.” “Seribu dolar sih tak apa!” Sampai saat itu memang belum satupun dari ke-7 anak muda itu, kecuali A, yang menyerahkan tulisan untuk mereka bikin novel. Novel absurd, kata mereka. P tidak termasuk dalam “Play Group” itu. Gadis itu hanyalah sedang menjalin hubungan serius dengan E. Cantik memang, sempat membuat 5 anak lainnya terpesona. A tidak pernah terlihat begitu cemburu meski kadang sebenarnya cemburu juga. A cantik, berwajah mirip P. A cool. P rame. A cerdas. P pintar. A kuliah arsitektur. P kedokteran gigi. Gigi A rabbit. Gigi P bersih rata. A tidak mencintai E memang, meski kagum. P tidak begitu mencintai E, meski kagum. Kekaguman P dan kekaguman A pada E terletak pada titik-titik mirip. E menurut istilah A adalah “possible adore”. E menurut istilah P adalah “possibly adorable”. Maksudnya, akupun tidak begitu mengerti. Aku hanyalah orang lain yang akan meng-edit novel barengan dari ke-7 anak muda itu. Yang, kalau boleh aku membocorkan, pada akhirnya hanya A yang menyerahkan tulisan sebelum deadline. Yang lainnya telat semua. Aku menyebutnya “para pengkhianat deadline”. 197 Gunung adalah gunung dan sungai adalah sungai J menumpuk buku-bukunya yang berantakan. Meditasi, kundalini, feng shui, yoga, zen dan buku-buku tentang penyembuhan lainnya. Kaset itu sudah berulang kali diputar J. Not-not dan lirik-liriknya sudah dia hapal betul. Enya, Voyage, Inspirational Moment, Kitaro dan kaset-kaset New Age lainya, gregorian lainnya, “Jadi Nabi berarti harus jadi penyembuh. Agar legitimate, Dik!”. J sedang membangun kerajaan cahaya melalui metode-metode penyembuhan yang dia buat. Sahabat karib dan teman ngobrol yang paling setia dengannya adalah S. S yang rasional dan selalu berpikir logis merupakan semacam guru spiritual bagi J. J memang bijak dan seperti Nabi sungguhan. “Aku harus membuat sebuah pusat penelitian tenaga hidup untuk membangkitkan Maha Adi Kesadaran! Setelah itu akan terbangun kerajaan cahaya.” Judul skripsinya adalah: “Meditasi sebagai salah satu alternatif komunikasi terapetik untuk meningkatkan mutu kesehatan hidup.” Ditolak oleh dosen pembimbingnya sebab dalam program studi Ilmu Komunikasi tidak ada parameter untuk hal itu. Akhirnya J tidak lulus-lulus kuliah padahal umurnya sudah 26. Wanita yang menarik hati J, bule itu, anak BIS. “Cantik, Dik!” semua teman adalah adik baginya. “Aku melihat gadis itu memiliki energi ketahanan yang luar biasa!” “Maksudmu?” “Gadis itu cantik, harus ada energi besar untuk menangani pandangan, tawaran bahkan ajakan lelaki yang tidak semuanya harus dia terima. Dan kelihatannya dia baik-baik saja.” “Atau mungkin karena tidak ada laki-laki yang cukup bernyali untuk mendekatinya? Akhirnya dia jarang menerima serangan lelaki?” “Itu justru akan membuat dia tidak kelihatan baik-baik saja. Dia merasa dirinya cantik, putus asa dan distress untuknya bila tidak ada satupun lelaki yang mendekatinya. Jadi sangat mungkin energi ketahanan itu dia peroleh justru dari seringnya lelaki menyerang dia.” “Harus lelaki yang energinya lebih besar untuk mendapatkannya?” “Ya tapi tidak selalu. Besar pun kalau tidak sinkron tidak akan berpengaruh apaapa.” “Sinkron, maksudmu?” “Energi itu memiliki warna, setiap orang memiliki warna energi yang berbeda- 198 beda. Hanya yang mampu melakukan peleburan warnalah yang akan mendapat kasih dari orang lain.” “Aku semakin tidak mengerti.” “Adik tidak harus mengerti. Rasa-lah yang harus berperan untuk mencerap ini.” J memandangi gadis bule itu. Dalam beberapa detik gadis itu melirik ke arah J dan tersenyum. Dengan sangat tenang J berdiri dan melangkah ke arah gadis itu. Halte waktu S adalah seorang mahasiswa hukum yang tidak lulus-lulus. Hidup dalam lingkungan kost anak muda versi sex-drugs-rock ‘n roll. Berlatar belakang keluarga tradisional normatif. Berbagai macam pertanyaan yang menyangkut apapun selalu terolah dibenaknya. Dia menanyakan lagi kepada teman-temannya, jawaban teman-temannya adalah sumber untuk diserang balik berupa pertanyaan olehnya. “Kenapa kita hidup, untuk apa kita hidup, apakah kematian adalah satusatunya tujuan hidup?” secara variatif pertanyaan-pertanyaan itu selalu muncul darinya. “Apa itu Tuhan, bagaimana cara menanam pepaya, kenapa orang itu memakai gesper?” “ Aku mahasiswa hukum tapi sangat membenci hukum, harus ada seorang generalis!” “Bagaimana aku akan menjadi praktisi hukum yang handal kalau setiap kali debat aku harus mengalah, walaupun sebenarnya aku salah!” Kronologisnya seperti ini : 12.00 WIB : Ron mabuk berat di sebuah taman bersama Rik 12.30 WIB : Ron berpisah dengan Rik menuju sebuah toko buku 13.00 WIB : Ron mencuri 5 buah buku dari toko buku itu 13.15 WIB : Ron ditangkap. Rik gelisah 13.30 WIB :Rik bersama S datang ke ruang satpam, mencoba kompromi membebaskan Ron 13.45 WIB : kompromi gagal, polisi datang membawa Ron ke kantor Polsek 13.50 WIB : Den, seorang teman Ron, mencegat mobil polisi ditengah perjalanan dan melemparnya dengan batu, sambil berteriak agar Ron kabur. Polisi menodongkan senjatanya ke arah Den. Den lari. Kaca mobil polisi itu pecah. Setelah itu keadaan menjadi tidak menentu, waktu berubah menjadi buruk, 199 kronologis jadi kacau. Polisi berbaju preman berdatangan, Rik dipukuli dan ditangkap. S dipegangi satpam sambil melihat Rik dipukuli. Seorang satpam menunjuk-nunjuk Rik, “dia yang melemparnya, dia yang melemparnya.” S dibawa ke belakang ruang satpam. Rik bertato-tato, berdarah-darah. Para polisi terlihat lebih dari sekedar semut yang mengamuk. S berteriak “Hentikan!” sambil tidak mengerti apa yang terjadi, seorang polisi memegangi Rik. Yang lainnya terus memukuli wajah dan menendangi tubuh Rik. Rik meninggal seketika dengan kepala pecah. Seorang polisi melemparkan pipa besi berlumuran darah. Satpam melepaskan S sambil terkaget. S memeluk tubuh Rik yang sudah tidak bernyawa. Para polisi terlihat kaget dan syok. Waktu terhenti. Darah mengalir. Kereta kucing I seorang penyair, terkenal sekali sih tidak, tapi cukup terkenal di kalangan penyair seusianya, awal 20an. Tenang, nakal, berkumis baginya merupakan sebuah ideologi, gaya hidup dan pembahagia, maksudnya menambah kepercayaan dirinya. Pernah suatu kali dia mencukur habis kumisnya. “Badanku jadi demam, menggigil, aku tak berani keluar rumah. Tapi aku jadi produktif bikin puisi. Kok, rasanya mood banget!” Dia yang pertama ngusulin bikin novel barengan. Respon bagus diterima oleh E. Lantas E mengumpulkan ke-4 pemuda lainnya. Aku mereka ajak setelah itu untuk menjadi editor, dengan syarat : jangan ada yang diedit! “kau hanya tinggal merunutnya jadi satu kesatuan, sinkron!” Suatu hari I seperti menahan tangis. B menghampiri I bertanya kenapa, di meja itu. “Enyahlah dari hadapanku mati tadi pagi. Keracunan makanan” “Oh..., sabarlah. Kan masih ada 3 lagi.” “Tapi dia yang paling lucu!” Ke-4 pemuda lainnya menghampiri I di meja itu menepuk-nepuk pundak I. “Sabarlah... sabarlah..., kau pasti mampu menghadapi cobaan ini.” I adalah penyanyang kucing. Sebulan yang lalu dia baru membeli 4 ekor anak kucing di pet shop, 4 ekor anak Anggora ras asli. Dia memberi nama kucingnya masing-masing: - Enyahlah dari hadapanku - Aku mencintaimu sungguh 200 - Sepi itu keabadian - Suprapto Aku jadi teringat sebuah cerita dari China: “Suatu hari di sebuah sekolah dasar di China... Ah, sudahlah! Sekarang I sedang merencanakan pernikahannya dengan seorang wanita yang juga penyair. Inikan lebih penting. Memang I tidak pernah terlihat gatal sama wanita tapi, buktinya dia yang duluan nikah. Entah kenapa, memang selalu begitu. Selalu yang kelihatan paling dingin sama wanita yang akan cepat-cepat nikah. Sebenarnya aku punya penjelasan psikologis dan sosiologis tentang hal ini tapi ya sudahlah, biarkan para ahli yang menjelaskannya. Rastafara is my life B menggimbal rambutnya saat rambutnya cukup panjang. Dia sudah berencana menggimbal rambutnya sejak dulu namun saat itu rambutnya masih pendek. B tidak ingin memakai rambut gimbal palsu yang disambung ke rambut pendeknya seperti saran teman-temannya. “Gimbal palsu, meski dibikin dari rambut asli, tetap tidak sama dengan gimbal asli. Lebih repot ngurusnya. Itu kan rambut mati, kayak wig, jadi suka bau kalau salah ngurusnya. Belum lagi bisa menimbulkan penyakit di kulit kepala. Semacam kutu yang tinggal di balik kulit kepala. Semacam borok menahun. Ngeri!” begitu katanya sambil berjengit. Sekarang saat sudah gimbal, tulisannya semakin liar, entah kenapa. Mungkin sekarang intensitas dia menghisap ganja jadi semakin tinggi. Dari dulu dia memang penulis, tapi tulisannya tidak seliar sekarang. Musik yang dia dengarkan sekarang jelas reggae dan nabinya jelas Bob Marley. “Dengerin musik reggae sambil nulis dalam pengaruh ganja itu seperti sebuah surga yang lain yang sama sekali tidak artifisial.” Katanya sambil mengutak-atik rambut dread lock-nya. Men-dread lock rambut yang baru tumbuh menjadi kebiasaannya yang lain sekarang. Kebiasaan yang dia lakukan yang kadang sudah diluar kesadaran dia. Bahkan saat dia lagi tidur pun tangannya nempel di kepala sambil menguncingunci rambutnya. “Kelebihan lain dari rambut gimbal adalah, kau tidak perlu tidur memakai bantal, 201 karena rambutmu bisa kau jadikan bantalan. Hanya memang pada saat-saat tertentu kepalamu bisa jadi lebih berat meski akhirnya itu jadi hilang oleh kebanggaanmu mempunyai rambut gimbal.” Gue kepengen punya rumah dipantai dan hidup disana, maka lebih lengkaplah surga gue!” katanya mengakhiri pembicaraan sambil pergi mengikuti A yang sejak tadi nongkrong di kafe tanpa sedikitpun menoleh pada B. “Tunggu sebentar, aku ada perlu, ada beberapa hal yang kepengen gue bilang ke loe!” B berteriak pada A. Playboy gagal, lelaki binal, manusia sial Begitulah julukan yang diberikan teman-temannya untuk E. Julukan itu sangat paradoks dengan keadaan E yang sesungguhnya. Teman-temannya menjulukinya hanya karena julukan itu sangat ber-rima. E sepertinya adalah gambaran Niskala dalam dunia nyata, jadi aku tak perlu menerangkan lebih jauh tentang E. E berpacaran dengan P belum lama, hubungan mereka sangat dipenuhi dengan pertengkaran lantas setelah bertengkar mereka mesra kembali. Hubungan E dan P sangat tidak disetujui oleh teman-temannya, hanya karena E lebih pantas mendapatkan yang lebih daripada P, meski P sangat cantik semua setuju apabila E berpacaran dengan A. Tapi tentu saja akan banyak orang yang cemburu. Huntu saawak-awak F adalah yang paling aneh dibanding dengan yang lain. Kebiasaannya adalah menyamar menjadi benda-benda yang ada disekitarnya. Misalnya, menyamar menjadi cecak, menyamar menjadi tembok dan lain-lain. F seorang jurnalis, penyair juga seniman performance. Dia akhirnya tidak memilih ke-3 profesi itu. Dia sangat terkagum pada E yang punya kemampuan lebih untuk urusan wanita. Dia akhirnya memilih menjadi Playboy sukses meski wajahnya sangat tidak mendukung. "Tapi kan Cassanova juga tidak tampan, sangat tidak ideal malah. Buktinya banyak cewek yang ngejar-ngejar dia!" 202 Chapter Twenty Friend’s Fictions And Testimonials (Karya-Karya Yang Dipengaruhi Oleh atau Didedikasikan Untuk Niskala dan Novel EPISODE IV) Catatan Editor Wilayah hiper-realitas ternyata mempunyai lawan yang cukup tangguh, meski tidak populer, wilayah itu kunamakan hiper-imajiner. Imajinasi, seperti juga realitas, bisa mengalami penumpukan-penumpukan, penyalipan-penyalipan bahkan juga bisa merasuk ke dalam realitas atau imajinasi seseorang. Dalam hal ini dunia fiksi sahabat-sahabat Niskala, bahkan merasuk ke 203 dalam realitasnya juga untuk beberapa sahabat, sehingga terjadi sebuah irisan atau pertautan dua buah fiksi lantas menjadi dunia baru yang eksis dalam kepala kami (mungkin nanti anda). Dunia fiksi dalam novel Episode IV ini terus berkembang ketika ada banyak karya-karya dari banyak orang dan orang-orang ini memiliki hak-hak absolut untuk cerita, bentuk dan tokoh-tokoh yang mereka buat. Bahkan sah apabila ada klaim bahwa novel ini pada akhirnya milik bersama. Kalau Tolkien menciptakan dunia fiksi Lord of The Rings sendirian dengan kepalanya sendiri, maka dunia fiksi Episode IV tercipta oleh banyak orang dengan banyak kepala, meski pada awalnya diciptakan oleh Niskala sendiri. Novel ini menjadi terurai dan cair dengan karya-karya tribute-nya. Ini adalah sebuah perayaan fiksi yang layak kita rayakan bersama. Fiksi ini milik kita semua! Terima kasih untuk Gateauxlotjo yang telah membantu saya meng-edit karya-karya ini dan telah mengenalkanku pada Borges dan Tlon, Uqbar, Orbis Tertius. *Bersulang… Regards EVA IFANYA Tentang Sangkuriang Dan Beberapa Hal Yang Selama Ini Kusimpan; PADAM! Oleh : Heaven Allirrun Bagian Pertama: Sangkuriang, Glossolalia Lelaki Tua dan Selinting Bako Mole Sebagai informasi yang cukup penting, lelaki tua yang akan saya ceritakan dibawah ini sebenarnya adalah seorang tokoh sejarah yang sangat berpengaruh dalam perkembangan penemuan manuskrip-manuskrip sejarah sunda. Penemuannya itu masih terus dipakai sebagai bahan rujukan di beberapa jurusan sejarah di kampus-kampus, baik di Indonesia maupun di luar negeri, 204 terutama Belanda dan Perancis. Meski beberapa puluh tahun kemudian, banyak teorinya yang dibantahnya sendiri melalui penelitian-penelitian barunya. Penelitian barunya ini terkesan emosional tapi menurut saya malah lebih akurat dibanding teori-teori sebelumnya. Gara-gara kesan emosional ini, kaum akademisi pada akhirnya tidak terlalu menganggap teori-teori barunya. Mereka menganggap bahwa Si Tua ini sudah pikun dan mulai “merengek-rengek seperti anak kecil”. Hingga akhirnya Si Tua ini tidak lagi diketahui rimbanya di dunia akademis dan beberapa desas-desus mengatakan Lelaki Tua ini berkeliaran di jalan dengan hanya memakai celana dalam dan baju rombeng. Meski hanya rumor, seorang teman yang sangat tertarik dengan sejarah sunda mencoba melacak kebenaran ini dan katanya dia berhasil menemuinya. Niskala, nama teman saya itu, menceritakan pertemuannya dengan Lelaki Tua ini lengkap dengan semua detil percakapan mereka pada saya beberapa waktu yang lalu. Berikut ini adalah saduran saya dari pertemuan dan percakapan mereka dengan efek dramatis yang saya ciptakan, tentu saja dalam bentuk narasi agar bisa lebih dinikmati sebagai sebuah karya fiksi. Tokoh “aku” dalam cerita dibawah ini adalah Niskala. Saya sengaja mengubah subjek menjadi tokoh aku karena saya mencoba memakai sudut pandang Niskala dalam penggambaran ceritanya. Selama ini saya memang selalu terkagum pada sudut pandangnya dalam melihat sebuah kejadian. Provokatif. Misterius. Sinting! :D Seorang lelaki tua, meski tidak berkarat, kau bisa melihat ketuaannya melalui mata mapannya, tajam, bijak dan sedikit merengek khas orang tua, menghembuskan asap bako mole berlintingkan daun kawung berbau 5 dekade lalu yang membawanya pada sebuah pelaminan sakral tanpa teksteks terjemahan, yang membawaku pada saat-saat kota Bandung masih memiliki ribuan pohon rindang dan kereta kuda berlalu lalang, sejumput memori, kematian Daendels, berderet-deret heritage, pakaian vintage dan sebuah kata baru yang begitu halus dari majalah Poesaka Soenda. Ia mengerutkan keningnya yang terbangun oleh sejarah dan bentuk-bentuk huruf Kawi yang dimulai oleh ha dan diakhiri oleh ngha. Sejarah yang begitu 205 disesalinya. Begitu tidak inginnya dia mengingat itu seperti kau tidak ingin mengingat seorang wanita yang kau pikir begitu mencintaimu tapi kau pernah memergokinya bercinta dengan lelaki lain dan lantas saat itu kau memberikan apologi atas tingkahnya itu meski sebenarnya kau sangat ingin membunuh keduanya saat itu juga tapi kau tidak melakukannya karena kau mencintainya, yang ada dalam pikiranmu adalah menyodomi laki-laki itu hingga laki-laki itu menyesal pernah lahir ke dunia. Kira-kira seperti itulah yang ingin dilakukannya pada Belanda yang pernah bercinta dengan leluhurnya yang dia pikir sangat mencintainya tapi dia memergoki percintaan itu dengan telak dan lantas saat itu dia memberikan apologi atas tingkah leluhurnya itu meski sebenarnya dia sangat ingin membunuh keduanya saat itu juga tapi dia tidak melakukannya karena dia mencintai leluhurnya dan seluruh peradabannya yang sudah terperkosa itu, yang ada dalam pikirannya adalah menyodomi Belanda hingga Belanda menyesal pernah menginjakan kaki di tanah Sunda yang begitu dicintainya. Belanda mengubah seluruh sejarah leluhurnya (yang sudah ribuan tahun dibangun melalui tradisi lisan) menjadi teks-teks tanpa ruh menggelayuti berbagai kaitan makna dan kata, semewujud kehambaran itu sendiri, sehambar keheningan artifisial yang diciptakan oleh kejemuan yang memadat hingga nyaris mati, menyebalkan sekaligus memuakkan, membuatnya serasa ingin muntah seperti minum berbotolbotol wine padahal yang diminumnya hanyalah segelas lemon squash dingin dengan kadar soda dan tingkat keasaman yang masih tinggi, seharusnya membuat otaknya justru menyegar saat itu tetapi tidak karena rasa asam dan soda malah terinterpretasi dalam kepalanya sebagai berbotol-botol wine. Cerita-cerita seperti Sangkuriang, Kabayan, dan Dalem Boncel mengalami perubahan pada setiap generasi akibat kecenderungan improvisasi yang sewajarnya dilakukan oleh kepala dan lidah berubah menjadi baku karena tulisan (teks dan konteks) yang dipaksakan agar -seolah akan- abadi. Padahal yang terjadi malah membusuk dan abadi dalam keterbusukannya, terus melusuh seperti bukubuku tua di perpustakaan penuh debu, tak terawat, berbau kematian para penulis. Kering improvisasi, kering reduksi, kering diksi. Ia, menurut ceritanya, tidak pernah mengenal huruf-huruf dalam tradisi leluhur Sunda. Meskipun banyak ahli 206 yang sok tahu mengatakan bahwa Sunda memiliki tradisi tulisan dengan hurufhuruf sanskrit. BullShit! Saat itu segala hal mengalir, pengetahuan mengalir dari satu mulut ke mulut lain tanpa pernah menjadi baku. Bahasa bagaikan air, mengalir dan luwes mengikuti tempatnya berpijak. Kata-kata seperti angin, menghembus… dia menyulut lintingan barunya yang tersusun rapi dalam sebuah kain bersablonkan 345 dengan garis plesetan dari kertas rokok Dji Sam Soe, berbau sapi betina yang baru diperah susunya, menguik… Huruf-huruf itu dijejalkan kedalam otaknya seperti sampah busuk, memprovokasinya, meracuninya, menggilasnya menjadi serpih-serpih tinja, dan mengotori seluruh bagian sejarah yang pernah dielu-elukannya bersama temantemannya waktu kecil dulu. Di sebuah leuwi, berenang telanjang sambil menceritakan kekonyolan Si Kabayan. Selalu memiliki versi yang berbeda untuk satu judul yang sama seperti ending yang berbeda pada Si Kabayan Ngala Kadu. Ending yang dia dengar waktu umur 7 tahun dengan ending yang dia dengar ketika SMA sangat berbeda. Tapi meskipun begitu masih tetap lucu dengan bagian penekanan lucu di wilayah yang berbeda-beda, dia menikmatinya waktu itu. Sekarang, Si Kabayan sudah menjadi buku dan laris, lalu satu kali dibaca, selesai, lantas ditumpukan dalam tumpukan-tumpukan kertas yang lain yang menggelora untuk menggeliat melepaskan diri dari keterpurukan stigma jenuh yang dibangun oleh huruf-huruf itu sendiri… lantas menguning disana, rapuh, renta, tua … Saya, katanya, lebih suka menyebutnya “teks-teks sekarat”. Setelah 10 menit berlalu dari kontemplasinya, dia melanjutkan ceritanya: Tumpukan mayat kertas itu sebenarnya nyaris kubakar, sebab sebenarnya itulah yang mereka minta, itulah yang kertas-kertas itu inginkan. Agar lidah masih tetap berfungsi sebagai pencerita dan kepala berfungsi memberikan ruh-ruh reduksi dan improvisasi setiap kali ada pengulangan cerita dari satu orang ke orang lainnya. Total pada saat itu aku sudah mendengar 1.347 cerita Sangkuriang dalam versi yang berbeda. Tapi sekarang akibat benda rapuh yang kita sebut tulisan itu, 207 paling banyak aku hanya mendapatkan 15 versi dan salah satu diantaranya berupa gambar bergerak (Dalam film ini Sangkuriang menjadi Indo menjelma Cliff Sangra dan Dayang Sumbi menjadi Indo pula menjelma Suzanna) yang diterjemahkan dari kertas berisi tulisan versi ke 8 yang ditemukan oleh salah seorang sejarawan Sunda berkebangsaan Belanda 3 abad lalu. Tulisan itu berhuruf Pallawa dengan bahasa Sanskrit ditemukan di salah satu pulau kecil di utara Lombok. Sungguh menggelikan… dan orang-orang malah percaya (dipaksa untuk percaya/dipropaganda sehingga akhirnya percaya) bahwa kisah dalam manuskrip versi ke-8 itulah yang paling benar. Ada beberapa hal/bukti mengapa masyarakat percaya pada manuskrip versi ke-8 itu. Yaitu; Ukurannya kira-kira 3 kali lebih tebal dari yang paling tebal dari ke-13 manuskrip yang pernah ditemukan. Memiliki judul yang paling sesuai untuk cerita yang diungkapkan. Tidak ada satupun dari ke-13 manuskrip itu yang berjudul “Sangkuriang” beberapa diantaranya berjudul sama yaitu, dosa pertama. Dan yang lainnya hampir rata2 berjudul buruk, tidak langsung mengacu pada tokoh yang diceritakan. Kebiasaan sastrawan pada masa itu selalu memberikan judul pada kisahnya langsung memakai nama tokoh utama dalam cerita tersebut. Judul untuk manuskrip ke-8 ini adalah Dayang Sumbi dan anak laki-lakinya. Meskipun ditemukan dalam urutan ke-8, melalui hasil test karbon, manuskrip ini adalah yang paling tua. Tak ada satupun dari ke-13 manuskrip itu yang memberikan keterangan waktu. Waktu selalu ditunjukan dengan memakai simbol2 penanda waktu alamiah. Seperti matahari, menstruasi, posisi bintang dan kulit pohon. Sepertinya matematika memang diciptakan hanya untuk orang-orang Yunani. Kisah dalam manuskrip yang ke-8 ini adalah kisah yang paling tidak masuk akal. Dengan anggapan bahwa pada masa itu hal-hal yang tersebut wajar terjadi. Hanya inilah satu-satunya manuskrip yang mengaitkan tokoh utama laki-laki dengan Gunung Tangkuban Perahu. Meski justru hanya manuskrip ini yang tidak menamai tokoh utama laki-lakinya, sementara ke-12 manuskrip lainnya justru 208 memberikan nama pada tokoh utama laki-lakinya yaitu SANGKURIANG. Tangkuban Parahu memang harus menjadi bagian dari unsur cerita sebab ada sebuah tradisi yang memberikan asal-usul pada sebuah bentuk morfologis permukaan bumi, atau artefak artefak, yang dianggap ganjil. Atau disugestikan ganjil. Seperti kebanyakan cerita rakyat di Indonesia, selalu menghubungkan cerita-cerita tersebut dengan sebuah fenomena alam atau sebuah obyek alam yang ganjil dan dianggap sakral. Runutan cerita lebih terpola. Narasinya lebih utuh dan bentuk-bentuk hurufnya lebih konstan dibanding dengan manuskrip yang lain. Dan ini yang paling penting: kisah dan alur dalam manuskrip ke-8 adalah yang paling mirip dengan cerita lisan versi terakhir yang sudah menjadi pengetahuan umum pada masa itu saat manuskrip ini ditemukan. Lelah… lelaki tua itu menghirup kopi tubruknya yang mulai mendingin dibuai angin. Sebenarnya sudah lama sekali lelaki tua ini ingin membuang jauh-jauh gelar Doktor dalam bidang Sosio-Historisnya. Memuakkan, gelar itu menyebabkan saya ingin muntah setiap kali mengingat masa-masa saya membuat desertasi tentang cerita sejarah mengenai kondisi masyarakat agrikultur Sunda pada abad ke-6. Huruf Pallawa itu, semua orang juga tahu, berasal dari India dan hanya mengintervensi Jawa dan, tolong tekankan, BUKAN SUNDA. Kalaupun memang Orang Sunda sudah mengenal tulisan maka bentuk hurufnya adalah lebih menyerupai huruf paku dan bukan Pallawa. Dan itupun bisa saya pastikan, hurufhuruf itu hanya dipakai untuk perdagangan dan kegiatan-kegitan formal kerajaan, deklarasi, perjanjian, dan undang-undang. Bukan sastra. Ingat! BUKAN SASTRA. Mengerikan… bagaimana ketika semua orang mempercayai Belanda bahkan hingga kini… hingga saat Belanda sudah hengkang puluhan tahun lalu… Kembali aku memandanginya, memandangi kerut-kerut dimukanya, daki yang sudah menempel puluhan tahun dimukanya, racauan schizophrenic-nya yang 209 berulang-ulang, rambutnya yang menggimbal, bau tubuhnya yang seindah tumpukan sampah sore hari di pasar-pasar. Dia terus meracau di sini, di jembatan ini, di sebelahku, dengan mata tajam dan liar, dan selalu terus menerus memandangi Gunung Tangkuban Parahu yang menjulang di utara dan seolah ikut menangis bersama tokoh legendanya (yang dia yakini sebagai leluhurnya), di sore hari penuh debu. Lantas dia mengucapkan kalimat terakhirnya sebelum dia pergi, karena berdiri sambil membenahi tubuhnya dan tas karung terigunya yang entah berisi apa, sambil menyodorkan selinting bako mole yang baru dibuatnya (sepertinya memang sengaja dibuat untukku) padaku, dan ini kali pertama dia memandangku, hangat tetapi tajam; Aku selalu bertanya, anak muda! Apa benar Gunung itu, dia menunjuk Tangkuban Parahu, adalah monumen keputus-asaan, kekecewaan, dan kemarahan Sangkuriang yang sengaja diciptakan agar kesakitannya diingat oleh orang-orang di masa depan? Itu PR buatmu, Anak Muda! Sebab sebentar lagi aku akan mati. Aku tidak bisa menjawab. Seribu kebijaksanaan tiba-tiba menyeruak dalam tubuhku dalam diam yang panjang, membisu, menatap mata lelaki tua itu yang sedang mentransfer energinya berupa aura yang bertubi-tubi menyerbu tubuhku dan kepalaku, sebuah aura yang menyadarkanku akan kesimpangsiuran sejarah. Sejarah yang mana yang harus kupercayai? Lantas aku menyaksikannya pergi melangkah menuju Dago Utara dengan baju rombengnya yang berkibar-kibar tertiup angin berbau bako mole dan asap knalpot bis kota. *** Bagian Kedua; Dayang Sumbi, Gateauxlotjo, dan Beberapa Simulasi Masa Lalu Seluruh kejadian dalam bagian kedua ini terjadi dalam sebuah auditorium berbentuk kubus dengan dinding dan langit-langit serta lantai berwarna hitam kira-kira seukuran lapangan Futsal. Dan akan diawali dengan pengenalan salah satu tokoh sentralnya yaitu Gateaux-lotjo. Tapi kali ini saya akan menceritakannya dari sudut pandang saya sendiri, sebab saya ada di tempat 210 kejadian dan mengenal dekat para tokoh yang ada dalam cerita ini. : DIA selalu begitu; memicingkan mata, menggertak dengan kata-kata sinis seperti, “Aku tak suka cantikmu yang mengerikan itu!”, tersenyum, berkedip lalu pergi. Dia, lelaki yang selalu memperkenalkan diri dengan nama Gateauxlotjo itu, selalu begitu; mengejan, mengerang, menyembunyikan sebagian wajahnya, berteriak santun: “Aku berharap semua tidak baik-baik saja!”, lalu turun dari “tugu sialan!” itu. Dia sendiri yang selalu menjuluki singgasananya dengan “tugu sialan!”, selalu memakai tanda seru. Ada lambang hegemoni dan birokrasi di tugu itu, dia sangat tidak menyukai kedua hal itu. Akan tetapi hanya tugu itulah yang paling tinggi yang bisa ia naiki untuk lantas berteriak dan dilihat semua orang dari berbagai arah. Dia sangat membenci angin. Angin adalah bentuk manifestasi kekurang ajaran semesta. Meraba-raba tubuh kita tanpa permisi, diizinkan ataupun tidak, tak bersyarat, bebas absolut, dengan tanpa gairah sekalipun. Angin akan datang tibatiba, meski tidak terlalu kencang, tapi tetap akan menyusup ke dalam kulitmu, membuatmu merinding, membuatmu kedinginan, kadang membuatmu mendapatkan kenyamanan bersyarat. Dia sangat suka berdebat, apalagi perdebatan tentang Cinta, Agama dan Filsafat. Inilah satu-satunya kelebihan yang dia punyai. Bila Kundera pernah berkata: perjuangan terbesar manusia adalah untuk menguasai telinga orang lain. Maka dia sudah mencapai puncak kekuasaannya bila dia berdebat atau monolog dengan siapapun. “Namaku Gateauxlotjo!” Suatu kali dalam sebuah kelembapan cuaca yang sangat dipengaruhi oleh bekas luka para hujan yang tercurah sederhana dari gelembung awan-awan lebat. Tentu, dia mengatakannya dalam kesungguhan yang dibuat-buat sambil menengadah ke langit dan menepis beberapa angin. Menengadah ke arah para hujan tadi yang cukup membuatnya kuyup. “Aku bukan lelaki, sebab aku yakin penisku bisa hidup sendiri tanpa harus diperintah oleh otakku dan diberi nutrisi oleh pacu jantungku. Dia bahkan bisa berdetak lebih kencang dari 211 jantungku pada saat-saat yang seharusnya tenang. Penis punya organ tubuh sendiri yang diperintah oleh otaknya sendiri...” Setelah itu dia menyusun dirinya dalam kesendirian genit yang mengundang cinta dan kebebasan untuk segera datang padanya, bersujud dan memohon untuk dilibatkan dalam semua orasinya. RAHMAYANTI, seorang art performer yang sangat dikenal sebagai aktivis feminis dengan menyuarakan ideologinya lewat performance art, yang memakai kebaya modern dengan potongan lahak di punggung dan dada di depan 300 orang lebih penonton, membuka kebayanya dengan menyisakan sarung, stagen dan bra tetap melekat di tubuhnya. Lantas dia meminta penonton untuk memperlakukan tubuhnya sekehendak penonton dengan memberikan tiga sepidol besar. Satu-persatu penonton maju ke depan, menuliskan apapun yang ada di benak mereka ke tubuh setengah telanjang Rahmayanti. Ada yang menggambar bayi di perut Rahmayanti, ada yang menuliskan “Apakah ini perempuan, bukankah ini wanita?” di punggungnya. Dan banyak lagi yang lebih provokatif dari itu. Hingga seluruh tubuh dan wajah Rahmayanti dipenuhi coretan seperti dinding toilet di sekolah-sekolah atau kampus-kampus yang dipenuhi caci maki para hooligan hingga pernyataan cinta antar gay dan bahasa-bahasa kotor lainnya. Ketika pertunjukan masih berlangsung, tiba-tiba Gateauxlotjo yang memakai baju bengkel terusan berwarna biru dengan topi bulu khas orang-orang Kozak di Rusia yang menutupi telinga untuk melindunginya dari terpaan angin dingin –hal ini membuat profilnya jadi mirip anjing bulldog– menggonggong, meneriaki penonton dengan gonggongan keras dan lari seperti anjing ke arah Rahmayanti berdiri. Dia mencoba menggigit siapapun yang mencoba mendekati Rahmayanti. Gateauxlotjo secara tidak sadar sedang menyusun dirinya menjadi Si Tumang, atau bahkan mungkin terasuki roh Si Tumang dan mencoba melindungi istrinya, Dayang Sumbi, dari gangguan orang-orang dan tentu saja target utamanya adalah Sangkuriang, kalau memang saat ini Sangkuriang ada disini, sebagai salah satu manifestasi balas dendamnya gara-gara dipanah di masa lalu. 212 Sangkuriang, sang tokoh atau yang selama ini menjadi status quo sebagai tokoh sentral dalam ceritanya sendiri, sedang dicaci maki dan diprotes habis-habisan oleh Rahmayanti sebagai bentuk perlawanan atas hegemoni laki-laki pada perempuan yang selalu diteriakan dalam setiap pertunjukannya. Sangkuriang sebagaimana cerita feodal lainnya adalah bentuk manifestasi kekuasaan lelaki yang dicoba-masukan kedalam benak setiap orang selama berabad-abad melalui Ideological State Aparathus masa lalu untuk melanggengkan kekuasaan laki-laki atas perempuan. Rahmayanti mencoba untuk menentang terhadap status quo ini tentu saja. Tanpa perlu kuratorial yang rumit, judul pertunjukannya sudah menjelaskan hal itu. Tentu saja bila Sangkuriang hadir saat ini dia akan ke atas panggung pertunjukan mencoba untuk menghentikan ibunya yang menjelma Rahmayanti tersebut, sekalian untuk melampiaskan dendamnya karena ditipu di masa lalu sehingga dia tidak jadi menikahinya dan menendang perahu yang dengan susah payah dia bangun. Perahu rumah tangga yang gagal. Sebagian dari diriku tidak pernah menyalahkan Sangkuriang saat ingin menikahi ibunya. Bagaimana tidak, saat itu konon Dayang Sumbi meminum ramuan awet muda sehingga dia masih tampak muda saat bertemu kembali dengan Sangkuriang. Dan tentu sangat wajar bila Sangkuriang tidak percaya bahwa dia adalah ibunya, apalagi dengan adanya fakta bahwa Sangkuriang diusir oleh ibunya waktu kecil dengan cara dipukul kepalanya hingga mengalami amnesia. Mana Sangkuriang ingat siapa ibunya kalau begitu! Yah, wajarlah bila di kemudian hari Sangkuriang masih merasa dendam terhadap Dayang Sumbi yang mengkhianatinya. Hal inilah yang menyebabkan si tumang yang menjelma Gateauxlotjo maju ke atas panggung untuk melindungi istrinya dari serangan orang-orang yang mungkin salah satunya adalah jelmaan Sangkuriang. Terjadi kepanikan luarbiasa saat itu. Hal yang diluar dugaan itu membuat suasana menjadi tegang, karena Gateauxlotjo mengamuk seperti anjing terkena Rabies. Hingga datanglah seorang lelaki muda bernama Niskala mencoba menenangkan anjing itu. Tapi Gateuxlotjo terus menggonggong dan menyerang Niskala dan 213 nyaris menggigit Niskala. Penonton panik dan sebagian berhamburan keluar. Rahmayanti diam memaku dan pucat pasi. Tak ada satu orangpun yang berani menenangkan Gateuxlotjo lagi setelah itu. Tiba-tiba Niskala meniru gerakan arjuna, seperti seolah sedang mencabut anak panah di punggungnya dan mengarahkan busurnya pada Gateauxlotjo. Saat inilah gonggongannya terhenti, melangkah mundur sambil menguik. Niskala masih mengarahkan busur-purapura-nya pada Gateuxlotjo dan lantas anak panah terlepas menancap tepat di jantung Gateauxlotjo. Gateauxlotjo pingsan seketika. Penonton mulai tenang. Suasana perlahan kembali normal. Pembukaan pameran dilanjutkan setelah Gateauxlotjo diamankan ke belakang panggung bersama Niskala. Panitia pameran menyangka bahwa kejadian tersebut adalah ulah kedua orang itu untuk mencuri adegan yang memang seringkali terjadi di Bandung. Biasanya panitia tidak pernah menghentikan apabila ada kejadian seperti itu, tapi kali ini memang berubah menjadi kekacauan. Bahkan Rahmayanti, yang menjadi bintang tamu saat itu, sempat mengalami shock dan menjerit-jerit sambil berusaha menahan bra-nya karena ada sekelompok orang yang ingin memanfaatkan suasana dengan menarik-narik pengait bra-nya. Serta ada seorang seniman muda yang mencoba mencuri artefak perfomance itu, yaitu kebaya Rahmayanti, tapi keburu ketahuan oleh salah seorang panitia pembukaan pameran, dengan malu-malu, seniman muda itu menyerahkan kembali kebaya Rahmayanti itu. Di belakang beberapa orang sempat terbawa emosi dan hampir memukuli biang keonaran ini, Gateauxlotjo dan Niskala, karena beberapa diantara mereka tahu bahwa kejadian tadi bukan bagian dari performance yang ingin dipertunjukan Rahmayanti. MC terus berteriak-teriak berusaha menenangkan kepanikan ini, meskipun sebenarnya sebagian besar dari penonton malah tenang-tenang saja dan banyak diantaranya malah tertawa-tawa dan menganggap bahwa ini adalah pertunjukan yang paling lucu beberapa tahun terakhir ini dalam sebuah Performance Art setelah muntahnya seorang seniman performance pada saat mencoba menelan Bendera Merah Putih dalam Festival Perfomance Art Internasional beberapa tahun lalu di Bandung. 214 Di backstage, Niskala tertawa sambil mencoba membangunkan Gateaux-lotjo. Setelah ini terjadi sebuah percakapan serius dan mistis diantara kedua orang ini mengenai kejadian tadi. ESOKNYA Gateauxlotjo kembali ke galeri itu. Memandangi patung Dayang Sumbi yang sedang menitikan air mata. Dan dia mulai bermonolog dengan patung itu Istriku...kau masih mengingatku? Tadi malam ketika kau diganggu puluhan manusia biadab, termasuk anak kita, sungguh...aku benar-benar naik pitam. Aku tak bisa menahan emosi ketika kau diperlakukan sedemikian kejamnya. Maafkan aku istriku, aku lupa kalau hal itu hanyalah simulasi sederhana atas kesakitan masa lalu mu. Patung ini, menurut senimannya adalah patung replika pertama untuk patung batu Dayang Sumbi yang ditemukan tujuh tahun lalu di sebuah gua, terkubur ratusan tahun di daerah Dago Utara dalam sebuah penggalian untuk proyek perumahan. Patung Dayang Sumbi itu, yang sudah banyak cacat di sana-sini diperkirakan dibuat pada abad ke 12 pada zaman pemerintahan. Ada pahatan Dayang Sumbi dengan huruf paku pada kakinya. Profile muka dan bentuk tubuhnnya mendekati kecantikan ideal perempuan sunda. Sekarang patung tersebut menjadi milik pemerintah dan masih diteliti oleh para ahli sejarah di Museum Geologi di JL. Diponegoro. Herra, atas izin pemerintah, membuat replikanya dengan melakukan penyempurnaan pada bagian yang cacat dan mempercantiknya dengan sentuhan-sentuhan yang lebih halus dan menurutnya ini lebih mudah sebab dia membuat replikanya dalam media kayu mahoni yang sudah direndam selama satu tahun dalam cairan kimia khusus untuk membuatnya lebih lunak dan pada tahap finishing dia menyemprotnya dengan cairan lain yang membuatnya lebih kuat dan awet hingga hampir bisa mendekati karakter batu. Pameran ini dimaksudkan untuk lebih mendekatkan masyarakat pada cerita rakyat tersebut dangan bantuan dana yang besar dari pemerintah. Ini adalah pameran 215 pertama Herra yang mendukung propaganda pemerintah tentang cerita sejarah. Sungguh ironis, sebab tadi malam performance Rahmayanti dalam rangka pembukaan pameran ini justru menyerang pemerintah dengan kritik feminisnya. Meskipun sempat terjadi insiden, tetapi begitulah kebiasaan Performance Art di bandung, akan banyak sekali orang yang ingin tampil dan mencuri adegan apabila performance tersebut melibatkan interaksi audiens. Saat ini ruangan sedang sepi, hanya ada gateuxlotjo, artefak performance art tadi malam dan patung replika Dayang Sumbi. Dialog mereka terjadi selama hampir dua jam hingga satpam yang tadi malam mengamankan mereka datang dan mengenali Gateauxlotjo lantas mengusirnya untuk segera keluar dari ruangan itu. Entah kenapa, dengan patuh Gateauxlotjo keluar nyaris tanpa perlawanan. Sementara itu di tempat lain, Niskala sedang berada di sebuah ruang kecil gelap dan pengap dalam keadaan tangan terikat sebuah tambang dan mulut tersumpal kain lap bau. Sudah sekitar 5 jam dia disitu semenjak tadi pagi saat dia baru saja satu langkah dari pintu kamarnya, tiba-tiba empat orang tak dikenal mengurungnya dan melumpuhkannya dengan sebuah suntikan yang menancap di punggungnya. Saat sadar dia sudah berada di tempat itu. Di waktu yang sama di Museum Geologi Bandung, para polisi sedang benar-benar kebingungan atas hilangnya patung Dayang Sumbi yang asli yang sedang disimpan dan diteliti. Di tempat lainnya lagi, Rahmayanti terpukul oleh sebuah berita yang mengatakan bahwa dirinya terkait dengan beberapa hal yang menjadi rumors di kalangan seniman akhir-akhir ini, rumors miring yang sangat mistikal. Di wilayah lain, Herra tersenyum menyaksikan betapa sempurnanya patung buatannya, dan betapa sempurnanya patung buatan kakek buyutnya... Bagian Ketiga; Sebuah Rekonstruksi dan Sekelompok Pemuda Yang Tak Mau Disebutkan Identitasnya 216 Pencurian itu dilakukan dengan penuh perencanaan yang matang. Ketika semua orang mendatangi pembukaan pameran patung di CCF, patung aslinya yang masih disimpan di museum geologi tidak terlalu dijaga ketat malam itu. Dia, menurut pengakuannya sendiri pada saya beberapa hari setelah kejadian ini, bersama beberapa teman yang sudah merencanakan ini berbulan-bulan yang lalu, mengendap-endap mendekati ruangan museum. Cerita ini asalnya tidak akan saya ceritakan dalam bagian fiksi ini, sebab ada semacam sebuah perjanjian antara saya dan para pelaku dalam kejadian ini untuk merahasiakan seluruh kejadian. Tapi dengan niat yang tulus akhirnya saya minta izin kepada mereka untuk menuliskan kejadian spektakuler ini dengan alasan sangat sayang apabila hanya terkubur dalam sebuah rahasia yang tidak perlu. Dengan berat dan penuh ancaman akhirnya mereka mengizinkan asal tidak menyebutkan nama ataupun inisial mereka serta tempat dimana patung itu akhirnya disembunyikan. Saya menyetujuinya, dan sesuai perjanjian tadi saya hanya akan menceritakan proses pencurian itu hingga akhirnya mereka berhasil mendapatkan (kembali) patung itu. Dan menyimpannya di tempat yang menurut mereka adalah “tempat seharusnya”. Setelah berpikir berkali-kali tentang bagaimana cara saya menceritakan kejadian ini akhirnya saya memutuskan untuk menyusunnya dalam sebuah kronologi menjadi semacam bahan untuk rekonstruksi: 21.30 Tiga orang pemuda berkumpul di sebuah warung makan yang tak jauh dari museum geologi Bandung. 21.45 Empat pemuda lainnya menyusul dengan menyamar memakai baju pegawai negeri. Mereka mengobrol di warung tersebut dan seperti seolah antara kelompok pemuda pertama saling tidak mengenal kelompok pemuda yang kedua. 22.00 Seorang wanita memakai rok pendek dengan atasan blazzer turun dari sebuah mobil BMW dan mendatangi kelompok pemuda yang pertama 22.10 Empat pemuda yang memakai setelan pegawai negeri menyeberang dan memasuki pagar kompleks museum geologi. 217 22.20 Salah satunya terlihat mendatangi satpam dan seperti sedang membicarakan sesuatu. Satpam meraih rokok yang ditawarkan pemuda itu 22.25 Satpam pertama pingsan, terkena zat yang ada dalam rokok itu. Satpam kedua yang baru datang dari toilet mencoba menolong temannya, tapi dengan cekatan sekelompok pemuda tadi memukul belakang kepala satpam kedua. 22.30 Ternyata satpam kedua tidak langsung pingsan, dia malah melawan... 22.40 Kelompok pemuda pertama, tiga orang yang berkumpul di warung makan, memasuki halaman gedung museum geologi setelah kedua satpam dibekuk empat pemuda yang memakai sergam pegawai negeri. 22.50 Wanita yang memakai blazzer mengikuti kelompok pemuda yang pertama, memasuki pintu gedung utama yang sudah dibuka oleh pemuda yang memakai kupluk dari kelompok pemuda pertama. 23.15 Kelompok pemuda pertama mengikuti wanita yang memakai blazzer keluar dari pintu masuk utama, menggotong sebuah peti. 23.16 Sebuah mobil bak tertutup memasuki halaman gedung dan berhenti di depan pintu masuk utama. Kelompok pemuda kedua membantu kelompok pemuda pertama menaikkan peti kedalam bak mobil. Wanita yang memakai blazzer masuk pintu depan mobil, duduk di sebelah driver sambil menginstruksikan sesuatu. 23.20 Kedua kelompok pemuda memasuki bak mobil dan menutupnya dengan rapat. Mobil melaju kencang. Bagian Ke-empat; Tentang Pertemuan Dengan Sejarah Yang luntur Niskala tiba-tiba merasakan ruangan itu bergerak dengan diawali bunyi start mobil, dan dalam kegelapan dia merasakan sesuatu menggencet sisi kiri tubuhnya, sepertinya sebuah peti. 218 Setelah entah berapa jam mobil pick up tempat Niskala disekap berhenti. Terdengar bunyi pintu mobil di tutup dan tak lama kemudian pintu pick-up dibuka. Cahaya menyilaukan mata Niskala seketika, membutakannya beberapa saat. Lalu hal yang pertama kali dia lihat di depannya adalah seorang wanita memakai blazer dan rok berwarna merah. Dyah? “Maafkan kami Nis, harus membawamu dengan cara seperti ini.” Lalu dua laki-laki di belakang perempuan itu menarik dan menggotong Niskala. Mereka membawanya ke sebuah rumah kayu di lembah sebuah pegunungan yang tidak dikenal Niskala. Rumah itu terletak di sebuah punggungan yang dikelilingi perbukitan sehingga sangat tepat untuk sebuah persembunyian. Aku melihatnya digotong masuk ke rumah ini, lalu didudukan di sebuah kursi yang berhadapan dengan seorang lelaki tua yang sedang duduk di depannya. Lelaki tua gila yang meracau di sebuah jembatan di Jalan Dago. Ternyata kita bertemu lagi anak muda? Kau tentu sudah mengenal Dyah? Ingatan Niskala sejenak terbang pada sebuah kejadian beberapa tahun lalu: Di sebuah hari yang muram. Dyah, nama wanita itu, membereskan pakaiannya yang berserakan di kamar hotel itu. Memandang benci pada seorang lelaki yang tergolek penuh senyuman, tertidur setelah malamnya menguras energi wanita itu. Sialan! Dyah memasuki kamar mandi dan menyalakan kran bagian kanan. Agar dingin sekali. Meski dingin sekali. Dyah perlu kesegaran, membersihkan setiap bibit penyakit yang mungkin sudah menempel di tubuhnya, penyakit durjana yang dia sadari betul keberadaannya. Lelaki sialan itu membayarnya dengan mahal untuk satu malam itu. Tapi, Ya Tuhan, badannya bau sekali. Dyah berpikir mana bisa seorang lelaki tua dan bau sekali bisa menjadi direktur di sebuah perusahaan yang sangat besar di negeri ini. Dyah merinding membayangkan kejadian tadi malam itu. Cepat-cepat menggosok 219 seluruh badannya, setiap senti. Keluar kamar mandi dengan kesegaran baru, dingin sekali. Umurnya sudah 30 saat ini. Tak ada niatannya untuk cepat-cepat menikah semenjak dulu, atau dia berpikir, tidak akan menikah sampai kapanpun. Dia tidak pernah menikmati profesinya ini. Sama sekali! Ia lantas pulang setelah mengambil dua lembar seratus ribuan diatas meja sebelah lampu tidur, dengan kesegaran aneh yang terpintal bersama kedukaannya menjadi tali penolong untuk menariknya kembali ke kamar kecil kumuh kontrakan 75 ribu sebulan di gang sempit sebuah kerajaan prostitusi ber-NGP rendah. Gang sebelahnya adalah sebuah kerajaan pesantren yang sengaja di proklamirkan disana sebagai sebuah pengejawantahan wacana post-kolonial untuk mengintimidasi secara budaya terhadap sebuah persepsi kenikmatan purba. Kerajaan tersebut ber- NGP tinggi sebab banyak sekali investor untuk menghancurkan persepsi kenikmatan purba. Dia membeli 2 bala-bala, 1 gehu dan 1 pisang goreng yang hampir dingin sebelum mencapai kamarnya untuk pengganti sarapan yang selalu hilang. Aku lebih suka menyebutnya makan malam (supper). Memanaskan air dengan teko heater yang hampir rusak dan kabel yang sedikit melepuh sebab panasnya yang tidak stabil, seringkali terjadi konsleting gara-gara itu. Menyeduh kopi pahit, sangat pahit, untuk melengkapi kepahitan mimpi-mimpinya. Menyalakan sebatang rokok yang asapnya langsung memenuhi kamarnya yang sempit berdinding triplex bercat putih lusuh seperti capek tidak tidur selama dua hari, dengan kelupasan dimanamana, menjadi satu ornamen baru seperti memberikan instrumen untuk semua nyanyian histeris di kamar itu. Sebuah poster kecil Ayat Qursyi menempel di pintu kamarnya, untuk menangkal setan kata temannya. Dia merebahkan tubuhnya diatas kasur yang tidak beranjang, lapuk, kepalanya disenderkan di atas bantal yang ditumpuknya. 220 Menyalakan 14 inch konka-nya, channel berpindah-pindah hingga, Mtv, sebuah videoklip dari salah satu band yang kemudian akan merubah drastis seluruh hidupnya. Lelaki itu, lelaki yang selalu membawanya ke masa lalu, lelaki yang selalu membuatnya terus-menerus merasakan deja vu yang berkepanjangan, lelaki yang selalu dilihatnya sedang meneriakan sabda dalam videoklip itu, pernah tidur dengannya, lantas menghilang, meninggalkan kenangan aneh bahkan Dyah sama sekali belum mengetahui namanya. Sekarang dia melihatnya dalam sebuah frame 14’ di dalam kamarnya. Aku harus melacaknya. Aku harus bertemu dengannya lagi...! Sebenarnya sebelum ini, namanya bukan Dyah, setelah berkali-kali berganti nama, menurutnya, nama Dyah-lah yang terakhir kali akan dia sandang. Alasannya sederhana: capek! Meskipun pada akhirnya ada alasan yang lebih filosofis dan historis kenapa namanya berakhir di Dyah. Saudara kandungku itu bernama Dyah. Kami dipertemukan oleh sebuah kecelakaan yang membenturkan bagian hidupnya dengan hidupku. Saat itu sebuah mobil menyerempetnya saat dia sedang menyeberang. Aku waktu itu baru keluar dari Circle-K, sebab cuma CK (terkadang aku dan temanku menyebutnya lingkaran kecil) yang masih buka jam segitu untuk membeli keperluan gilaku. Saat itu Dyah baru diturunkan dari sebuah mobil. Sebuah mobil BMW 2 pintu keluaran tahun 2000 yang dikendarai oleh seorang anak berusia awal dua puluhan – yang menjadi pertanyaanku adalah; bapaknya anak itu korupsi di BUMN yang mana? Dyah turun dengan wajah lelah yang melekat begitu erat, tampak seperti bekas 221 lem aibon yang merekat di jari-jari tangan yang tak sempat kau bersihkan setelah merekatkan sepatumu yang sudah menganga. Dia memakai rok yang – tidak saja begitu pendek tetapi membuat singkayo-nya nyaris kelihatan kemana-mana. (Di masa depan singkayo itulah yang selalu membuatnya selalu seksi dan membuatku selalu terangsang). Saat dia menyeberang (saat itu aku sedang minum sekaleng green sands sambil melihat bagian bawah tubuhnya yang – tentu saja di saat shubuh begini, di pelataran parkir CK Dago, sepi, dingin, sambil terduduk, melamunkan hal seperti ini dari tadi – konak-able atau kalau boleh kupinjam istilah Baskoro; libidinal) menuju CK, ada sebuah mobil yang sepertinya begitu mabuk hingga menyerempet pantat Dyah yang tadi bergoyang begitu mantap. Sebenarnya laju mobil itu tidak terlalu cepat tapi karena memang sepatu Dyah terlalu tinggi membuatnya hilang keseimbangan. Gara-gara itulah lantas mobil itu menambah laju mobilnya. Lantas dengan refleks, akibat naluri heroik-ku yang begitu tinggi sekaligus juga kubenci, aku berlari menuju tempat Dyah yang saat itu sudah terkapar sambil meringis nyaris pingsan. Tak ada orang selain aku dan dia saat itu. Saat berada tepat didepannya aku ragu untuk meraihnya, karena posisinya yang membuat jantungku sesaat tertegun. Saat itu singkayo dan GString- nya mengkilap menyapu mata dan selangkanganku. Hingga akhirnya aku sadar - astaga! – bahwa darah keluar dari kepalanya. Ternyata tadi kepalanya membentur trotoar pembatas jalur jalan. Setelah itu tentu kau bisa menebak ke arah mana bagian fiksi ini akan berjalan. Di kamar kost-nya: Kamar kecil kumuh kontrakan 75 ribu sebulan di gang sempit sebuah kerajaan prostitusi ber-NGP rendah. Gang sebelahnya adalah sebuah kerajaan pesantren yang sengaja di proklamirkan disana sebagai sebuah pengejawantahan wacana post-kolonial untuk mengintimidasi secara budaya terhadap sebuah persepsi kenikmatan purba. Kerajaan tersebut ber-NGP tinggi sebab banyak sekali investor untuk menghancurkan persepsi kenikmatan purba. Kamarnya sempit berdinding triplex bercat putih lusuh seperti capek tidak tidur selama dua hari, dengan kelupasan dimana-mana, menjadi satu ornamen baru seperti memberikan instrumen untuk semua nyanyian histeris di kamar itu. Sebuah poster kecil Ayat Qursyi menempel di pintu kamarnya, “Untuk menangkal setan!”, kata temannya. Dia kurebahkan tubuhnya diatas kasur yang tidak beranjang, lapuk, kepalanya