222 disenderkan di atas bantal yang menumpuk. Tadi kami naik taksi untuk bisa kesini. Dyah masih setengah sadar, darah dari kepalanya menetesi sweater wol peninggalan nenekku. Orang-orang yang baru keluar dari masjid memandangi kami dengan beribu pertanyaan yang takkan berani mereka ungkap. Setelah sampai dikamarnya barulah kau baca lagi deskripsinya dalam tanda kurung diatas! Kalau sudah selesai kau boleh lanjutkan ke baris-baris berikut di bawah ini: Aku mencari lap bersih di lemari pakaiannya yang terbuat dari plastik usang itu. Lantas aku mencari toilet di luar kamar untuk mengambil air. Kuseka darah dikepalanya. (Aku harus berlari dulu keluar mencari warung untuk membeli obat merah dan kapas). Setelah bersih barulah kuteteskan obat merah+antibiotik itu di luka kecil yang menggurat di kening halusnya. Menutupinya dengan kapas dan dia tersenyum… “Ya saya sudah mengenalnya.” “Kau tahu siapa dia sebenarnya?” “Dia… bekerja di saritem?” “Ya, tapi ada fakta yang lebih penting yang harus kau tahu, DIA KAKAK KANDUNGMU!” Dunia tiba-tiba bergoncang… “Ah mana mungkin!” “Saya ayahnya. Dulu saya menikah dengan ibumu, melahirkan Dyah. Saat itu saya sedang meneliti sebuah bukti sejarah yang bisa menghenyakkan banyak sekali ahli sejarah dan membuka tabir konspirasi yang sudah dibangun ribuan tahun lalu. Kami diteror sekelompok orang agar menghentikan penelitian kami, oh ya, ibumu seorang arkeolog, mungkin hal itu perlu kau tahu. Dia membantuku meneliti penemuan-penemuan hebat ini. Para Teroris itu tahu kami masih melanjutkan penelitian. Kami ditangkap, disiksa, dicuci otak. Ibumu tak bisa diselamatkan, dia dibuang ke Cianjur. Dan saya hampir dibunuh andai saja pemuda bernama Heaven tidak menyelamatkan saya. Bertahun-tahun saya mencari ibumu, dengan menyamar menjadi orang gila, dengan harapan bisa bertemu dengan komunitasnya. Hingga kita berdua bertemu, dan saat itu saya langsung tahu bahwa kamu adalah Niskala yang diceritakan Dyah dan seorang suster tua di sebuah 223 rumah sakit jiwa di Bogor pada saya.” Hanya itu yang terakhir saya dengar dari percakapan mereka. Saya keluar rumah lewat belakang untuk menghirup udara segar. Sepertinya, setidaknya, ada beberapa puzzle yang sudah terpasang di tempat yang tepat. Tentang Gateuxlotjo, 2 Lelaki di Sebuah Taman, dan Chapter Fourteen yang hilang itu… (Sebuah Draft Skenario Yang Belum Selesai) Oleh: Alvin Respati Chapter Fourteen (masih) Dalam Mesin Labirin Langit sepertinya masih hijau. Belum menunjukan kebijaksanaan apapun, bahkanpun seandainya beberapa bintang yang membentuk sebuah rasi mulai jelas terlihat. Dua lelaki itu masih duduk menunggui malam, masih di taman itu. Taman yang berbau dupa, tidak begitu menyengat, tapi cukup membuat bulu kuduk berdiri satu-persatu apabila dihirup dengan semua kegagalan fantasi yang menyeruak 224 menggambarkan wajah seram sundel bolong saat kau berumur 4-12 tahun. Dua lelaki itu sedang menghitung berapa banyak keindahan yang terlewatkan sore itu bila mereka membicarakan beberapa tema sekaligus dalam hitungan kesepuluh. Misalnya ketika seorang gadis bersepatu kaca melewati tepat di depan hidung mereka sementara bau dupa terus menghantui fantasi mereka. Ada keindahan yang terlewatkan tentu. Atau ketika ada gadis lain melirik mereka dan mencoba duduk di kursi besi yang lain yang tak jauh dari kursi besi yang mereka duduki sekarang sementara suara mobil yang entah berapa puluh mengaum di kejauhan di jalan sebelah taman itu. Sementara mereka terus membicarakan teme-tema yang sejak tadi melingkupi obrolan mereka. Ada keindahan yang terlewatkan tentu. Atau ketika ada seorang anak kecil melemparkan batu pertamanya ke kolam yang tak jauh dari tempat duduk mereka dan ibunya tersenyum memperlihatkan sebuah kebanggaan yang tak dapat dilukiskan Basuki Abdullah sekalipun. Senyum yang menarik, seharusnya menarik kedua lelaki itu. Ada keindahan yang terlewatkan tentu. Ada memang banyak keindahan yang terlewatkan. Puluhan paragraf. Tapi tidak, ada keindahan lain yang mereka rasakan saat langit berubah dari hijau ke kelabu padat. Yang hanya dirasakan mereka berdua. Tidak dirasakan orang-orang yang sedang menikmati sore di taman itu. Hanya mereka berdua. Dua lelaki itu sebenarnya tidak pernah merindui malam, tidak seperti para kalong yang menggantung di sudut-sudut kolong jembatan dan dahan-dahan pohon. Tidak pernah merindui malam sama seperti tidak pernah merindui siang. Lelaki pertama berwajah lembut, kekanakan, kewanitaan. Seperti akan membiarkan orang menampar pipi kirinya apabila sebelumnya orang itu menampar pipi kanannya. Tidak akan membunuh seekor nyamukpun meski dia 225 hidup di musim kemarau dalam sebuah tempat penuh genangan air dan puluhan baju bergantungan di capstock dan lemari yang terbuka. Sepertinya dia rentan akan berbagai penyakit yang dekat dengannya. Berwajah arab campuran cina. Wajah yang jarang sekali ditemukan, wajah yang dipertemukan oleh dua kebudayaan yang amat berbeda, amat bertolak belakang. Dan sepertinya leluhurnya pernah bermasalah terhadap keluarga besarnya. Kakeknya diusir dari rumah karena menikahi seorang cina. Neneknya diusir dari rumah karena menikahi seorang arab. Ayahnya lahir dan menikahi seorang sunda-belanda saat beranjak dewasa. Cukup tampan kalau begitu. Lumayan tinggi dan tegap, tidak terlalu kurus meski sepertinya olahraga bukan kebiasaannya dari semenjak lahir hingga sekarang. Kulitnya berwarna macammacam, sepertinya seluruh warna siang, sore, malam dan pagi menempel sekaligus dan sabar di tubuhnya. Lelaki kedua berbadan kurus tapi tidak kering, cukup basah dalam beberapa hal, misalnya apabila dia menawarkan seorang gadis untuk bersetubuh dengannya dan menjilati seluruh tubuh gadis itu seperti induk kucing menjilati anaknya setubuhtubuh. Cukup basah saat merokok, sebab ujung rokok yang terselip di bibirnya memang tidak pernah kering, sepertinya dia tidak pernah berhenti menjilati rokoknya yang berasa sedikit manis itu seperti tidak akan pernah bisa menikmati rokok putih yang ujung filternya tidak berasa atau bahkan sedikit pahit. Wajahnya tirus, memendam tangis, sedikit merah apabila mendengar beberapa hal yang emosional, marah, sedih, tertawa, malu, gatal bahkan birahi. Wajahnya cukup menarik kalau begitu. Berwarna dua, merah dan putih oriental standar. Tangannya selalu mengepal seperti mempunyai wajah yang kuat dan berbadan gempal. Tangannya selalu mengepal seperti menandakan bahwa dia selalu siaga apabila ada orang yang tiba-tiba datang membawa segudang adrenalin dan menimpakan beberapa balok paving block ke muka, kepala dan tubuhnya. Tetapi lelaki itu berperilaku santai, hanya tangannya selalu mengepal, entah kenapa. 226 Seekor kucing bercorak putih kuning tiba-tiba mengeong dengan nyaring dengan mata menyorot langsung dan tajam ke mata lelaki pertama. Seolah akan memperingatkan tentang sesuatu padanya. Dan bukan saja seolah. Agak lama mereka terpaku terkesima hingga kucing itu pergi sambil menggerutu dengan eongan- eongan kecil hingga tak terlihat tertutup salah satu pohon di taman itu dan beberapa belukar tapi eongan nya masih terdengar. "Astaga! Aku benar-benar harus menjadi Sulaiman. Aku yakin sekali kucing itu ingin memberi tahu aku tentang apa yang sedang kupikirkan sekarang." Lelaki pertama berujar sambil memandang penuh rasa ingin tahu ke arah kucing itu menghilang. "Apakah yang kau pikirkan sekarang sama dengan yang kupikirkan sekarang?" lelaki kedua menanggapi sambil menatap tajam ke arah mata lelaki pertama. "Ya, aku pikir sama! Episode IV bukan?" "Episode IV! Si Brengsek itu benar-benar menggangguku dengan menghilangkan Chapter XIV." "Kau yakin dia menghilangkannya? Bukankah lebih mungkin dia memang tidak pernah membuatnya? Dia hanya ingin membuat sensasi atau membuat kita penasaran misalnya." "Aku yakin tidak sesederhana itu. Pasti ada sesuatu. Soalnya aku pikir dia tidak membuat hal baru dalam novel itu. Pasti ada alasan tertentu kenapa dia tidak mencantumkan Chapter XIV. Alasan yang cukup kuat." "Mungkin! Dia bisa saja mereka-reka alasan andai saja dia sekarang masih hidup. Ya, dia benar-benar menyengaja melakukan hal itu." "Aku juga melihat ada benang merah yang hilang antara Chapter XIII dengan chapter XV. Kau melihatnya?" 227 "Itulah, aku tidak melihat itu. Aku bisa mengatakan karya itu cukup utuh tanpa Chapter XIV. Dan atau dengan atau tanpa Chapter XIV pun karya itu tidak cukup utuh. Aku membacanya dengan subjektifitasku tentu!" "Aku merasa akan utuh dengan Chapter XIV. Lebih tidak cukup utuh tepatnya, tanpa Chapter XIV." "Dia memang sengaja tidak mengutuhkannya. Sepertinya hilangnya Chapter XIV sebagai sebuah simbol ketidakutuhan novel itu." "Kita harus melihat karya itu dari karakter si penulisnya. Apakah dia orang introvert atau obsesius atau apapun. Mungkin dengan hal itu kita akan mengetahui rahasia dibalik hilangnya Chapter XIV." "Energi kita masih dibutuhkan untuk hal yang lebih keren, kawan, ketimbang harus meneliti pribadi seseorang yang sudah mati. Sebaiknya malah, kenapa kita tidak menulis saja Chapter XIV versi kita. Bukankah akan lebih asyik?" "Wah, ide yang cukup lucu! Tapi sebaiknya bukan kita, tapi kita masing masing. Kau bikin versimu dengan semua subyetifitasmu. Akupun begitu. Tak usah terlalu serius, tapi mengalir saja. Nanti kalau sudah jadi kita compare dan lalu kita diskusikan." "Asyik juga ya kalau begitu! Kebetulan aku juga lagi tidak punya ide untuk bikin karya. Kenapa tidak bermain-main seperti itu. Ok deh, kapan kita mulai?" "Terserahlah, aku bisa saja memulainya sekarang. Kau bisa kapan saja." "Baiklah! Aku juga sepertinya akan mulai berkontemplasi dari sekarang. Tidak terlalu serius." "Ya, tidak usah terlalu serius." 228 CUT TO. 1. INT. SEBUAH KAMAR - MALAM. Camera Close Up. Wajah lelaki pertama yang sedang berkontemplasi. Camera Move. Bagian-bagian kamar. Tumpukan buku. Sebuah novel tergeletak di atas meja di depan lelaki pertama, terbuka. Sebuah halaman kosong antara chapter 13 dan chapter 15. Camera Pan. Background poster-poster iklan acara-acara kesenian dan sebuah poster Radiohead Besar. Kontemplasi lelaki pertama dengan bersila di depan meja. Sebuah kontemplasi yang mengobrak-abrik beberapa ingatannya tentang seberapa jauh Si Brengsek penulis novel itu akan merunut beberapa bagian yang hilang dalam novelnya. Atau memang beberapa bagian yang sengaja tidak ia buat. Penulis itu ia pikir telah sangat tidak bertanggung jawab terhadap karya yang sudah dia lemparkan ke publik. Dia melemparkannya begitu saja lantas setelah itu Penulis Brengsek itu meninggal dunia. Karya yang dia buat bukanlah kode-kode yang sudah dia mengerti. Tapi kode-kode pribadinya, meski dia sudah membuat pembelaan yang dia ungkap di Epilog Temporer Episode IV yang seolah-olah ditulis oleh If fiksinya. Benang merah… benang merah… ataupun benang yang berwarna-warni, hijau kuning, biru putih, kelabu, ungu, nila atau apapun. BLUR TO. Scene 1.2 229 EXT. LAPANGAN LUAS PUTIH - SIANG/MALAM Kita melihat seseorang (penulis novel Episode IV) sedang berjalan. Melemparlemparkan kertas. Menyobek-nyobek. Membakar. Hingga membakar dirinya sendiri. DISOLVE TO. Scene 1.3 ANIMASI. Benang merah yang bergerak-gerak hingga kusut dan berubah-ubah warna. Berakhir dengan warna putih terang. CUT TO. 2. INT. SEBUAH KAMAR - MALAM Lelaki kedua sepertinya sudah akan memulai menulis… Menulis entah tentang sesuatu yang mulai mengalir deras dalam benaknya. Menulis tentang orang-orang yang lain. Orang-orang yang peradabannya lebih tinggi. Orang-orang yang lebih tinggi tingkat manusianya. Orang-orang yang tidak bernama. Orang-orang yang hanya disimbolkan dengan inisial. Orangorang yang benar-benar baru. Orang-orang yang mengejutkan. Orang-orang dengan kebiasaan-kebiasaan absurd. Aku tak perlu benang merah. Untuk apa benang merah. Mengapa harus ada benang merah. Ini tidak serius. Ini hanyalah permainan. Permainan kata-kata. Permainan fantasi. Permainan fiksi. Permainan absurd! Camera Extreme Close Up. Wajah lelaki kedua. Urat-uratnya kelihatan. Camera Move To. Sebuah bolpen yang dipegang oleh tangan lelaki kedua terdiam diatas sebuah kertas. 230 DISOLVE TO. Scene 2.1. EXT. KEBUN BELAKANG RUMAH - SORE. Lelaki kedua sedang memainkan sebuah lagu ciptaannya. Wajahnya terlihat puas dan senang. CUT TO. Scene 2.2. INT. SEBUAH CAFÉ - SORE. Kita melihat orang-orang sedang riuh berbicara tentang segala macam hal. Dengan suara musik yang mengalun merdu. Camera Move To. (Long Shot to Medium Close Up) Sekelompok pemuda sedang serius berbicara. 6 laki-laki. 1 wanita. Dan ada seseorang yang sepertinya tidak terlibat dengan obrolan mereka sedang menulis sesuatu sambil memandang sekelompok pemuda itu. Jelas dia sedang menyimak di sebelah meja sekelompok pemuda itu. DISOLVE TO. 3. EXT. SEBUAH TAMAN - SORE. Lelaki pertama dan lelaki kedua sedang mengobrol di sebuah kursi berwarna mencolok menarik perhatian. LELAKI PERTAMA (menyalakan rokoknya sambil tergesa.) "Bagaimana, kau sudah selesai dengannya?" LELAKI KEDUA (mengepalkan tangannya.) "Gila! Aku menemukan orang-orang lain. Orang-orang yang tak pernah diceritakan oleh si brengsek itu." 231 LELAKI PERTAMA "Maksudmu?" LELAKI KEDUA "Kau bacalah sendiri!" Lelaki kedua menyerahkan beberapa lembar kertas dan menyerahkannya ke lelaki pertama. Eongan kecil dari seekor kucing mengalun di udara yang semakin mendingin, memalam. Suara hawar-hawar mobil melintas-lintas seperti kapal terbang yang melintas di atas awan dan hanya terlihat lampunya saja yang berkelap-kelip. Sebuah pasangan manusia saling menggelayut mempresentasikan kerinduan purba di depan kedua lelaki itu. Lelaki pertama membaca lembar demi lembar Chapter XIV versi temannya itu. Serius, sesekali merenggut, sesekali tertawa. Lelaki kedua menunggu dengan urat nadi yang menggeletar dan tapi masih tetap kelihatan santai seperti pembawaannya yang biasa, seperti ketika dia menghadapi dua orang gadis cantik yang centil melintas dihadapannya dan terjatuh dengan telak akibat kecentilannya itu. Tetap dengan tangan mengepal, dengan ekspresi muka santai yang biasa. Selesai sudah! Suara air mengguyur dari sebuah ember yang tumpah oleh anak jalanan kecil yang disuruh ibunya untuk minum mereka sehari-hari seperti menggemuruh. Lelaki pertama memandang mata lelaki kedua. Sebuah pandangan misterius. Sebuah pandangan yang akan membuat kau melonjak ingin segera menerkamnya, mencabik-cabiknya agar kau segera tahu maksud dari pandangan itu. Lelaki kedua menunggu dengan denyut nadi yang semakin menderas, tak sabar, dengan beribu kemungkinan terjemahan dari pandangan mata temannya, dikepalanya. Tiba-tiba lelaki pertama tertawa tergelak. LELAKI PERTAMA (Sambil menunjuk-nunjuk lelaki kedua) "Kau memang gila! Hahaha…". 232 LELAKI KEDUA (Sebentar terhenyak, lantas ikut tertawa.) "Hihihi… entahlah. Itu mengalir begitu saja." (agak mendekat ke lelaki pertama, lantas meneruskan,) "Aku menemukan pola, pola berpikir si brengsek itu suatu malam. Saat aku sedang menolak mentah-mentah konsep benang merah yang kau ungkapkan sebelumnya. Kupikir, dia tak mungkin membuat runutan yang jelas tentang apa yang dia tulis. Jadi akhirnya aku tak berpikir lagi. Dia sangat terpengaruh kundera. ya, tapi dia bukan kundera. Dia membaca kundera dengan kasar, termasuk membaca essai kundera tentang novel trilogi the sleepwalkers-nya hermann broch dalam l'art du romance. Dia belum membaca broch. Dia tahu broch dari kundera. Lantas membuat berbagai poliponi absurd, memainkan komposisi, seperti para pemusik kontemporer. Kita berdua pernah membahas musik Radiohead dan Bjork kan? Nah, kurang lebih seperti mereka dalam versi sastra. Termasuk, kupikir, yang akan dia tulis di Chapter XIV. Chapter XIV haruslah yang paling absurd, dengan gaya menulis yang paling berbeda dari pola menulisnya sebelumnya. Akupun belum membaca broch. Aku juga tahu broch dari kundera. Hanya berupa review subjektif dari kundera. Tapi hal itu cukup memberi jawaban atas pertanyaanku tentang Chapter XIV. Maka aku berempati menjadi dia. Membayangkan apa yang akan ditulisnya untuk Chapter XIV apabila dia menginginkan Chapter itu ada. Yang aku lakukan berikutnya hanyalah menulis menggunakan kekuatan intuisiku dan beberapa analisaku atas pola berpikirnya. Kesimpulanku adalah, dia tak mungkin membuat sebuah runutan atas beberapa Chapter yang sudah dia tulis. Seperti yang kukatakan tadi, dia akan membuat Chapter XIV adalah chapter yang paling absurd dari yang pernah dia tulis sebelumnya. Seperti bila tiba-tiba Radiohead memainkan musik keroncong dengan komposisi musik digital dan permainan efek mereka yang khas. Kemungkinan lain dari tak di tulisnya Chapter XIV olehnya adalah ketidak selesaiannya membaca buku-buku referensi, mungkin karena dia cukup dengan pengalamannya yang sepertinya mengalahkan buku-buku, akhirnya dia ragu. Aku sangat yakin bahwa dia sudah berusaha keras mencari The Sleepwalkers, tapi tak ditemukannya hingga deadline menguasai tulisannya. Bahkan hingga dia meninggal dunia. Dia hanya perlu pembanding, kukira. Seperti aku sekarang. Tapi 233 kupikir cukup untuk takut pada hal itu sekarang. Aku hanya perlu memberanikan diri untuk menyelesaikan Chapter XIV dengan mengandalkan kekuatan intuisiku dan beberapa meditasi saat mengalami stuck. Sekarang aku hanya bisa pasrah, bersiap untuk kau serang." LELAKI PERTAMA "Gila! Kau membuat seolah Si Brengsek itu tak berdaya andai dia masih hidup." LELAKI KEDUA "Sebentar, kawan! Tapi, kupikir, karya seperti yang kutulis ini sudah tidak baru lagi. Konsep seperti itu sudah pernah dibuat oleh banyak penulis." LELAKI PERTAMA "Aku tahu, aku tidak bilang ini baru. Tapi kau tidak usah pesimis. Memangnya apa sih yang masih baru? Radiohead dan Bjork pun tak baru. Seperti kau bilang, mereka hanya bereksperimen dengan komposisi. Semua hal sudah pernah terjadi. Kita hanyalah kutipan-kutipan. Menurutku gaya penulisanmu sangat OK!" FADE OUT. FADE IN. Scene 4.1. EXT. TAMAN YANG SAMA - BERGERAK PERLAHAN MENUJU MALAM LELAKI KEDUA "Tulisanmu sendiri bagaimana?" LELAKI PERTAMA (Mendengar pertanyaan lelaki kedua itu, lelaki pertama langsung merenggut. Air mukanya berubah. Dia mendesah sebentar sambil menyenderkan tubuhnya ke kursi.) "Mh… Aku sebenarnya mulai frustasi…" 234 Lelaki kedua melirikan mukanya dengan nada "kenapa?" LELAKI PETAMA (OS) "Aku terjebak dalam labirin yang kubuat sendiri." LELAKI KEDUA "Labirin?" LELAKI PERTAMA "Ya, labirin. Aku mulai bermain dadu dalam labirinku sendiri. Dan aku tahu, hal itu nggak bagus buat kulit. Hihihi…" Lelaki pertama tersenyum miris untuk leluconnya sendiri. Lantas meneruskan. "Aku butuh bantuanmu. Aku butuh kau untuk merangkai labirin yang menyesatkanku ini. Aku butuh bantuan kau untuk melempar dadu. Kebetulan kau sudah selesai dengan hal ini, aku harap kau masih punya energi yang bisa ditransformasikan padaku. Minimal sisa-sisanya, pls!" CUT TO. 5. INT. SEBUAH KAMAR - MALAM. Kedua lelaki itu membayangkan tokoh-tokoh dalam novel itu hidup (Secara real. Secara virtual. Atau apa sajalah). Sebab pengarangnya sudah mati, terkubur di sebuah pekuburan multi religius di sebuah kota kecil. Kedua lelaki itu terhenyak! Camera move to. Sebuah kertas dipegang sebuah tangan dengan tulisan yang ditulis oleh mereka. DISOLVE TO. Scene 4.1. EXT/INT. SEBUAH POTONGAN2 KLIP. Sebuah rangkaian kejadian dan klip-klip yang menyimbolkan tentang 235 pertentangan paradigma. Kotradiktif. Dilema. Diisi juga dengan beberapa Video Art. LELAKI PERTAMA (OS) Pertama; terjadi polemik tak diduga antara tokoh-tokoh dalam novel itu. Baik tokoh-tokoh yang masih hidup ataupun tokoh yang digambarkan sudah mati. Polemik luar biasa hebat Chaos! LELAKI KEDUA (OS) Kedua;ada protes terlontar dari salah seorang tokoh yang merasa hanya jadi figuran di novel itu. Si Pengarang pernah berkata bahwa dia tidak suka dengan pengklasifikasian tokoh. Nyatanya dia hanya jadi peran pembantu bahkan figuran. Paradoks! LELAKI PERTAMA DAN KEDUA BERGANTIAN (OS) Ketiga; ada protes juga dari tokoh lain yang merasa tidak mempunyai ending dalam kisahnya. Dia menginginkan ending apapun untuk dirinya. Dia merasa sangat menggantung, seperti menggantung antara langit dan bumi. Seperti ketika Venus dihukum Apollo. Schrodinger! Pada titik ini mereka mulai terjebak dalam labirin berikutnya. Tersesat. Padahal labirin sebelumnya pun belum berhasil mereka pecahkan. Rumit! FADE TO BLACK. FADE IN. 1. EXT. TAMAN YANG SAMA(BLACK/WHITE) - SORE. BLUR TO. Scene 6.1. EXT. TAMAN YANG SAMA - SORE. Kedua lelaki itu terkaget dengan kedatangan Gateauxlotjo yang mendadak. Lantas keduanya berdiri dan menyalami Gateauxlotjo dengan hangat. 236 LELAKI PERTAMA "Kau Sulaiman?" GATEAUXLOTJO “Bukan aku Gateauxlotjo.” LELAKI KEDUA "Gateauxlotjo? Oh, hai, kami pikir Sulaiman. Kami memang sedang menunggunya akhir-akhir ini" GATEAUXLOTJO “Oh, ya? Mengapa?” LELAKI PERTAMA “Nanti lah kami ceritakan. Ngomong-ngomong ada apa nih? Tumben!” GATEAUXLOTJO "Oh, ya ada kabar baru buat kalian. Mengenai Chapter XIV yang hilang itu. Seminggu yang lalu aku datang ke rumahnya. Aku meminta pada keluarganya untuk membuka-buka arsipnya. Aku menjelaskan pada mereka bahwa betapa pentingnya bila Chapter XIV ditemukan. Minimal draft atau catatan-catatan kecilnya." LELAKI PERTAMA "Lantas?" GATEAUXLOTJO "Mereka mengijinkan. Mereka juga tidak tahu menahu tentang hal itu. Katanya dia sangat tertutup untuk novelnya. Bahkan pada mereka, keluarganya, sekalipun. "Lalu aku mencoba memulainya dengan memeriksa file-file dalam komputernya. Aku tak menemukan apa-apa. Sepertinya dia sudah menghapus semua file-nya sebelum kecelakaan itu terjadi. "Lalu aku mulai memeriksa arsip-arsip di lacinya. Aku menemukan beberapa cerpen dan puisi yang masih tulisan tangan. Hingga akhirnya aku terkaget ketika 237 menemukan sebuah tulisan yang masih banyak coretan dalam selembar kertas. Ya, Tuhan! Aku sangat yakin betul kalau tulisan itu asalnya direncanakan untuk menjadi Chapter XIV. Aku menemukan sesuatu yang selama ini masih kabur di novel itu." Kedua lelaki itu terhenyak dan sedikit tak bisa bernafas. CUT TO. Scene 6.3. INT. KAMAR LELAKI PERTAMA - MALAM. Kedua lelaki itu bersama Gateauxlotjo di sebuah kamar sedang mempelajari tulisan diatas selembar kertas A4 itu. Serius! INSERT. Sebuah tulisan berbunyi: “Sepertinya aku akan memulainya dari Termina. Pada saatnya nanti aku akan memaksakan Termina untuk menjadi kakak kandungnya si misterius Truly. Agar semakin berbelit. Karna, misalnya pernah berpacaran dengan Truly. Ketika datang ke rumah Truly, disanalah Karna bertemu dengan Termina. Saat itu Termina sedang bermasalah dengan Cerio. Berawal dari sebuah obrolan ringan berlanjut menjadi sebuah pengkhianatan yang amat rapi. Hingga akhirnya Truly tahu. Lantas setelah itu Truly mati entah bagaimana. Keluarganya merahasiakannya dan langsung menguburkannya. Hal ini menyebabkan terciptanya sebuah labirin misterius dan akan menjadi sebuah novel misteri yang terpisah berjudul: “Misteri Dadu Yang Hilang Dalam Labirinnya Sendiri.” Semacam dipaksakan menjadi sebentuk segitiga setan. Kejadian itu bisa mungkin menjadi penyebab utama pertengkaran hebat antara Karna dengan Termina seperti pada Chapter XV. Harus dipaksakan seperti ini untuk menggambarkan kompleksitas permasalahan dalam hidup seorang rockstar.” LELAKI PERTAMA “Sialan, dugaanku benar. Kontemplasiku tak sia-sia. Si Brengsek itu pasti 238 membutuhkan benang merah. Tepat seperti yang kita tulis, Kawan! (Melirik ke arah lelaki kedua) Dan benar juga seperti kataku bahwa tulisanmu membuat Si Brengsek itu tak berdaya. Hahaha… GATEAUXLOTJO “Memangnya kalian menulis apa?” LELAKI KEDUA "Kau tahu, sebenarnya kami berdua sudah membuat Chapter XIV versi kami berdua bahkan hingga tersesat-sesat dalam labirin yang kami buat sendiri. Sebab kami memang merasa sangat terganggu dengan hilangnya Chapter ini." LELAKI PERTAMA (menambahkan, sambil menunjuk lelaki kedua) “Dan sebelumnya dia menulis sendiri Chapter XIV versinya. Dan sangat Kundera bahkan mungkin Borges. Cool!” LELAKI KEDUA “Tapi dugaanku meleset. Kupikir si Brengsek itu tidak akan memperdulikan benang merah. Kupikir dia seorang Borgesian. Ah, tapi mungkin dia membaca Borges dari sudut yang lain. Sepertinya dia lebih condong ke Kundera. Meski tidak se-literer mereka, dia cukup sanggup mengimbangi keduanya. Tapi kupikir pantas saja Borges bisa sehebat itu sebab dari kecil dia sudah diwarisi sebuah perpustakaan besar oleh kakeknya. Menyebalkan! Membuatiku iri. Eh, sorry jadi ngelantur! Ya… ya… Si Brengsek itu mampu bikin karya se-absurd itu hanya dengan referensi dan literatur seadanya. Itu yang membuatku salut padanya.” GATEAUXLOTJO (tertegun. Lama. Hingga seperti tiba-tiba ada lampu menyala di kepalanya.) Insert: Lampu kota yang menyala secara serentak. "Ah, aku punya rencana hebat, kalau begitu. Bagaimana kalau Chapter XIV versi kalian ini digabung dengan temuanku kita terbitkan terbatas untuk orang-orang 239 yang mempunyai ketertarikan sama seperti kita. Kita beri judul yang sama seperti yang dia rencanakan, kalau memang isinya mirip." FADE TO BLACK. Para Plagiat Jenius Oleh: Melvin Ayodya Coba perhatikan ketiga fiksi yang saling memplagiat satu sama lain ini; 1. Kurasa baru kali ini mengatakan bahwa aku masih hidup. Berawal dari kokok ayam jantan yang terdengar aneh di sore hari. Suara mobil dan klakson meraungraung ditimpa suara-suara burung yang mengaum. Aku sebenarnya tak mengindahkan itu semua. Pikiranku hanya tertuju pada sebuah nama: Kelam! Kelam adalah – kelak aku menamainya cukup dengan satu kata ini – gelap total! Kelam dari sebuah kemampatan berpikir, akankah kulanjutkan hidup ini? Akankah aku akan menemui esok pagi seperti aku menemui pagi ini dengan mata 240 terbuka dan bersujud penuh di hadapan matahari yang begitu hangat mnyelinap kedalam setiap inchi pori di sekujur tubuhku? Hidup seperti yang kutahu dan selama ini kujalani adalah derita... derita... derita... Tapi benarkah hanya derita yang selama ini kukenal? Atau itu mungkin hanyalah sebuah pengalihan perhatian dari ketidak mampuanku menghadapi hidup yang sebenarnya..., aku tidak menderita! Terus-menerus aku mengulang kata itu, aku tidak menderita! Kelam ini kupelihara seperti kura-kura yang tidak mengetahui apapun yang ada diatas tempurungnya. Lumut atau debu atau bangkai ikan kecil? Kura-kura itu terus membawa-bawa rumahnya kemanapun dia pergi berenang. Dia tidak pernah benar-benar mengenal tempurungnya. Seperti aku? Ya..., aku tidak mengenal hidup seperti halnya aku tidak tahu sama sekali tentang mati, semuanya kelam! Kelam ini kuhadiahkan pada Tuhan sebagai persembahan tambahan dari persembahan-persembahanku sebelumnya. Aku mengalah pada Tuhan dalam hal ini. Padahal sebelumnya – sumpah! – aku tidak pernah mau mengalah pada Tuhan. Biasanya aku menepiskan kata Tuhan seperti seekor kutu buku yang begitu saja menelan kata itu di lembaran-lembaran kertas dalam buku-buku tebal bernama Kitab Suci. Ah, tapi benar-benar kelam, kelam sekali! 2. Kurasa baru kali ini mengatakan bahwa aku masih hidup, padahal sebenarnya aku tidak tahu seperti apa kematian itu. Seorang temanku pernah berkata bahwa apabila hidup itu berbau pasir panas terguyur hujan maka kematian berbau pasir lembab terpanggang matahari. Berawal dari suara kuku yang menggurat-gurat kaca jendela yang terdengar aneh di sore hari. Dilanjutkan oleh suara mesin tik yang meraung-raung ditimpa suara-suara hentakan dari kaki seorang sufi yang mengaum. Aku sebenarnya tak mengindahkan itu semua sebab apa peduliku bila itu semua hanyalah masuk kedalam telingaku dan bukannya keluar dari mulutku. Keanehan ini kupelihara seperti jamur yang menyerang kulit coklat terbakar panas matahari. Menutupi bagian-bagian dari hidupku yang tidak seorangpun mampu menebak bahkan bagian terluarnya sekalipun. Padahal seperti sudah 241 kubilang tadi bahwa aku tidak mengenal hidup seperti halnya aku tidak tahu sama sekali tentang mati, semuanya gelap total! Hal ini kuhadiahkan pada Tuhan sebagai persembahan tambahan dari persembahan-persembahanku sebelumnya. Aku mengalah pada Tuhan dalam hal ini. Tapi terus terang, saat ini adalah momentum paling aneh dalam hidupku. Apalagi bila aku menggunakan momentum ini sebagai pijakan untuk memulai hidup baruku yang baru saja kupertanyakan. 3. Kurasa baru kali ini mengatakan bahwa aku masih hidup. Berawal dari kokok ayam jantan yang terdengar aneh di sore hari. Suara mobil dan klakson meraungraung ditimpa suara-suara burung yang mengaum. Aku sebenarnya tak mengindahkan itu semua. Pikiranku hanya tertuju pada sebuah nama: Kelam! Kelam dari sebuah kemampatan berpikir, akankah kulanjutkan hidup ini? Ya, harus kulanjutkan sebab tiada hidup yang pernah kujalani selain derita... derita... derita... Atau itu mungkin hanyalah sebuah pengalihan perhatian dari ketidak mampuanku menghadapi hidup yang sebenarnya..., aku tidak menderita! Kelam ini kupelihara seperti jamur yang menyerang kulit coklat terbakar panas matahari. menutupi seluruh gelap hidupku. Ya..., aku tidak mengenal hidup seperti halnya aku tidak tahu sama sekali tentang mati, semuanya kelam! Kelam dalam kenyataan sekarang adalah tidak adanya bintang atau bulan sebab masih sore. Tiada matahari sebab awan-awan gelap menyelubungi sore dan hanya lampu-lampu jalan yang meremang menjadi sedikit penerang. Kulihat jam tanganku, 16.30. Kelam ini kuhadiahkan pada Tuhan sebagai persembahan tambahan dari persembahan-persembahanku sebelumnya. Aku mengalah pada Tuhan dalam hal ini. Tapi benar-benar kelam, kelam sekali! Ketiga penulis fiksi itu memang menyengaja untuk saling memplagiat dan mencoba untuk saling menonjol dengan memberikan penekanan pada wilayahwilayah yang berbeda untuk menampilkan image yang berbeda satu sama lain. Sebenarnya ketiga penulis itu tidak saling mengenal satu sama lain sebelumnya. Mereka hanya pernah bertemu di Cybersastra dalam kolom forum diskusi. 242 Penulis pertama menampilkan plagiasi pertamanya dengan mengambil salah satu bagian dari novel Episode IV tanpa sedikitpun merubah kata-katanya dan mengkalim bahwa itu adalah karyanya. Penulis kedua merespon dengan plagiasi yang sudah memberikan perubahanperubahan pada beberapa bagian. Dan penulis ketiga melakukan hal yang sama seperti penulis kedua. Mereka semua sudah membaca novel itu. Episode IV. Fiksi inilah yang pada awalnya mempertemukan mereka. Kali ini aku akan menamai kedua lelaki yang sebelumnya hanya berinisial lelaki pertama dan lelaki kedua di sebuah taman itu dengan nama-nama aslinya. Seperti yang sudah kau ketahui, penulis pertama bernama Gateauxlotjo. Penulis kedua (lelaki pertama) bernama Alvin Respati dan penulis ketiga (lelaki kedua) bernama Melvin Ayodya, saya sendiri. Pertanyaan yang kemudian muncul dalam benak saya adalah, apa benar mereka (kami) saling memplagiat? Bisa jadi hanya saling mensimulasi. Atau imitasi atas satu sama lain. Alvin bahkan merombak sebuah bagian dalam novel Episode IV: Sepuluh pas. I’ve just want to be this over, so get your knees up. Kekalauan kembali memeras solar plexus-ku saat sebuah kaset yang ditemukan oleh seorang spg di sebuah meja kosong itu kembali ku-rewind dan kuputar… “Ibuku seorang gila yang katanya diperkosa 5 orang anak-anak berandal yang sedang mabuk. Katanya lagi, ibuku menikmatinya! Berarti ayahku 5 orang. Kedengarannya lucu memang tapi padahal memang sangat lucu! Aku dibesarkan di rumah sakit jiwa hingga berumur 5 tahun. Karena susu ibu adalah segalanya dan ibuku, meskipun gila, masih sanggup memelihara seorang anak seperti naluri singa betina yang ingin memelihara dan melindungi anaknya.” Wanita spg itu mengeluh tak bisa tidur saat setiap kali memutar kaset ini… 243 “Kami dipisahkan dengan paksa, dengan air mata hingga menyebabkan ibuku bertambah gila, mengamuk, mencederai 5 orang perawat dan lalu ibuku bunuh diri. Saat itu aku menganggapnya sebagai sebuah film kartun yang nyata. Aku tertawa! Selebihnya aku hidup dalam sebuah panti asuhan yang sudah tak sanggup lagi mengurus kenakalanku.” Itulah mengapa dia memberikan kaset itu padaku. Itulah mengapa kaset itu ada padaku. Itulah mengapa aku sering me-rewind dan memutarnya. Itulah mengapa solar plexus-ku sering terjeramah oleh kegalauan. Dan, itulah mengapa aku harus membuang kaset ini… “Pada umur 6 tahun, sebuah keluarga kaya mengadopsiku dengan alasan aku anak lelaki yang sangat tampan dan lucu. Meski mereka mempunyai anak, tapi perempuan semua. Meski mereka masih sanggup membuat anak-anak baru, tapi mereka tetap mengadopsiku dengan alasan sama, aku anak lelaki tampan! Ya..., tampan, bahkan sangat tampan untuk menjadi seorang gigolo. Ayah angkatku pergi kerja tiap pagi sekali dan pulang seminggu kemudian, malam sekali. Saudara angkatku wanita semua dan yang lahir kemudianpun wanita juga. Ibu angkatku memperkosaku setiap malam semenjak aku menginjak remaja. Hingga aku sadar bahwa alasan satu-satunya adalah kemaluanku cukup besar untuk ukuran orang sini. Saudara angkatku secara bergiliran mengikuti kelakuan ibunya. Hingga aku ketagihan dan kuperkosa adik angkatku yang sedang beranjak remaja. Cukup!” Sepuluh lebih satu. I’ve just want to be this over, so get your knees up. Temanku Marsha, sering meneriakkan ‘bunuh dan penggal kemaluan pengidap pedophilia’ pada setiap waria yang sedang bertugas di lalu lintas. Dan dari setiap waria yang dia teriakkan ‘bunuh dan penggal kemaluan pengidap pedophilia’ itu, enam puluh lima persen marah dan memukul dada Marsha tapi kemudian menciumnya, tiga puluh persen waria lainnya tersenyum dan memeluknya, tapi kemudian malah menyuruh-ancam Marsha untuk mencopot semua pakaiannya, dan lima persen sisanya kabur saat teriakkan itu termuntahkan di wajah mereka. ‘bunuh dan penggal kemaluan pengidap pedophilia’. “Aku seorang biseksual. Ayah angkatku sudah mengajariku sejak dulu, dia 244 seorang pengidap pedophilia. Sekarang kelam menyeruak dalam benakku. Tapi lengkap sudah, ayahku enam; lima pemabuk dan pemerkosa, satu pengidap penyakit aneh. Ibuku dua; satu seorang gila, karena perceraian dan bunuh diri dengan alasan Singa Betina! satu seorang maniak seks.” Sebenarnya, peristiwa akibat teriakkan ‘bunuh dan penggal kemaluan pengidap pedophilia’ itu takkan pernah ada kalau saja Marsha tidak menerima kiriman paket gelap yang disangkanya adalah kokain tapi ternyata hanya sebuah kaset. Kaset itu masih misterius identitasnya. Bahkan sampai ditanganku. Dan aku sering memutarnya… “Saudaraku banyak; orang-orang gila, pemabuk, maniak seks dan anak dari ibuku yang pertama sebelum gila; seorang wanita yang sekarang serumah denganku, bermain seks denganku dan dia juga seorang pelacur. Aku sekarang sudah beranjak dewasa. Beberapa tahun yang lalu aku diusir ayah angkatku sebab ketahuan sedang bercinta dengan istrinya. Aku bertemu kakak kandungku. Sebelumnya kami berpacaran dan bercinta setiap hari. Hingga beberapa hari yang lalu seseorang mengatakan bahwa kami mempunyai wajah yang mirip. Orang itu yang memberitahu kami bahwa kami kakak beradik. Orang itu adalah ayahnya. Bukan ayahku sebab ayahku lima sedang ayahnya satu, tapi ibu kami sama.” Suatu saat, Marsha pernah meminta kembali kaset itu. Katanya ada seseorang yang juga mengenali kaset itu dan menginginkan kaset itu kembali berapa pun bayarannya. Tapi sayangnya, aku takkan pernah memberikan kaset itu kepada siapa pun, berapa pun dia mau bayar, karena sekarang -aku terlanjur mencintai suara dari kaset itu- kaset itu hilang. Itulah yang terjadi, peristiwa kehilangan yang sempat membuatku ingin mati saja. Dan sampai sekarangpun desahan cerita dari suara itu masih tersimpan dalam ingatanku… “Keringanan kakiku melangkah seiring loncatnya keanggunan seekor keringat malam yang mengandung peradaban. Terkenang bagaikan kicau jalak-jalak yang terapung memecah liuk gelombang samudera. Ha...ha...ha...” Ha...ha...ha... 245 Dan lihat apa yang dilakukan Gateauxlotjo dan bersama Niskala atas Karya Borges yang satu ini: Borges dan Mereka Fakta-Fiksi 1: 1. Penemuan Naskah Tua karangan Borges berjudul Borges dan Aku di sebuah perpustakaan tua peninggalan Belanda di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dalam huruf Wingdings. 2. Ditranskrip oleh Gateauxlotjo ke dalam huruf latin 3. Kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dibantu Niskala Ruhlelana berjudul Borges dan Diri Saya. 4. Karya terjemahan Hasif Amini pernah dimuat dalam Newsletter Ajaib, Yogyakarta, pada tahun 2001, dengan tambahan sebuah surat dari Baskoro Budhi Darmawan. Fakta-Fiksi 2: 1. Penemuan karya yang mirip di internet berbahasa Spanyol karangan Jorge Luis Borges berjudul Borges y yo 2. Dan terjemahannya dalam Bahasa Inggris oleh Alastair Reid berjudul Borges and I 3. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dari versi berbahasa Inggris oleh Ariyantri berjudul Borges dan Aku. Dimuat pada Majalah Hill, Bandung, Edisi Pertama. Fakta Tambahan: 1. Terjemahan Versi lain dari karya Borges diterbitkan oleh LKiS 1999 dalam sebuah buku kumpulan fiksi berjudul Labirin Impian oleh Jorge Luis Borges, diterjemahkan oleh Hasif Amini berjudul Borges dan Aku 2. Diterjemahkan berdasarkan tiga versi masing-masing: Borges and I, Norman 246 Thomas Di Giovanni dalam Borges A Reader. Borges and I, Alastair Reid dalam jurnal Antaeus (1994) dan Borges and Myself, Norman Thomas Di Giovanni & Jorge Luis Borges dalam The Aleph and Other Stories. Berikut ini adalah versi terjemahan Gateauxlotjo dan Niskala Ruhlelana: Borges dan Diri Saya Ada dia yang lain yang saya namakan Borges mengalami semua kejadian itu. Saya berjalan-jalan di beberapa bilangan di Buenos Aires lalu berhenti beberapa kejap mata hingga terbiasa untuk melihat jeruji besi pada gerbang masuk; saya mengenal Borges dari surat-suratnya, dan namanya tercantum dalam daftar profesor atau dalam ensiklopedi tokoh. Saya suka melihat pasir-pasir lembut dalam kaca menjadi penanda waktu, peta, bentuk-bentuk huruf pada abad 18, aroma kopi, dan karya Stevenson; dia berbagi kesukaan itu dengan saya, tapi dia terlalu hiperbolik dalam berkata-kata sehingga kesukaan itu menjadi seperti kebohongan belaka. Akan menjadi berlebih kalau dibilang kami bertentangan satu sama lain; saya hidup, dan dengan ikhlas tetap hidup, maka dari itu Borges masih bisa dan terus menulis, dan karyanya itulah penyebab keberadaan saya. Tidak begitu susah untuk saya menerima kenyataan bahwa dia telah mencapai puncak pada karya-karyanya, tapi saya tidak lantas diselamatkan oleh karya itu, bisa jadi karena sesuatu yang benar tidak dimiliki siapa-siapa, bahkan dia sendiri pun tidak, akan tetapi oleh tradisi dan bahasa. Dan lagipula saya sudah pasti hancur dan hilang, dan hanya sebagian dari diri saya yang bisa tetap bersisa pada saat ini. Lambat laun, saya memberikan segala-galanya pada dia, meskipun saya harus cukup berhati-hati dengan sikapnya yang absurd ketika menjadi terlalu hiperbolik dan semakin keliru dalam memandang sebuah masalah. Spinoza sudah tahu sejak awal bahwa apapun akan serius mempertahankan adanya dalam keberadaannya dalam waktu yang lama; batu akan tetap batu dan macan-macan loreng. Saya akan terus berada dalam Borges, bukan dalam diri saya (kalau memang saya adalah seseorang), tapi saya cukup mengenal diri saya melalui beberapa karyanya, apalagi dalam petikan gitar yang sinting atau bukubuku yang lain. Dulu sekali saya pernah mencoba keluar dan lari darinya, dari 247 mulai legenda kota-kota pinggiran, bermain-main dengan waktu, hingga ketakhinggaan ruang semesta. Tapi semua permainan ini sekarang kepunyaan Borges dan saya mau tidak mau harus memikirkan hal-hal lainnya. Itulah kenapa hidup saya adalah sebuah petualangan dan saya kehilangan semuanya dan semua itu dipunyai oleh alam bawah sadar, atau olehnya. Saya benar-benar tak tahu lagi siapa diantara kami berdua yang sudah menggoreskan tinta pada halaman ini. Saya juga sudah tidak tahu lagi siapa diantara mereka semua yang benar-benar menulis kisah ini. Tentang Ditemukannya Dua Mayat Lelaki Di Sebuah Taman Oleh: Gateauxlotjo Kalau Kau Membaca Berita Tentang Ditemukannya Dua Mayat Lelaki Yang Tercincang Di Sebuah Taman (maka harus kau baca kisah ini dari awal!) Langit sepertinya masih hijau. Belum menunjukan kebijaksanaan apapun, bahkanpun seandainya beberapa bintang yang membentuk sebuah rasi mulai jelas terlihat. Dua lelaki itu masih duduk menunggui malam, masih di taman itu. Taman yang berbau dupa, tidak begitu menyengat, tapi cukup membuat bulu kuduk berdiri satu-persatu apabila dihirup dengan semua kegagalan fantasi yang menyeruak menggambarkan wajah seram Sundel Bolong saat kau berumur 4-12 tahun. Dua lelaki itu sedang menghitung berapa banyak keindahan yang terlewatkan sore 248 itu bila mereka membicarakan beberapa tema sekaligus dalam hitungan kesepuluh. Misalnya ketika seorang gadis bersepatu kaca berjalan tepat di depan hidung sementara bau dupa terus menghantui fantasi mereka. Ada keindahan yang terlewatkan tentu. Atau ketika ada gadis lain melirik mereka dan mencoba duduk di kursi besi yang lain yang tak jauh dari kursi besi yang mereka duduki sekarang sementara suara mobil yang entah berapa puluh mengaum di kejauhan di jalan sebelah taman itu. Sementara mereka terus membicarakan tema-tema yang sejak tadi melingkupi obrolan mereka. Ada keindahan yang terlewatkan tentu. Atau ketika ada seorang anak kecil melemparkan batu pertamanya ke kolam yang tak jauh dari tempat duduk mereka dan ibunya tersenyum memperlihatkan sebuah kebanggaan yang tak dapat dilukiskan pelukis naturalis rajin setelah menghisap satu gram metamphetamine sekalipun. Senyum yang menarik, seharusnya menarik kedua lelaki itu. Tapi tidak. Ada keindahan yang terlewatkan tentu. Ada memang banyak keindahan yang terlewatkan. Puluhan paragraf. Tapi tidak, ada keindahan lain yang mereka rasakan saat langit berubah dari hijau ke kelabu padat. Yang hanya dirasakan mereka berdua. Tidak dirasakan orang-orang yang sedang menikmati sore di taman itu. Hanya mereka berdua. Dua lelaki itu sebenarnya tidak pernah merindui malam, tidak seperti para kampret yang menggantung di sudut-sudut kolong jembatan dan dahan-dahan pohon. Tidak pernah merindui malam sama seperti tidak pernah merindui siang. Lelaki pertama berbadan kurus tapi tidak kering, cukup basah dalam beberapa hal, misalnya apabila dia menawarkan seorang gadis untuk bersetubuh dengannya dan menjilati seluruh tubuh gadis itu seperti induk kucing menjilati anaknya setubuhtubuh. Cukup basah saat merokok, sebab ujung rokok yang terselip di bibirnya memang tidak pernah kering, sepertinya dia tidak pernah berhenti menjilati rokoknya yang berasa sedikit manis itu seperti tidak akan pernah bisa menikmati rokok putih yang ujung filternya tidak berasa atau bahkan sedikit pahit. Wajahnya tirus, memendam tangis, sedikit merah apabila mendengar beberapa hal yang emosional, marah, sedih, tertawa, malu, gatal bahkan birahi. Wajahnya cukup menarik kalau begitu, berwarna dua, merah dan putih oriental standar. Tangannya selalu mengepal seperti mempunyai wajah yang kuat dan berbadan gempal. Tangannya selalu mengepal seperti menandakan bahwa dia selalu siaga apabila ada orang yang tiba-tiba datang membawa segudang adrenalin dan 249 menimpakan beberapa balok paving block ke muka, kepala dan tubuhnya. Tetapi lelaki itu berperilaku santai, hanya tangannya selalu mengepal, entah kenapa. Dia, seperti juga yang sering ia katakan, adalah keindahan yang terbunuh oleh takdir. Dengan kata-kata itu ia membesarkan diri. Lelaki kedua berwajah lembut, kekanakan, kewanitaan. Seperti akan membiarkan orang menampar pipi kirinya apabila sebelumnya orang itu menampar pipi kanannya. Tidak akan membunuh seekor nyamukpun meski dia hidup di musim kemarau dalam sebuah tempat penuh genangan air dan puluhan baju bergantungan di capstock dan lemari yang terbuka. Sepertinya dia rentan akan berbagai penyakit yang dekat dengannya. Berwajah Arab campuran Cina. Wajah yang jarang sekali ditemukan, wajah yang dipertemukan oleh dua kebudayaan yang amat berbeda, amat bertolak belakang. Dan sepertinya leluhurnya pernah bermasalah terhadap keluarga besarnya. Kakeknya diusir dari rumah karena menikahi seorang Cina. Neneknya diusir dari rumah karena menikahi seorang Arab. Ayahnya lahir dan menikahi seorang sunda-belanda saat beranjak dewasa. Cukup tampan kalau begitu. Lumayan tinggi dan tegap, tidak terlalu kurus meski sepertinya olahraga bukan kebiasaannya dari semenjak lahir hingga sekarang. Kulitnya berwarna macammacam, sepertinya seluruh warna siang, sore, malam dan pagi menempel sekaligus dan sabar di tubuhnya. Dia, seperti juga yang sering ia katakan, adalah takdir yang indah. Dengan katakata itu ia membesarkan hati. Taman yang mereka duduki sebenarnya taman yang sudah lama mati, tak pernah lagi dikunjungi, hanya dihuni beberapa gelandangan dan menjadi tempat nongkrong anak-anak Punk yang mencoba meninggalkan rumah lantas setelah benar-benar kelaparan mereka baru pulang lagi ke pangkuan orang tua mereka. Taman itu mulai menjadi hidup kembali setelah beberapa demonstran lingkungan hidup dari sebuah LSM pencari perhatian menekan pemerintah kota untuk merenovasi fasilitas-fasilitas taman itu, seperti misalnya WC umum, kursi-kursi, tempat bermain anak-anak, air mancur dan kolam-kolam yang sudah menyerupai bekas peternakan babi. Sebuah gedung kembar simbol hegemoni ekonomi meledak beberapa saat setelah kejadian di bawah ini. 250 Seekor kucing bercorak putih kuning tiba-tiba mengeong dengan nyaring dengan mata menyorot langsung dan tajam ke mata lelaki pertama. Seolah akan memperingatkan tentang sesuatu padanya, dan bukan saja seolah. Agak lama mereka terpaku terkesima hingga kucing itu pergi sambil menggerutu dengan eongan-eongan kecil hingga tak terlihat, tertutup salah satu pohon di taman itu dan beberapa belukar akan tapi eongan nya masih terdengar. Lelaki pertama tersontak kaget, melirik ke arah lelaki kedua yang juga memandanginya dengan nada pertanyaan yang sama dalam air mukanya. Sebuah pertanda! lelaki pertama menyentakan suaranya tepat di ujung pusaran pikiran lelaki kedua. Aku tahu, tapi pertanda apa, aku tak tahu. Runutannya terlalu cepat. Menurutmu? lelaki kedua mencoba mengurai pertanyaan-pertanyaan yang terlontar secara diam dari lelaki pertama. Kupikir alangkah sebaiknya kita menjadi Sulaiman dahulu sebelum menerkanerka apa yang ingin disampaikan kucing itu pada kita. Kenapa harus Sulaiman! Bukankah setiap manusia bisa menerjemahkan bahasa buana seperti itu? Buktinya kita tidak bisa! Apa kau pikir bisa semudah itu menerjemahkan bahasa buana? Meditasi, Kawan! Coba kita sedikit bermeditasi dan menyatukan energi kita berdua. Seperti yang pernah kita lakukan waktu itu saat kita berdua sering dikunjungi hantu-hantu berkerudung. Bukankah saat itu akhirnya kita berdua dapat berkomunikasi dengan mereka? Ah, ya… Kalau begitu, ayo! Lelaki pertama meraih tangan lembut lelaki kedua. Mereka berpegangan erat, saling menyilang. Kanan dengan kanan. Kiri dengan kiri. (Alasan kenapa menyilang adalah agar tidak ada perebutan energi. Sebab tangan kanan bermuatan positif dan apabila bertemu tangan kanan lagi akan terjadi penolakan sehingga energi akan tetap berputar di tubuh masing-masing. Pada saat seperti itu mereka menggunakan kesempatan untuk menyedot energi dari semesta. Berkomunikasi dengan semesta.) Malam semakin larut. Orang-orang benar-benar hanya tinggal para pengemis dan pengamen yang sudah terlelap dalam dusnya masing-masing di sudut taman. Kedua lelaki itu masih berhadapan, berpegangan erat seperti seolah tidak akan 251 dilepaskan andai saja tidak ada guntur yang menggelegar. Dari arah utara, tiba-tiba, datang seorang tua membawa sebuah kendi berisi air bening. Seorang tua bersorban putih, berbaju putih, berkumis putih, bersarung putih, dan bermata putih. Orang tua itu buta! Tapi dia bisa berjalan sangat tepat dan cepat seperti seolah akan mengalahkan manusia bermata normal dalam kecepatan berjalan seperti itu, dalam kegelapan malam seperti itu. Orang tua itu mencoba mendekati dua lelaki di taman itu. Berkata dengan suara lirih, Hai dua lelaki yang perih hati! Aku datang kemari untuk membawa dua buah jawaban atas pertanyaan kalian yang tadi kalian lontarkan. Aku adalah Sulaiman. Dua lelaki itu tersontak kaget. Terbangun dari meditasinya. Hari hampir pagi. Memandang lurus setajam katana ke arah lelaki tua berputih itu. Kau Sulaiman? Dengan bersamaan, seolah terucap dari mulut kedua lelaki itu. Ya, seharusnya para malaikat yang diutus dini hari ini untuk menjawab pertanyaan kalian. Tapi aku meminta pada Tuhan untuk menggantikan para malaikat itu sebab tadi malam kalian menyebut-nyebut namaku. Pesan apa yang kau bawa dari Tuhan untuk kami, Paduka? Lelaki pertama bertanya diiringi sedikit menekukan tubuh tanda hormat pada Sulaiman. Jawaban pertama, meditasi kalian akan meruntuhkan beberapa hegemoni yang ditanamkan sebuah negara adi daya. Meditasi kalian akan menimbulkan teror yang hebat untuk dunia. Sebuah teror yang akan luar biasa mengejutkan dunia. Teror? Lelaki kedua menyambut dengan pertanyaan lagi. Sang Sulaiman terdiam sejenak sambil memandang kosong dengan mata butanya tepat kejantung mata lelaki kedua. Kenapa terdiam? Lelaki kedua mencoba membuka kembali percakapan. Sang Sulaiman menghirup nafas panjang. Aku hanya membawa dua buah jawaban. Yang pertama sudah kulontarkan. Tak ada jawaban lebih lanjut dari jawaban pertama. Yang kedua akan segera kulontarkan. Kalian harus bersiap sebab jawaban yang kedua akan terlontar menjadi suara terakhir di dunia yang akan kalian dengar. Maksudmu? Lelaki kedua. Maksudmu? Lelaki pertama tergagap, seolah dia sudah tahu apa yang akan dilontarkan lelaki tua itu. 252 Dunia akan berada di ujung tanduk seekor kerbau seperti dongeng leluhur kalian yang sering kalian dengar setiap malam sebelum kalian tidur. Kerbau itu berdiri di atas ikan Nun. Ikan Nun itu hidup di Samudera Hindia yang berombak ganas. Kalian akan tersenyum, hidup di dunia seperti itu. Kalian adalah penyebab semua itu, tersenyum bukan? Selain aku mewakili Jibril saat ini, aku juga mewakili… Lelaki itu terdiam sejenak, menatap kedua lelaki itu, kembali menekankan kesiapan kedua lelaki itu untuk mendengar berita ini. Sebentar, lelaki pertama tiba-tiba berdiri, kau Malaikat Maut? Hendak meregang nyawa kami? Mencabut nyawa kami sebab kami tak akan siap menghadapi apa yang akan terjadi siang ini? Benarkah wahai Paduka? Lelaki pertama menghentakan kakinya, juga tiba-tiba berdiri. Kalian adalah orang-orang pilihan. Sudah cukup tugas kalian di bumi. Keindahan yang kalian ciptakan, keindahan yang kalian tatap kemudian kalian bicarakan sudah cukup mapan untuk berdiri sendiri. Tetapi sebelum itu, Tuhan merencanakan untuk segera mencabut keindahan itu. Ya, aku mewakili Sang Maut! Aku mewakili Izrail! Dari arah selatan beberapa orang berpakaian seragam hitam-hitam, sekitar sepuluh orang dengan masing-masing membawa golok menyerbu masuk ke dalam taman. Berteriak-teriak menggaung. Bunuh mereka…, bunuh…! Dua lelaki itu terkaget. Sulaiman sudah menghilang menjadi sebentuk bayangan. Mengangkat kedua lelaki itu. Orang-orang berpakaian hitam itu mencincang tubuh kedua lelaki itu menjadi sebentuk onggokan darah, daging dan tulang. Dua lelaki itu melayang diangkat Sulaiman yang mengerjakan tugas Izrail sambil menoktahkan air mata. 253 Obituari Untuk Niskala Oleh: Minus Orbit I. Aku punya seorang teman. Namanya Niskala. Rumahnya di kota cianjur. Selama hidupnya di cianjur hanya berpindah rumah 2 kali. Pertama ke BTN Joglo. Yang kedua hanya menyebrang. Kemudian dia bersekolah, sekelas denganku waktu SMA. Dia aneh, jarang ada yang mau menemani dia, kecuali aku, soalnya aku juga sering dibilang aneh oleh teman-temanku, karena aku sumbing. Niskala sering meledek aku. Menirukan orang sumbing kalau bicara. Tapi aku tak pernah sakit hati karena aku tahu Niskala hanya bercanda. Aku selalu merasa nyaman kalau dekat Niskala soalnya dia tak pernah peduli aku sumbing atau tidak. Dia sering meledek orang-orang. Mungkin salah satunya gara- 254 gara itu dia jarang ditemani orang-orang. Tapi gara-gara itu pula aku merasa diperlakukan seperti orang biasa olehnya. Meledek adalah kebiasaanya, dan dia tak pernah segan meledek orang secara fisik, seperti padaku dengan meniru gaya orang sumbing bicara. Aku malah jadi tertawa dibuatnya. Bahkan lama-lama akhirnya aku juga malah meladeninya, dan lama sekali kami bicara dengan bahasa sumbing dan saling mengerti satu sama lain, meski ucapan Niskala dengan gaya sumbing kadang suka tidak jelas, tapi yang penting kami tertawa…hingga terbahak-bahak soalnya kami tertawa dengan gaya orang sumbing. Mungkin garagara itu pula pada akhirnya aku mencintainya… II. Namaku Minus. Aku gay. Dan aku sumbing. Sumbing bawaan sejak lahir. Mungkin karena itu orang tuaku menamaiku minus. Karena aku memang manusia minus. Manusia minus kesempurnaan. Seperti Niskala. Aku mencintainya, meski aku tahu kelakuannya minus. Dia juga manusia minus. Manusia minus keinginan. Jadinya lebih menderita daripada aku. Manusia tanpa kesempurnaan itu wajar. Tapi manusia tanpa keinginan sepertinya hampa. Pernah suatu kali kutanyakan padanya tentang hal ini, mengapa dia tidak pernah berkeinginan, meski sedikit. Terus dia jawab: Pernah liat malaikat? Tentu belum kan? Karena emang gak ada, maksudku wujudnya, malaikat hanyalah konsep. Dan aku memilih salah satu konsep tentang malaikat itu untuk dicobakan pada kehidupanku sehari-hari. Kemudian akan kulihat apakah dengan cara itu akhirnya bisa ditemukan cara untuk mewujudkan malaikat menjadi terlihat kalau memang ada, atau menjadi ada secara fisika dengan mengkalkulasikan seluruh konsep-konsep yang berhubungan dengan wacana malaikat itu dari berbagai sudut pandang. Hasilnya? Aku tak pernah tahu. Hanya kemudian aku berpikir bahwa konsep malaikat adalah sebuah konsep pencapaian. Dan aku sedang melakukan proses pencapaian itu. Aku bingung. Mengerjap sebentar lalu memikirkan jawaban Niskala tadi. Aku tidak mengerti bahkan hingga sekarang pun tak pernah. Apa hubungannya keinginan dengan malaikat? 255 III. Suatu ketika Niskala bertanya padaku sambil tertawa: Darimana kamu tahu bahwa kamu gay, padahal kamu tidak pernah sekalipun pacaran, baik sama cewek ataupun sama cowok, karena kamu udah pasrah juga kan dari kecil bahwa kamu bakal gak laku? Aku diam. Serius. Tak bisa menjawab pertanyaan itu. Aku tidak mau Niskala tahu aku mencintainya. Aku takut kehilangan dia. IV. Kompleksitas pada kehidupan selalu bermula dari sebuah pertanyaan tentang cinta. Beribu kisah ditulis untuk menjawab pertanyaan itu, beribu film, beribu buku, beribu korban, dan beribu pertanyaan ulang, beribu pertanyaan tentang detail, tentang segala macam hal yang berhubungan atau hanya saling terkait dengan itu, menjadi puisi, menjadi musik, menjadi hening atau bunuh diri. Aku tidak tertarik mempertanyakannya. Aku sudah tahu. Dan aku cukup tahu diri mengakui bahwa cinta yang kumiliki ini berjenis kelamin hening. Meski Niskala riang dan aku begitu mencintainya, keheningan ini sepertinya sudah terdiam permanent dalam hatiku, jauh sebelum rasa cinta pada Niskala muncul. Sejak kecil aku sudah ditolak oleh dunia, dan ditakdirkan untuk menerima penolakan ini dengan baik. Kemudian diajarkan bagaimana menolak balik semua dunia yang mungkin datang tanpa melalui proses rumit bernama kematian. Hanya Niskala-lah satu-satu nya dunia yang tak pernah kutolak. Selamat Jalan, Nis… Semoga menemukan keabadian yang kamu cari-cari itu…! 256 Auto-Epitaph Oleh: Eva Ifanya Kurasa sudah saatnya aku menambah beberapa impian dalam kegagalan otak sadarku untuk berpikir ketika aku bangun. Lihatlah, betapa angkuhnya kelemahan sarafku hingga tak dapat lagi aku melihat dunia dengan dua mata! Entahlah! Tapi aku terus memandangi photomu, dan selalu kulihat watak yang berbeda dari penerjemahan kerlingan matamu dalam lampu bohlam di kamarku yang dapat kuatur cahayanya. Ketika terang engkau seperti ingin mengatakan bahwa hatimu kelaparan akan keindahan yang tak dapat lagi kau dapatkan hanya dengan selembar uang lima puluh ribu atau bahkan berkoper-koper. Tapi justru ketika lampu kuredupkan wajahmu semakin berseri dan kau seolah berkata padaku, “Sayang, jangan terlalu kau khawatirkan aku! Aku sudah terlalu lama hidup di dunia, aku bosan dengan keindahan yang hanya seperti itu dan terus seperti itu. 257 Aku bosan dengan suara deru kendaraan. Langit yang selalu biru di siang hari, selalu hitam di malam hari. Tanah kuburan seakan memberikan promosi yang sangat sugestif pada diriku, hingga aku melakukannya. Yah…, tapi aku menikmatinya.” Truly, kenapa begitu cepat. Kamu masih terlalu muda dan bahkan televisi Jhonson di rumahkupun lebih tua dari umurmu. Aku masih begitu sayang padamu, hingga aku takut berpisah dan membayangkan perpisahan itupun terasa amat sakit seperti kangen yang begitu lama kupendam. Lidahku terasa begitu pahit padahal tak sebutir obatpun kuminum. Aku sakit. Aku lumpuh. Aku buta. Dan tertawa tampak tidak lucu pada saat ini, maka aku tidak tertawa. Aku menangis! Truly, bukankah kau pernah mengatakan padaku bahwa hiduplah dengan mudah dan tersenyumlah dengan lepas agar jiwamu ringan dan kau bisa melayang kemana saja, tanpa beban! Ingatkah kau? Lantas kalau kau ingat, kenapa pada saat aku harus mengatakan hal yang sama padamu, kamu pergi begitu saja? Dan tak kau beritahukan sedikitpun kesakitanmu padaku. Padahal aku sangat ingin merasakan beban yang menjadikan kamu begitu mudah menelan pil-pil tidur itu. Aku kembali menangis, aku tak sanggup membayangkan rona merah di wajahmu yang selalu menghias pagi hari di depan gang ketika kau akan berangkat kuliah. Tapi sekarang rona merah itu menjadi putih pucat tanpa sedikitpun aura yang biasanya mengelilingi sekujur tubuhmu. Kenapa kau lakukan itu. Ah! Truly, aku benci kamu. Kau tinggalkan aku sendiri, hampa. Aku rindu... Aku gila! * Hingga malam, kudentangkan gitar dengan nada-nada fals seperti hidupku. Kunyanyikan lagu-lagu cinta seperti seolah tiada lagi yang lebih berarti dalam hidup ketimbang cinta. Tiba-tiba datang Niskala. Dia bercerita padaku tentang hubungan cintanya yang kandas gara-gara hal kecil yang sebenarnya masih bisa diselesaikan. Cinta lagi! Apa tidak ada kisah lain yang lain selain kisah cinta? Selalu cinta… selalu tentang cinta. Aku muak, sambil menghembuskan asap rokok ke mukanya. “Sebentar, Kawan! Bukan hubungan cinta dengan wanita, tapi dengan Tuhan. Gue lagi berantem berat ama Dia.” 258 Aku tak peduli. Lalu aku tinggalkan dia. Aku keluar kamar kost-ku. Kulangkahkan kakiku mengikuti ibu jari yang entah berapa lama tak kupotong kukunya. Semerbak harum getah-getah pohon flamboyant mengiringi langkah dan lamunanku. Dingin malam tak terasa. Tiba di pinggir jalanan sepi, aku berjongkok dan mataku menerawang ke arah langit yang malam ini enggan menampakan bintang-bintangnya. Sepertinya enggan untuk memberiku keindahan. Disitulah aku sepanjang malam itu hingga tertidur. Pagi hari, lebih tepatnya menjelang tengah hari aku dibangunkan oleh suara klakson bis kota yang mengangkut para mahasiswa dan pedagang-pedagang pasar yang baru pulang. Aku menggeliat dan menoleh ke sekelilingku. Begitu riuh. Aku berdiri dengan sisa kantuk yang masih menyerang sarafku. Sambil sempoyongan berjalan menuju kamar kost-ku yang tak jauh dari sana. Sesampai disana kutemui Niskala masih tertidur. Dan seorang gadis sedang membaca majalah. “Hai!” sapaku. Dia terkejut dan menoleh ke arahku. “Karna, dari mana saja?” kata If. “Sejak kapan disini?” Dia tak menjawab. Dia hanya memelukku sambil mencium pipiku dan menarikku kedalam kamar. Lalu dia menuangkan segelas air putih dari botol dan memberikannya padaku. “Minum dulu! Berantakan sekali kamu. Dari mana sih? Tertimpa gunung batu ya? Aku kangen.” Katanya. Aku hanya terdiam setelah menenggak habis air di gelas itu. Aku terus terdiam sambil tertunduk. Dia pun terdiam sambil memperhatikanku. Sepetinya tidak menunggu jawabanku. Dia mengerti bahwa ini bukan saatnya aku memberikan jawaban. Dia sepertinya tahu bahwa aku sedang menghadapi sesuatu yang berat. Selanjutnya, aku berteriak-teriak. Dia keheranan dan mencoba menenangkanku. Aku terus berteriak dan mengamuk hingga Niskala terbangun dan langsung membantu If menenangkanku. Hingga aku menangis dalam pelukan If. “Aku ingin mati saja, aku ingin mati!” ratapku. If menepuk-nepuk punggungku dan membelai-belai rambutku dengan lembut. “Sudahlah, Sayang! Tenangkan dulu, baru setelah itu ceritakan apa yang terjadi! Mungkin aku bisa membantu.” 259 Aku terisak-isak dan lalu tak sadarkan diri. * Solo, 9 Agustus 2000 summer disini... aku lari kesini dengan hampa tanpa daya dan kehancuran aku tak lagi bisa membuka kelopak mataku keningku bersimbah keangkuhan tanpa cinta tanpa air mata aku mengering di musim semi ini haruskah aku kembali...? Jogja, 12 Agustus 2000 juga summer... ternyata aku masih mengering dalam bus travel ber-AC yang kurasa sangat menyesakan setiap hirupan nafasku Kawali, 20 Agustus 2000 di kota kuno ini aku dapatkan pencerahan kucoba membunuh diriku tapi tak berhasil... aku dipulangkan! Jakarta, 25 Agustus 2000 sedang musim kemarau... aku menangis betapa rindunya aku dengan musim kemarau meski aku jadi semakin mengering 260 Bandung, 27 Agustus 2000 hari pertamaku kuhabiskan dengan meminum dua gelas kopi tubruk dan sebungkus rokok kretek dengan memandangi lalu lalang peradaban di hadapanku bersama seorang anak kecil lusuh yang berjuang dengan bahagia membagi masa kecilnya dengan sepiring duka yang tertawa seperti aku...? aku yang terduduk kaku? Cianjur, 29 Agustus 2000 disini, di kota asalku di pangkuan ibuku aku menghembuskan nafas terakhirku (kurasa...) dalam kekeringan yang amat panjang aku rindu Truly… * Kusangka aku telah mati bersama segala perih hati tetapi selimut putih itu mulai membuka lagi tak lagi menutupi sekujur tubuhku ah... betapa sejuk disini! surgakah ini? * Pertemuan kami sebenarnya biasa-biasa saja. Pada tempat yang biasa, moment 261 yang biasa, suasana yang biasa dan bukan hari yang istimewa. “Namaku Karna!” “Truly!” Katanya sambil memegang erat tanganku. Dalam benakku, cantik, sepi atau single? Sebenarnya wajahnya biasa saja, sederhana dan terbantu oleh penampilan yang cerdas. Rambut yang selalu terurai, mata yang selalu terang di siang hari dan cerah di malam hari. Wajah khas dengan karakter kuat yang mungkin mempunyai garis ras yang asli tanpa terlalu banyak campuran. Aku memikirkannya hingga pulang ke rumah, hingga malam, ketika makan, ketika mandi, hingga aku tak bisa tidur. Cantik? Sepi? Single? Entahlah! Hanya kedalaman jiwanya yang dapat kurasa. Entahlah! Nyatanya aku tertidur nyenyak sekali. * Dulu… Bukankah sering dikatakan Truly bahwa ia masih gadis, ia masih gadis! Truly masih gadis? Mana mungkin! Beberapa hari yang lalu ia kulihat sedang telanjang bersama entah siapa di kamarnya, ketika aku ke rumahnya. Aku tak percaya kalau ia masih gadis. Meski aku belum pernah bercinta dengannya. Belum mencobanya. “Aku masih gadis!” katanya selalu. “Aku tidak percaya!” kataku dalam hati. Itulah awalnya aku bermain bahasa jiwa dengannya. “Selama ini orang berpacaran dengan ikatan emosi, kau tahu!” kataku “Maksudnya?” “Ya, saling mencintai, menyayangi atau apalah… Bukankah itu emosi dan bukannya pikiran?” “Ya, benar. Lantas…?” “Lantas kenapa kita tidak mencoba melakukan suatu hubungan dengan ikatan pikiran dan emosi yang seimbang.” “Untuk apa, apa bedanya?” 262 Aku tak menjawab. Biarlah dia mengerti sendiri jawabannya. Itulah awalnya aku mengajak Trully menjalin suatu hubungan. Truly, sebuah nama yang anggun dan berani. Aku tahu sebab aku adalah Eros dan Truly adalah Anteros. Kebencian? Entahlah! Dia yang selalu mengatakan bahwa dia mempunyai perasaan khusus untukku. Perasaan khusus, dia tak pernah tegas menyatakan dengan kata cinta. Hingga akhirnya aku mencintainya. Untukku cinta terlalu dalam. Hingga disini aku memang mencintainya. “Kau sungguh-sungguh mencintaiku?” tanyanya suatu ketika. “Aku tak tahu.” jawabku. “Kamu tak tahu? Aneh!” “Ya, memang aneh, sebab memang aneh…” “Aneh!” katanya sambil lalu. Aku juga aneh. Kenapa aku tidak berani mengatakannya. * Suatu ketika… “Katakan padaku tentang cinta!” Truly berkata. “Cinta…, cinta…?” kata si lelaki yang berambut potongan penyanyi british, seperti memakai wig ditarik sedikit kedepan, “menurutmu sendiri?” tanyanya. “Aku merasakannya, tapi tak bisa mendefinisikannya.” “Jadi kaupun merasakannya?” Kau mengatakannya! Hatinya ikut terkejut. Terpancar dari wajahnya yang entah tampan entah cantik. Mungkin ketika Tuhan membuatnya terlalu banyak campuran ras hingga terlalu kompleks dan tak ada karakter khas yang kuat. Semuanya resesif. “Entahlah, aku bingung!” Truly mengakhiri dan lalu pergi. * “Sedang mencari sesuatu ya, Dik?” Itu yang pertama kudengar ketika pertama. “Namaku Karna!” Itu yang pertama kudengar ketika kedua. 263 “Truly, jangan tinggalkan aku, please!” Itu yang terakhir. Namaku Truly. Lengkapnya Truly Madly Deeply. You know, Ha! Truly Geovanny Permata. Aku tinggal dalam keluarga yang sangat berantakan. Lucu! Tapi itulah, aku jadi cuek banget hidup. Cerita diatas adalah khayalan terakhirku sebelum aku mati. Dan lalu aku teguk sebotol pil tidur yang berdesakan dalam kerongkonganku. Aku pusing, limbung, jatuh. Semuanya menjadi gelap. Karna, aku cinta kamu! * Kutemukan secarik kertas dipangkuanku, secarik kertas yang penuh dengan coretan pena, yang ribuan kali sudah kubaca. Dan selalu baru setiap kali aku membacanya, meski lusuh, meski hampir menjadi seonggok debu tak berarti. Tapi bagiku, meski begitu, akan tetap berarti dan akan terus terngiang di benakku. Secarik kertas berisi puisi tanpa judul yang diberikan Truly seolah seperti ribuan tahun yang lalu, ketika surga masih kupijak, masih kurasakan keindahannya! aku dan engkau adalah satu dan dicerminkan dari cinta Tuhan kita adalah satu jiwa yang terbelah dan takkan menyatu kembali sebab Tuhan telah cukup membuat kita merasa menjadi diri-Nya... seperti yang sudah kita bicarakan kita akan bertemu lagi di dunia berikutnya, sayangku... * Aku bangun dari tidurku dan kulihat udara mendung, sepi sekali! Kulihat jam yang tergantung miring di dinding lusuhku. Jam 8. Ha! Cinta tak lagi indah bila semua begitu lambat dan aku tak sadar bahwa ciuman pertama itulah yang membuatku jatuh cinta. Tetapi telah kukatakan salam terakhir 264 untuknya. “Selamat tinggal, Karna!” “Truly, jangan tinggalkan aku, please!” Terlambat! Aku menarik pelatuk revolverku tepat ke otakku. Semuanya gelap. Aku palsu... * Namaku Suicide, akulah kepalsuan Truly. Aku benda sedang Truly wanita. Jadi bunuh diri adalah kata terakhir yang bagus sebab tak pernah bisa kurasakan bagaimana menjadi wanita. * Namaku Karna. Aku yang menulis semua kisah ini dalam buku harianku. Ini nyata dan kualami. * Akulah buku harian. Sebab setiap hari Karna menulis dalam tubuhku, akulah yang paling tahu tentang dia. Setiap kali Karna menulis, kurasakan percumbuan dahsyat dengannya. Dan aku selalu orgasme berkali-kali. Mungkin aku buku multiorgasme. Karna memang lelaki perkasa. Tapi tidak setelah Truly mati. Dia menjadi lemah. Tapi kau mesti tahu! Itu cara mati yang paling indah. * Namaku Truly. Aku single. Tapi ada tanda “Dilarang masuk!” pada dadaku. karena itu, aku bukan perawan lagi. Aku selalu melarang setiap lelaki menjamah dadaku. Tapi selalu membiarkan mereka masuk kedalam rahimku karena dengan hal itu aku selalu merasa dilahirkan kembali. Dan setiap kali aku lahir kembali, aku berharap lahir dalam keluarga yang berbeda. Tapi harapanku tak pernah terjawab karena aku orgasme. Selalu kenikmatan orgasme jawabannya. 265 * Liar. Namaku Liar. Ya, pembohong! Ya, liar! * Kutipan. Namaku Kutipan. Seperti yang kau tahu aku adalah kutipan. Tidak seperti plagiat melainkan aku lebih tepat merupakan kutipan. Mengakulah! * Namaku Kau-Tahu-Siapa-Aku. Aku adalah sebatang rokok. Sepertinya sebatang rokok benar-benar sebuah kenyataan, ketika ayahku selalu berkata bahwa istrinya adalah botol-botol berisi Vodka. Jangan biarkan botol selalu terisi, jangan biarkan sloki selalu kosong, begitu katanya setiap kali. Aku tak tahu, aku adalah sebatang rokok. Ibuku selalu mengajariku membedakan dada kiri dan dada kanan. Inilah dada kiri, bila kau sentuh itu, kau akan menjadi pahlawan di mata wanita. Dan ini adalah dada kanan, bila kau meremasnya, wanita akan tergila-gila padamu. Begitu kata ibuku sambil dia membuka seluruh pakaiannya dan bermasturbasi di depanku, merangsangku dan mengajakku bermain cinta. Aku mulai terangsang! Aku hanyalah sebatang rokok. Kuperkosa otakku dengan buku-buku dan filsafat-filsafat. Aku menjadi abu dan asap. Tidak terbang aku malah tersenyum sendiri. Menyaksikan konyolnya penciptaan-penciptaan yang diawali dari sebuah ketidak puasan dan lalu mencobamencoba. Aku memang sebatang rokok. Sebatang rokok yang menjadi budak paradigma sebuah cermin dari siluet api-api kejantanan. Padahalkah aku betina? Awan-awan yang menggumpal dalam neuronneuron di otakku telah memadamkan api-api itu. Akankah aku sebatang rokok? Sebab malam hari ini tak ada sebatangpun rokok di kamarku. Sedang insomnia 266 telah sukses menyerang anak mataku. Kelopak indah di mataku telah hilang seperti seorang biksu yang memotongnya dan lalu melemparkannya ke tanah, menjadi sebuah tanaman. Aku adalah sebatang rokok. Dengan segelas teh manis menemaniku. Aku menjadi seorang pemimpi. Selalu mimpi diangkat dari sebuah peti mati. Bukankah mimpi indah telah sekian lama membuaiku dalam ketidak mampuan? Jadi keluar dari peti mati akan lebih indah daripada masuk kedalamnya. Akulah sebatang rokok. Ketika Robert Jhonson memainkan slide gitarnya mengiringi teriakan Dylan dalam sebuah pertunjukan mimpi-mimpi keabadian. Iskandar duduk di kursi VIP bersama keanggunan seekor Cleopatra. Venus melayang memperhatikan pantat seksinya padaku, telanjang. Payudaranya begitu indah! Oh, Tuhan! Aku telah menjadi sebatang rokok. Rokok kretek atau rokok putih. Dengan atau tanpa filter. Light atau bukan. Aku tetap sebatang rokok. Yang akan segera mati dalam penantian dan dada tak tenang. Ketika itu tubuhku telanjang. Dicumbu para pelacur dan mati ketika ejakulasi. Aku sebatang rokok. Dalam puncak; Kematian dan Orgasmus. * Bandung, Waktu: A Aku akhiri cerita ini... Aku bunuh diri dalam kenikmatan yang tak terlukis. Indah! Dengan tulisan yang kuukir sendiri disebelah photo terakhirku: My Beloved MySelf... Selamat tinggal...! *** 267 Dendam, Drugs Overdose dan Samantha (Dalam 5 Fiksi) Oleh: Ana Leluhrn ivr E Pengantar Author Di sebuah malam yang cukup redup, malam yang cukup tenang, malam yang libidinal, malam yang cukup sakral, malam di sebuah lobby hotel yang penuh kemenangan, penuh ilusi, penuh lenggok padat wanita-wanita anorexia, dengan secangkir coklat panas, secangkir adrenalin panas, secangkir hiper-aktivitas jari menekan keyboard laptop dengan Microsoft Word menjadi major pada saat ini, secangkir hutan lebat dalam kepala, secangkir cinta yang masih mengepulkan asap abu-abu tipis dan berbau teratai. Seorang gadis dengan muka mannequin menyorotkan matanya tajam ke ujung terdalam jantungku, menyorotkan detak hormon estrogen terbaiknya, dan pheromone yang begitu deras menyertainya, memukul bagian terjauh kesadaranku. Aku berdegup jantan (meledak-ledak dengan androgen yang begitu dominan dengan sedikit tambahan dophamine dan serotonin)… serta beberapa aphorisma dari Rumi, diiringi ketukan nadi janin di 268 rahim gadis itu dalam tempo 90 seperti pada Fruity Loop’s Tempo dengan design angka digital klasik yang muncul pertama kali sebagai simbol untuk bentukbentuk angka digital . BOOM…!!! Terjadilah maka terjadilah…(kun-fayakun...) Fiksi.-Fiksi. dibawah ini: Fiksi. Pertama. Hanya beberapa bagiannya yang kutahu, matanya, sudut-sudut terlancipnya, dagu belahnya, dan sebentuk tanda lahir 3 senti di bawah pusarnya yang sedang membulat, membalon, serta puluhan gurat singkayo yang begitu mempesonakan persepsi terindahku. Coba perhatikan ini… Samantha Story BABAK I. EPISODE I. Samantha berteriak "Joey…, Joey…, tunggu aku!" Joey membalas berteriak "Samantha? Kau bukan Samantha! Aku tidak kenal kau" Samantha bernyanyi La… la… la… Joey berkeras "Kau bukan Samantha minimal, bukan Samantha yang kukenal." Kira-kira puisi itu yang akan membawaku pada ingatan tentang gadis itu...lantas siapa kau? Wanita bernama Samantha yang diberikan Niskala dalam rangkaian 5 babak puisi kisah berjudul Samantha Story, lalu kubawa kabur ke kota ini... 269 Kemudian kuketahui bahwa kehilangan puisi ini sangatlah menyakitkannya...tapi aku memang sangat perlu untuk melakukan ini, membawa puisi ini kabur. Ya, dan kemudian terjadilah Episode IV, bukankah itu bagus buatnya. Tapi ini hanya baru spekulasi, teori konspirasi, hipotesis, sebab aku pun mendengarnya dari racauan schizophrenic-nya saat-saat dia berada di panggung kebesarannya...aku sangat menikmatinya saat itu, ah Niskala... Namaku Cyan... Fiksi. Kedua. Gadis itu, memandangku dengan muka misterius, seperti senyum padahal jutek, mendatangiku...((dengan sorot mata yang seperti gadis di hotel tadi,-auth.) baca bagian pengantar author,-ed.) "Mau tidur? Murah kok, 200 ribu short time." Shock!!! "Ok...dimana?" "Diatas, lantai 3. ikuti aku!" Karpet-karpet, Elevator, 1-2-3, suara ting…, 315…, suara kunci dibuka, ranjang, duduk… "Siapa namamu?" Please, jangan katakan namanya sama… "Samantha lah, apa lagi! Kenapa emangnya, penting ya?" Astaga, kenapa selalu harus sama sih?… "Sorry, terkadang aku butuh basa-basi, butuh foreplay…!" "Tapi aku capek banget malam ini…ngantuk!" "Terus, kenapa kamu menawariku?" Sinting! 270 "Maksudku, aku terlalu lelah untuk Foreplay. Dan ada sesuatu dalam diri kamu yang aku belum tahu apa itu..." "Ya udah gak usah kalo gitu, kita ngobrol aja…Aku fine kok!" Yeah...Right! "Jangan lah, ini udah resiko pekerjaanku. Aku Ok, asal To The Point." Lantas dia tiduran diatas kasur empuk berbau lelaki yang melayang sebelumku. "Emang udah berapa tamu yang kamu layani hari ini?" tanyaku sambil menyalakan sebatang Marlboro. "Udah 8, dari tadi siang." Fuck, dengan tubuh selayu ini, kuat ngelayanin ampe 8 kontol sehari??? Setan! "Oh.. pantesan. BTW, ini kali pertama lho aku kesini." "Ngewe?" "Bukan, "jajan" begini." Alaaah...kamana atuh “jajan” He.He.! "Ah, yang bener?" "Swear!" Kecuali memek-memek gratisan di jalan…Catteeettt!!!... "Terus biasanya gimana?" "Ya ama cewek, cuman gratisan…" dalam tanda kurung, khusus memeknya… "Emang hari gini masih ada yang gratisan?" "Banyak lah, aku kan ganteng. Malah pernah suatu ketika aku yang dibayar." Yuuuk… "Tapi biasanya kebanyakan aku sama pacarku, kok." Yuuuuuuukkkk… 271 "Pacarmu? Kau punya pacar?" "Entahlah, tapi sebenarnya aku mencintainya, dan dia tidak pernah mempercayai itu..." Oh, Chartreuse…kamu dah denger lagu Trust nya The Cure gak sih??? "Seperti lagu Trust, The cure??!" Anjing, dia tahu aja!!! Siapa sih nih cewek! "Yah, mirip2 seperti itu, kau suka The Cure?" "Hehehe... iya... mengingatkanku akan seorang teman, berdandan seperti Robert Smith." "Aku juga memiliki teman seperti itu." Niskala..I miss You, Much!. Dia memandangku, lekat, langsung ke mataku… "Mau sekarang?" katanya sambil merebah dan membuka satu persatu pakaiannya, hingga tinggal BH dan celana dalam saja yang melekat di tubuhnya. "Santai aja dulu…Sebatang rokok lagi." Jawabku sambil menyalakan batang kedua Marlboro di kamar ini. Gw tegang nih, perasaan dan kontol. … "See, aku gak bisa turn on kalo pake kondom?" Abis gak kerasa sih... "Ya udah, buka aja, tapi keluarin diluar ya!!!" "Ok!" Terus kenapa tadi maksa nyuruh-nyuruh gw pake kondom, dasar pecun bego... "Tapi asal kamu tahu, ini kali pertama aku membolehkan tamu tidak memakai kondom." 272 "Terus kenapa kamu membolehkan aku?" Tuh, kaaaan..... "Aku percaya sama kamu, disamping aku masih penasaran dengan sesuatu di dalam diri kamu." "Apa itu? Sudah ketemu?" Ngomong apa sih dia!?!? "Belum, nanti juga ketemu. Sekarang mending kita mulai lagi aja." … "Ah… lemes banget…" Pengalaman pertama yang aneh "Aku juga… Eh lihat handphonemu dong…ada kameranya gak?" katanya sambil mengambil mobilephone ku diatas meja disudut kamar. "Emang kamu mau difoto telanjang?" WOW, stock gratisan nih!!! "Mau…fotoin dong!" "Sini…!" Aku meraih HP ku dari tangannya dengan semangat yang aku sendiri belum bisa menerjemahkannya hingga sekarang, kuaktifkan kameranya... Klik… mukanya… klik… buah dadanya… klik… setengah tubuh telanjangnya… klik… seluruh tubuhnya 3 kali… klik… memory full… "Yah…aku kan masih pengen di foto." "Iya nih, memorynya habis, kuisi dengan lagu-lagu dan puisi temanku. Kamu gak takut kalo nanti aku sebarin photo ini di Internet?" Goblok, kenapa gw nanyain hal ini... "Justru itu tujuannya, agar kamu sebarin di internet, lumayan publikasi gratis, 273 naikin harga pula. Eh, denger dong puisi-puisi temen kamu itu…! Aku suka lho puisi…" "Ok!" Pecun yang aneh... "Cara nge aktifin loud speakernya gimana?" "Tombol sebelah kiri…" Aku menarik nafas panjang setiap kali puisi ini dikumandangkan, ah Niskala, maafkan aku, aku sangat perlu melakukan ini??? (OS) segala yang terurai menjadi lahir untukku menjadi mati untukmu tatkala aku jadi seribu aku seribu sperma yang merindukan sejuta lelehan lendir panas iblis betina aku adalah sperma yang menjadi janin dan menggonggong menjadi anjing dalam rahimmu rahim para dewi yang bersimpuh di lantai kahyangan yang menjilati setiap keringat birahi para sesuci aku adalah sperma terasing yang akan menjilati setiap dinding-dinding rahim mencari sel telur telanjang untuk kuperkosa gairah kemenjandaannya, bergiliran aku adalah sperma terbuang menjadi kecoak dalam got-got di setiap sudut matamu yang akan menyakiti setiap mili keangkuhan detak jantungmu yang akan membuat vaginamu mengeluarkan lendir busuk peradaban aku adalah sperma masokis yang mencari rahim untuk kurasuki ruh kemarahanku 274 agar mati agar mati agar jeruji segera menghantam kebebasan bercintamu aku adalah batara kala sperma dewa yang terbuang yang menjadi raksasa yang akan segera membinasakan kesuburan rerumputan berharum diantara selangkangan para bidadari matilah! matilah! aku tidak peduli! "Aku sangat familiar dengan puisi ini, tapi aku lupa kapan mendengarnya..." "Memang, dia Vokalis-nya SID." “Oh, Ya??? Niskala.” “Kamu tahu?” “Tentu, aku sangat mengenalnya, dulu dia sering kemari,...katanya..., karena namaku sama dengan wanita pujaannya. Dia langganan setiaku. Pantesan aku seperti sangat familiar dengan puisi ini. Saat itu, suatu malam saat dia singgah di kamar ini, setelah satu putaran permainan seks, yang begitu dahsyat, dia tiba-tiba berteriak-teiak membacakan sebuah puisi yang sepertinya sudah dia hafal, kupikir puisi yang ada di memori ponselmu....” dia menarik nafas sebentar.. “kayaknya dia dendam banget ya ama wanita?" sambil membetulkan rambut panjangnya. "Gak juga sih, entahlah, aku juga dah lama gak ketemu dia. Puisi ini dia kirimin lewat E-Mail, terus ku download ke HP ku. Aku seneng denger suaranya." "Dia sahabat kamu ya?” 275 "Yup, deket banget, temen waktu di panti asuhan dulu. Aku diadopsi duluan oleh keluarga diplomat gitu deh, jadinya aku bisa keliling2 dunia. Semenjak itu aku jarang banget ketemu dia. Pernah sekali dua kali waktu dia manggung di Jakarta. Aku gak pernah mau ke Bandung lagi. Trauma…" … "Udah yuk…?" "Ok…" "Oh ya…bayarnya setengah aja, aku gak bagus tadi ngelayanin kamunya. Nanti kamu kesini lagi aja. Tadi dah ku save nomor HP ku di HP mu." "Bener nih? Gapapa?" "Ya udah, gapapa, lagian aku gak prof banget tadi, capek banget. Aku mau tidur dulu ya…" "Ok, thank’s ya… Bye Sam…!" "Bye Cyan! See ya’…" Lho, kok dia tahu namaku?? Fiksi Ketiga. Apakah aku salah, apakah aku salah berdoa untuk mati hanya karena rindu bercumbu dengan Tuhan??? Suara Niskala Ruhlelana menggelegar di telinganya, terbangun, mengumpulkan nyawa… Ah… dimana aku? Sebuah ruangan berbentuk persegi, 4x5 meter persegi, kosong, 276 dinding-dinding putih terkelupas, hanya ada sebuah ranjang butut di sudut ruangan tempat dia berbaring, sebuah tape compo berumur jutaan tahun, tanpa casing, dan dari sana masih menggelegar suara Niskala Ruhlelana menyanyikan Aloerotisme dengan iringan personil band Samantha Impossible Dream (SID) yang masih utuh, Ervi pada Gitar dan Background Vocal, Erva pada Biola, Yane pada Keyboard, Karna pada Gitar, Niskala pada Loop Program dan Lead Vocal, Suram! Dimana aku? Gadis itu belum juga menemukan dimana dirinya. Nyawanya belum juga sukses terkumpul… memorinya terus berputar seperti putaran CD menggesek lensa CD-ROM komputernya. NGE-HANG! Perlahan, sangat perlahan, puzzle-puzzle ingatannya mulai terkumpul… Gadis itu terbangun dan guprak!!! Tubuhnya terjatuh dari ranjang butut itu, puzzle-puzzle ingatannya membuyar lagi, berantakan, dengan lelah, pusing dan sakit di pinggangnya akibat benturan tadi, gadis itu mencoba mengumpulkan dan menyusun kembali puzzle-puzzle ingatannya. Lagu Aloerotisme berganti menjadi Lagu Keranda Mimpi. Tiba-tiba secercah ingatan menyala terang dalam kepalanya. Ya, ya… aku ingat, lagu ini… lagu ini… tapi apa ya…? Kenapa tiba-tiba lagu ini menyalakan sesuatu dalam kepalaku. Satu puzzle mulai tersusun di tempat yang tepat… awal yang baik. Tapi… tapi… tiba-tiba bayangan mengerikan menyeruak dalam benaknya. Sesuatu yang gelap menyelubungi isi kepalanya. Sebuah bentrokan yang aneh, lagu itu menyalakan ingatannya, tapi ingatan tentang sesuatu yang gelap. Suara Niskala kembali merasuk pelan kedalam telinganya: jeritan suaramu itu, menyentak tidur panjangku… pada bagian lirik yang itu dia mulai menangis. Tapi kenapa aku menangis dengan lirik ini? Sebuah nama terlintas dalam kepalanya. Nama itu melaju fade in seperti screen 277 saver dengan background gelap dan muncul huruf satu persatu… C… Y… A… N… C Y A N…! Dia tiba-tiba menjerit, wajah putih mulusnya memerah, menangis terisak-isak… sebuah suara seorang teman menyeruak dalam ingatannya, Chartreuse, sorry aku menyampaikan kabar ini... Aaaaaaaaaaaaa……!!! Dia menjerit lagi, semakin menjadi. Suara itu kembali menggelegar, Cyan, Chart! Cyan meninggal… Chartreuse tidak bisa menahan jeritannya. Ingatannya membanjir, menghanyutkan semua puzzle ingatan yang tadi dia kumpulkan. Dia sudah tak butuh lagi puzzlepuzzle itu. Sekarang semuanya sudah jelas. Dia sedang berada di kamar Cyan, kekasihnya, yang begitu mencintai SID, bahkan sangat fanatik. Semua yang dilakukan Niskala nyaris diikuti Cyan. Album Labirynth of Dream #1 (feat. Borges :) sudah meracuni hidupnya. Semenjak mendengar album itu Cyan mulai kecanduan heroin. AAAAAAAAA…!!! Tiga hari yang lalu Chartreuse mendapat kabar itu. Chartreuse menjerit, tak sadarkan diri, terbangun dan menjerit lagi, terus begitu… Cyan ditemukan meninggal dalam kamar kost-nya dengan jarum suntik masih menancap di urat nadi tangan kirinya. Dan Lagu Keranda Mimpi masih menggelegar. Chartreuse sudah tahu dari awal bahwa Cyan sudah tidak bisa disembuhkan. Bukan hanya darahnya yang diracuni zat-zat kimia sialan itu, tapi juga pikirannya yang diracuni lirik dan gaya hidup Niskala. Pengaruh itu sudah tersimpan permanen dalam setiap sel darahnya. Bahkan semenjak itu Chartreuse sering gak digubris sama Cyan. Dia hanyalah pacar ketiga Cyan. Pacar pertamanya SID, 278 pacar keduanya Heroin. Sebenarnya air mata Chartreuse sudah kering untuk Cyan. Tiga hari yang lalu setelah mendapat kabar itu, setelah penguburan jasad Cyan, setelah semua prosesi itu selesai, Chartreuse pergi menuju bekas kamar kost Cyan, dia punya kunci cadangannya. Kamar itu sudah kosong, hanya tinggal tape compo butut dan ranjang yang lebih butut yang masih teronggok di kamar itu, selebihnya sudah ludes digadai Cyan untuk memenuhi kebutuhan kimianya. Sesampai di kamar itu Chartreuse membaringkan dirinya di ranjang butut itu, ranjang yang dipenuhi ribuan kenangan dia dan Cyan. Ranjang tempat pertama kali ia dibuai Cyan dengan janji-janjinya, diperawani Cyan dengan lembut bahkan tanpa tangisan. Ranjang tempat ia tidur terlelap dipeluk Cyan. Tempat ia curhat dengan Cyan tentang keluarganya. Tempat Cyan menonton video klip SID dan beberapa film dokumenter tentang Niskala saat Cyan masih memiliki TV besar dengan DVD Player dan seperangkat Dolby yang canggih, tempat Cyan terbaring sambil mendengar suara Niskala pujaannya. Tempat Cyan pertama kali menyuntikkan racun sialan itu. Tempat Cyan menjerit-jerit sakaw. Tempat Chartreuse menangis dan Cyan meracau, addicted. Chartreuse mendekati tape sialan itu, menekan tombol play, Sekali lagi kukatakan bahwa dosa telah tiada…Sekali lagi kukatakan bahwa dosa telah tiada… Chartreuse membaringkan lagi dirinya di ranjang butut itu, kelelahan, galau, dihunjam kesakitan yang amat dalam, kesedihan tanpa air mata, lalu tak sadarkan diri… Dan aku bukanlah apa-apa… Fiksi Keempat. Samantha menghadiri penguburan itu dengan berbagai alasan; 279 - Semenjak kematian Joey, kuburan sudah seperti sarapan pagi, makan siang dan cemilan malam baginya… - Mengenang Niskala… - Mencoba kembali melecutkan vaginannya diatas pusara, apa masih sedahsyat dulu… Kematian baginya jelas merupakan suatu hal yang sangat biasa, banyak sekali orang-orang mati ketika bersentuhan dengannya, termasuk Cyan. Hanya dia memang yang tahu persis penyebab kematian Cyan. Tepat seperti yang dilakukannya pada Joey. Coba perhatikan ini: Samantha Story Babak I Episode II Samantha Teriak Samantha kembali berteriak "Joey, aku ingin mati." Joey balas berteriak "Matilah! Aku tidak peduli." Samantha bergumam "Baiklah, aku akan mati tapi indah dan kau ikut." Joey balas bergumam "Samantha, aku tidak kenal kau yang sekarang. Lantas, siapa kau?" Joey mendekat Samantha merangkul bayangan Joey 280 Samantha berteriak di telinga Joey "Aku Ruh Kematianmu! " Joey meninggal dunia dalam rangkulan cinta Samantha Joey mati muda Samantha teriak "Joey, jangan mati!" Rumors bahwa kematian Cyan disebabkan oleh Heroin dan Niskala tentu saja tidak benar, menurutnya. Dialah yang membunuh Cyan. Keinginan kuat Samantha untuk matilah yang menyebabkan energi kematian itu berpindah pada Cyan. Samantha pertama kali melihat Chartreuse pada saat prosesi penguburan jenazah Cyan. Samantha memperkenalkan diri, "Namaku Samantha…akulah yang membunuh Cyan. Maafkan aku!" Fiksi Kelima. Kenyataan itu tidak pernah diakui Chartreuse. Ingatannya tentang Samantha hanyalah pada wilayah dendam. Dendam yang mungkin membangkitkan gairahnya untuk membunuh atau bunuh diri. Tapi meski begitu, kedua hal itu tidak akan pernah terjadi, meski dia selalu melakukan percobaan atas hal itu. Lama sekali dia memikirkan hal itu, hingga segala emosinya benar-benar datar. Saat ini dia sudah meninggikan logika diatas segalanya. Logika berpikirnya untuk membunuh Samantha, perencanaan matang yang tak dapat diduga sekalipun, bahkan mungkin ada beberapa yang dia sendiri sama tidak tahunya seperti kita. Tapi saat itu dia yakin banget bahwa ruh Cyan membimbingnya pada jalan itu. 281 Psikedelia Untuk Niskala Oleh: Erva S.I.D. Dogma, Domba dan Dongeng coba tak kukatakan coba tak kujawab dan berteriak sahut menyahut merintih perih mengembik terkikik kik...kik...kik... hi...hi...hi...! dalam sekali 282 kacamatamu menembus telinga ruang dan kucoba raih egosentrismu itu-itu-itu lalu kulit durimu terkelupas satu-satu dan aku melangkah dua-dua berjingkrak loncat-loncat-loncat seiring lagu rolling stone dan ditimpa the cure dengan friday i’m in love seperti air seperti dongeng menjadi dogma menjadi siang menjadi domba mengembik mengerjap lelah tulis lagi satu terkesinambung dengan mata-mata-mata tua-tua melintasi ruang otak dan mengakali jati-sejati diri aku rindu aku rindu seringai lembutmu aku kangen sekangen mata tua sang kakek pada tubuh bugil perawan istri muda khayalannya paris jadi batu bangkok jadi tanah seattle jadi bangkai bandung jadi indah, plaza ya..ya..! di plaza itu aku mengembik aku merintih aku jadi dogma keseharian jadi domba jadi dongeng tak berkesudahan 283 dan dongeng dan dongeng dan sahut dan menyahut jadi domba berubah dogma berupa dongeng parodi waktu hingga plesetan ruang aku tembus aku terhempas aku jorok aku terangsang dan kugantung aku onani aku teringat kamu jadi angan jadi asa jadi rasa jadi diri jadi ego jadi lelaki berubah kelamin jadi domba betina jadi betis-betis mulus dan bra-bra menonjol jadi menantang ah...! libidoku memuncak jadi sexist jadi dokter penyakitan seperti dongeng jadi domba jadi dogma dan kain-kain wol, polyester, atau katun sekalipun takkan sanggup menembus kehampaan yang dongeng yang dogma yang aku yang aku-aku yang aku-aku-aku yang domba yang dongeng tak terselesaikan kugantung lagi di lipatan jemari matahari yang menyengat alis mataku kuraih plato jadi jenius kuraih gump jadi idiot kuraih dalli jadi gila jadi gila jadi hantu jadi dogma jadi dongeng jadi domba jadi domba-domba jadi domba-domba-domba logika omong kosong filsafat para filsuf sok filosofis coba tak kukatakan tapi terus terucap meluncur seperti terjun dan kau tersenyum jadi seringai lembut aku muak jadi harapan jadi tragedi jadi jiwa-jiwa kotor pemusnah raga pemusnah indera-indera malam jingga 284 ah...! aku orgasme jadi domba terus dogma hingga dongeng tak berkelanjutan seperti putus sepertinya domba padahal dogma sepertinya dogma padahal dongeng sepertinya dongeng padahal domba sepertinya domba padahal dongeng sepertinya dongeng padahal dogma sepertinya dogma padahal domba terus menerus siklikal tak tentu tapi siklikal tapi tak tentu tapi siklikal tapi tak tentu tapi siklikal tapi tak tentu... 285 SchizophreniaNiskala Oleh: Erva & Ervi telah kukatakan bahwa aku telah tiada, pada awalnya semua tertawa hingga jin-jin dalam botol terkencing-kencing seorang gadis terkekeh hingga mati satirkah ini aku tak tahu celanaku ketinggalan dalam kuburku dan senandung robert johnson mengiringi langkah terakhirku aku menari dalam gelap yang membayangi hentakan kakiku sehingga puncak mahameru menyemburkan apinya tanda hyang syiwaboja sedang kesal dengan tarianku bukankah para bidadari selalu menunjukan wajah terangsang 286 bercintalah dengan mereka semburkan apimu ke dalam rahim mereka hingga tercipta zygotes kemarahan di hari selasa sampai terjadi bayi dan mereka terus mengobarkan amarahku atau terus memarahiku aku akan peduli, pura-pura pada akhirnya, aku tak peduli inilah keselarasan, sahabatku bukan kesempurnaan sepi itu keabadian, bukan sepi ini keabadian cepat-cepat kubuka mata hatiku pandang jiwaku pada arti kemarahan aku tidak marah, aku meralat tapi hanya emosi yang tak terkirakan kuakui bahwa tinta abadi telah terkubur hingga kertas-kertas melajang pena-pena membujang seputih kapas selembut salju (maaf, tidak pernah ada salju disini) aku hanya termenung tolol dalam mata, dalam delik berita sebuah harta pada sebotol aqua ini bukan satir tapi kejujuran menerjemahkan arti sorot mata angin terbelah hujan terpecah hari semakin gerah aku terangkan sebagian rasaku pada kulit-kulit pohon yang mengelupas aku tidak sendiri lagi aku tidak sendiri lagi siapa yang akan mendengar kali ini aku peduli, tetap pura-pura pada akhirnya, aku tak peduli tapi iya sebagian yang lain mengancam minta ditutupi maka aku memandang dengan sebelah mata 287 aku bukan kuasa sebab aku tidak bertanduk tapi bergading yang telah patah sayapku terluka aku oleng hingga aku jatuh kembali tapi tidak jadi sebab aku tidak peduli, ini bukan pura-pura memang dalam sekali aku pernah katakan bahwa keabadian telah terlepas menabuh terbunyi genderang kematian aku sengaja tidak mendengar sebab aku masih tidak ingin mati lama-lama aku sesak dalam kubur ini semakin menyempit sebatang rokok pun tak mampu menyala meski rokok putih aku telah kosong dengan rangka yang menjadi debu tertiup angin terus ke timur menjauhi mentari yang tenggelam di balik gunung aku sembunyi ketika kepala raksasa cinta menyembul di atas permukaan laut inilah ketakutan akan rasa yang selalu menguliti dinding jantung menyayat dinding lambung setelah terbebas darinya tiba-tiba sebuah anak panah menancap di keningku aku tertawa sebab sang pemanah bukan arjuna, bukan cupid, dan juga bukan robin hood tapi alunan lagu seorang dara berbaju tinta ia telah bangkit dari kubur kuambil kertas 288 kuambil pena aku hidup kembali dalam kematian yang semakin lama jelas aku mati akan lama aku mati lama-lama aku tak peduli akankah aku ikut berperang atau tetap bercinta dengan selimut duka aku kembali mati dan terkubur tetapi aku tetap tidak peduli sebab aku masih hidup aku menangis, lucu sekali… Diari Mimpi Dan Beberapa Ingatan Bersama Niskala Oleh : Dix The Psoriasis Seperti shubuh, ruh-ruh menabuh beduk, mendera genderang dengan gairah-gairah sisa semalam yang tenggelam dalam abad-abad kegelapan, tertinggal disana. Aku terbangun, menggeliat, menikmati sensasi-sensasi purba ketika ingatan terkumpul satu-persatu dan kembali menyatu utuhmenjadi ingatanku, mutlak! Aku mutlak milikku sendiri, seperti ingatan ini, yang tersebar berantakan dalam kepalaku, adalah mutlak milik ingatan-ingatan itu, dan ingatan-ingatan itu adalah mutlak milikku sendiri, 289 meski aku tak lagi mengingat setiap hal seperti mereka mengingat hal-hal itu, tapi tak apalah, aku toh tinggal bertanya pada mereka ketika ada satu atau beberapa hal yang ingin kuingat kembali. bessy bilang: amnesiaamnesia lalu kubilang: ignatiaignatia ya, itu memang jauh lebih baik: amnesiaamnesia atau ignatiaignatia lalu aku post di blog ku beberapa photo (ETERNAL SUNSHINE OF THE SPOTLESS MIND) agar suatu ketika amnesia ku sembuh, ada jejak yang bisa kutelusuri. saat itu di seminyak hingga kuta sambil menunggu bessy menyelesaikan pekerjaannya. Camera's eye, nama kamera itu, kepunyaan Joanna, kutenteng sendirian di sepanjang garis pantai seminyak - double six - kuta, dan kata-kata itu meluncur begitu saja, menggores diatas pasir, menjadi visual dalam frame setiap pejalan kemudian menjadi jejak bagi para pejalan kaki berikutnya tentang hal yang sedang kurasakan saat itu. begitu. kemudian seperti pagi, kusaksikan para peri menarikan ingatan-ingatan pada beberapa ketukan suara embun yang bergeser di atas daun, 290 pelan sekali hingga sampai pada sebuah ledakan ketika embun itu jatuh ke tanah. para peri lalu menarikan sunyi pada lembabnya tanah yang terjatuhi tetes embun, setiap sunyi pagi, lalu laba-laba bunuh diri orgasme, jaringnya mendung, satu terkait daun tempat sebutir embun menetes, bergetar setiap pagi, mati di vagina istrinya, menanam benih saat tahu nyawanya akan meregang. lalu pagi terdiam lagi menunggu tarian-tarian itu bergerak pada koreografi ingatan, kembali seperti tadi memekarkan bunga-bunga, menyambut matahari yang tak lagi sepi seperti seolah Apollo sedang memainkan lyra dibaliknya Abracadabra! Patung itu muncul begitu saja di tengah-tengah taman depan rumah. Sebuah patung emas manusia berkepala kambing memegang selinting mariyuana dan sebotol anggur. Menyeringai! Patung itu menyeringai, kemudian aku bergidik...seringainya aneh, seperti telah mendengar sesuatu yang buruk dan diungkapkan dengan cara yang aneh. (hingga sekarang aku belum bisa menjelaskan dengan detil keanehannya seperti 291 apa) Jibril, aku memang mencurigainya sejak awal. Isrofil berkata sambil menunjuk padaku. manusia disebelahnya bernama Jibril dulu matanya menyorot tajam, membisikiku dengan sesuatu yang tak berwaktu seperti saat ini lebih aneh ketimbang keanehan seringai yang dimunculkan patung manusia kambing itu lantas kupanggil Jibril, berharap dia bisa menjawab keanehan yang ini Abracadabra! Jibril seketika muncul dihadapanku, pada dulu itu dengan sebuah letupan kecil asap yang membumbung bau bunga melati dan lotus yang berkepanjangan cahaya menyilau lalu redup kembali dan disanalah Jibril berdiri memandang sunyi padaku dan dinding-dinding kamar dibelakangku tampaknya dia heran sebab interior kamarku berubah total dari semenjak terakhir kali dia berkunjung kesini apa kabar, sahabatku sapanya dengan suara berat khasnya, yang seperti perempuan dan seperti laki-laki padahal Jibril bukan keduanya baik jawabku apakabarmu aku membetulkan posisiku dan menyilahkannya duduk kami bersila saling berhadapan 292 melepas kangen dengan: mendiskusikan beberapa buku yang dulu langka tapi sekarang sudah diterjemahkan dan beberapa film pendek yang didistribusikan bersamaan serta album-album uncover dari band-band 70'an yang mulai menyebar di cd-cd MP3bajakan di kota kembang dan glodok lalu seperti siang, belum lagi aku bertanya pada Jibril tentang keanehan seringai patung itu genderang pedang berkumandang entah dari mana datangnya, puluhan suara golok Tjibatu dan katana palsu menggesek linu pada aspal jalan, percik api kobaran bara dalam kepala seperti dua gank akan berperang dan jalan Dago akan dipenuhi guratan-guratan putih bekas gesekan logam-logam tajam serta suara puluhan motor yang menggerung-gerung teriakan-teriakan adrenalin senjata beradu darah sirine polisi bubar terang menebas karang membelahnya jadi dua sebagian kering sebagian hitam murka 293 tapi tak apa sebab gelap belum menjelang tapi Isrofil menjelma angin meraba-raba tubuhku tanpa permisi menekanku pada tingkat paling rendah lalu nyaris membunuhku andai saja satu hal tak datang... senja... para dewa merangkai durja, menenun gerhana, meminta puja anti bencana, menggelar badai lupa, lalu tak berupa tapi minimal tak jadi mati, begitu kamu bilang setiap kali, dan kata-kata itu selalu menyelamatkanku setiap kali kamu memeluk aku pada ketinggian 2000 meter dari atas permukaan laut lalu mengecup pipiku saat matahari dipeluk cakrawala yang melingkar sempurna seperti cincin pernikahan kita dan kita berada di puncak... angin kecil menerbangkan serpih-serpih bunga edelweiss ada serpih mahkota, ada benang sari dan perkawinannya dengan putik pilihan angin lalu melahirkan bayi-bayi bunga abadi kita melambaikan tangan pada bulan yang menyembul pucat seperti ketika kau kepergok sedang berduaan dengan lelaki lain di kamar pernikahan kita... setiap kali...aku menangis... senja... 294 apakabar? lama sekali gak bertemu, aku ingat (meski hanya borges dan bessy yang berhak menggunakan kata ini) terakhir kali kita ketemu, ada air mata di sudut matamu, bahkan beberapa di sudut bibirmu, pasti rasanya asin ya? gak sepahit dugaan kita sebelumnnya. aku masih ingat air mata itu menjatuhi pipiku dan saat kucium bibirmu aku ingat, kita berbagi rasa asin air matamu. aku ingat kamu terbaring sendu di sebelahku saat bibirku menciumnya apa kamu masih ingat? kuharap kamu masih ingat sebab aku akan meminta maaf untuk itu maafkan aku senja... saat itu astrologiku tisyu pasti hancur terkena air dan kamu aquarius februari yang menakjubkan menyentuhku lalu aku hancur sempurna menghanyutkanku pada 300 meter dibawah permukaan selat sunda, menyatu dengan artefak Atlantis, terbaring disebelah kubur Adam... duh! tapi senja... aku sudah memaafkanmu... mari menikah lagi... lalu terjadilah malam... alam menyulam dendam menganyam kelam mereguk salam sekali hantam... 295 Abracadabra! jadilah, maka terjadilah... dan kita tercipta pada dua sisi aku di angka kamu di gambar dan Dia melempar koinnya... ...ANGKA... selamat malam! selamat datang nirwana pada tengah malam... dan jadilah semuanya... sabda sinis...hantu-hantu...distorsi...dan sekepal rayuan yang membuai... lalu s e p i s e k a l i dan Abracadabra! jadilah fiksi ini... 296 Niskala & Sekala (Heaven & Earth) Oleh Zahrana Kumayl Niskala tak menyerah pada angin yang terus memburunya semenjak dia meninggalkan Sekala suatu ketika di sebuah jembatan cahaya. Heaven seharusnya nonton Band-nya Bayu ama Surya kemaren malem. Tapi ada urusan yang penting banget yang gak bisa dia tinggalin. Dia harus nemuin Earth di rumahnya, di Bekasi. Bayu dan Surya gak mau ngerti hal itu. Mereka kecewa ama Heaven yang mengorbankan pertemanan demi kekasih. Mereka juga agak kesel ama Earth. Soalnya Earth juga gak nonton mereka manggung. Padahal mereka selalu nonton Earth And The Wonder Brothers manggung. Tapi pada akhirnya Niskala menghadapi Angin dan mencoba berkomunikasi dengannya. Ternyata dia hanya mendengar sebuah bisikan kecil dari angin: Temui Sekala di Vallhalland, sekarang! Lantas angin kembali berhembus menjauhi Niskala, meninggalkan lambaian tangan dan seutas senyum. 297 Sekala, sudah sekian lama akhirnya pesan darimu kuterima, kupikir angin bukan membawa pesanmu, maafkan aku! Bayu nemuin Heaven di kamar kontrakannya. Heaven lagi serius di depan computer, nulis Cerpen, Dead line nih… duduk…duduk…kalo mau minum ambil aja sendiri ya…Heaven langsung menyambut Bayu, tapi mata tetep melotot ke arah monitor komputernya, tampak Microsoft Word dengan huruf Verdana menjejali halaman-halamannya. Loe demen banget ya ama Verdana. Gw lebih suka Arial Narrow, ramping… Hahaha…dasar Anorexia! Verdana tuh hurufnya gede-gede dan tegas tapi luwes. Tapi arial narrow tuh simple tapi artistik, gak kayak Verdana yang menurut Gw terlalu luwes, geli, kayak cacing. Tapi gendutgendut… loe aja kali yang terlalu obsessive dengan kegendutan… Hahaha… gak gitu juga kali… kadang-kadang aku suka dengan hal-hal yang ramping, tapi kalo udah artificial jadi gak asik lagi, real Fonts don’t diet, remember? Wuahahahaha….. itu yangselalu dilakukan temen-temen kita… BTW, lagi nulis apaan? Ini, Cerpen pesenan dari penerbit gw yang lama. Katanya dia lagi mau nerbitin kompilasi cerpen dari cerpenis-cerpenis dari tiga kota, Bandung, Jakarta dan yogyakarta. Oh, jadi gara-gara itu loe gak nonton konser band gw tadi malem? Niskala melayangkan matanya pada lembah-lembah di bawah kakinya yang seperti menancap pada bukit di atas lembah. Mencari-cari Sekala yang biasa datang membiaskan warna coklat pada udara. Sekala…sekala… Sekarang sudah waktunya, meski aku tak berwaktu, tapi aku tahu kamu berwaktu… Kamu dimana? Niskala tak bertemu Sekala. Vallhalland sepi sekali. Satu titik hangat 298 melumeri pipinya. Sekala... maafkan aku! Heaven menyudut kamar, kehabisan Earth di kepalanya, entah kenapa. Writer's Block menyerang, Headache menghabisinya, Earth menyempurnakannya. Earth... maafkan aku! Heaven: One Night in Lucid Dreaming A lucid dream, also known as a conscious dream, is a dream in which the person is aware that he or she is dreaming while the dream is in progress. During lucid dreams, it is possible to exert conscious control over the dream characters and environment, as well as to perform otherwise physically impossible feats. Lucid dreams can be extremely real and vivid depending on a person's level of self-awareness during the lucid dream.[1] A lucid dream can begin in one of two ways. A dream-initiated lucid dream (DILD) starts as a normal dream, and the dreamer eventually concludes that he or she is dreaming, while a wake-initiated lucid dream (WILD) occurs when the dreamer goes from a normal waking state directly into a dream state with no apparent lapse in consciousness. Lucid dreaming has been researched scientifically, and its existence is well established.[2][3] Scientists such as Allan Hobson, with his neurophysiological approach to dream research, have helped to push the understanding of lucid dreaming into a less speculative realm. wikipedia Before Sleeping: saya melakukan hal dibawah ini secara bersamaan - Saya mengaktifkan audio software Atmophere Deluxe dengan atmosfir Storm dengan volume 60 % di PC saya - Saya mengaktifkan audio softaware I-Doser dengan dosis Lucid dengan volume 30% di PC saya - Saya memutar video Scotch Mist Radiohead dengan volume 90% di PC saya dengan kondisi repeat playlist di Windows Media Player di Screen 1 dan Visualisation di Screen 2 dengan tema Ambient - Saya menghisap selinting tembakau tampang dilinting dengan daun kawung dengan campuran hashish yang saya produksi sendiri dan sedikit tambahan Apel Jin yang saya beli di pasar tradisional 299 - Lampu kamar saya gelapkan - Saya minum sebotol Beer Organic Storm Gold yang dikirim seorang teman dari Bali - Saya makan sebatang coklat Cadbury Black Forest - Saya membayangkan adegan-adegan di novel saya yang baru yang sudah selesai 50% berjudul Fiksi-fiksi Bohlam dan Beberapanya Padam - Hingga saya ketiduran Lucid Dreaming: Adegan pertama saya berada di dalam sebuah kereta kencana, yang saat itu sudah tidak asing lagi buat saya, di atas laut yang tidak berombak, kereta itu tidak melayang, saya tahu, tapi saya tidak tahu bagaimana kereta itu berjalan, apakah menyentuh air atau tidak, keretanya tidak berkuda. langit mendung, tapi matahari, bulan dan bintang datang bersamaan. Saya ditemani seorang perempuan yang saat itu saya rasa sebagai Istri saya, tapi saya tidak pernah melihat perempuan ini di dunia nyata. dia memakai mahkota, saya lupa bentuk mahkotanya, tapi yang pasti bertabur berlian, karena saya bisa melihatnya gemerlapan tertimpa cahaya matahari yang muncul dari sun roof kereta kencana itu. hingga adegan ini saya belum tahu bahwa saya sedang bermimpi dan terasa sangat nyata. di adegan ini saya hanya jadi penonton pasif, semua diarahkan oleh skenario mimpi dengan sutradara entah siapa. Adegan kedua, saya mengetahui bahwa itu mimpi, kemudian saya mencoba untuk bangun, karena entah kenapa suasananya terasa horor, mungkin karena pandangan perempuan itu yang begitu dingin. saya mendengar lamat-lamat suara-suara dari PC saya, dan melihat gemerlapan visual dari screen 2. anehnya saya tidak berada di kamar saya ketika terbangun itu. lalu saya bangkit dan mencoba keluar dari kamar itu, ternyata pintunya langsung ke luar rumah, saya melihat sebuah lapangan luas, saya tidak tahu masih mimpi. di lapangan itu berjejer jutaan manusia, telanjang, tapi tidak mendengar sedikitpun suara manusia, hanya sebuah lagu yang berasal dari sebuah panggung concert yang megah dan saya melihat radiohead sedang concert membawakan lagu Nude, tapi volumenya kecil sekali. saya sangat girang dan mencoba mendekati panggung, ingin melihat radiohead lebih dekat. saya melewati manusiamanusia telanjang itu, dan kaget ketika melihat pandangan mereka kosong seperti mayat, terarah lurus ke arah panggung yang gemerlap. ketika sudah berada tepat di depan panggung, volume lagu dari sound-sound besar itu tetap sekecil tadi, saya heran, dan baru sadar bahwa saya masih berada di dalam mimpi, tapi kali ini saya menolak bangun, karena sangat ingin bertemu Radiohead di belakang panggung, lalu 300 saya menuju kesana, menunggu mereka selesai manggung. tiba-tiba guntur dan halilintar bersahutan ditimpa suara noise panjang dan hujan yang lebat. saya mencoba berteduh di sebuah tenda putih, dan melihat semua personil Radiohead berada disana. saya kaget, ekspresi mereka sama kosongnya seperti orang-orang yang di luar. saya bertanya kenapa pada thom yorke, dia menjawab tergagap, dan tiba-tiba mereka malah memainkan musik di tenda itu dengan lagu Weird Fish Carpegie masih dengan ekspresi muka yang kosong. bulu kuduk saya merinding, saya keluar tenda. di luar suasana sudah berubah, menjadi di pinggir pantai, sangat mendung, berkabut dan saya melihat sebuah laut tanpa ombak dan tanpa akhir. tak ada apa-apa. saya benarbenar berada di atas air. ketika sadar hal itu, saya tercebur dan lantas tenggelam karena tiba-tiba saya tak bisa bernang. lalu ada sesuatu yang menarik kaki saya, entah apa...saya meronta, terus meronta dan terbangun dalam keadaan banjir keringat, basah, jauh dari tempat tidur. Adegan ketiga diawali dengan hal itu, banjir keringat, basah, jauh dari tempat tidur, tapi saya berada di kamar saya. anehnya, kali ini kamar saya terang benderang dengan empat lampu halogen di tiap sudut kamar, dan kamar saya kosong, kecuali seseorang yang terbujur kaku dangan erangan minta tolong di salah satu sudut kamar, seorang perempuan, badannya belepotan darah, tapi saya tidak melihat luka sedikitpun di tubuhnya, dan saat itu saya baru sadar bahwa darah itu berasal dari luka-luka di sekujur tubuh saya, juga baru sadar bahwa saya bukan basah oleh keringat, tapi oleh darah, saya menjerit kaget, meski bukan karena rasa sakit, karena tidak terasa sakit sedikitpun, jeritan saya ternyata tidak mengeluarkan suara sedikitpun. saya berlari keluar kamar. diluar sepi, tak ada orang, hening mencekam. matahari bulan dan bintang berada bersamaan di arah barat dalam cuaca mendung, tapi saya bisa melihat jelas mereka. kesadaran saya tiba2 mengatakan bahwa kiamat tinggal tiga hari lagi, dan bumi akan gelap selama tiga hari ke depan. lalu ponsel saya berdering, sekali, dua kali, tiga kali. baru saya mengangkatnya. halo? halo? dan ponselnya masih berdering, tapi ada suara menjawab di ear phone-nya. ervin, katanya, saya tuhan... semuanya tiba-tiba berputar dengan iringan dering ponsel... dan saya benar-benar terbangun...dengan jantung berdegup kencang...seseorang menelepon saya...saya mengambil ponsel...melihat nomornya 0818160*** saya mengangkatnya, halo? di luar hari sudah siang, PC saya sudah mati, dimatikan adik saya, suara di seberang menjawab, halo, heaven? suara wanita yang tak asing di telingaku ya, jawabku. aku kangen kamu, katanya dengan terisak... saat itu saya langsung tahu bahwa saya masih mimpi...dan langsung mengendalikan 301 semuanya...menjawab isakannya...ya, aku juga kangen kamu...tiba-tiba perasaan bahagia menyeruak dalam diri saya...dan saya ingin mimpi itu berlanjut terus, menolak bangun... dan saya benar-benar tidak pernah bangun lagi...terjebak dalam kebahagiaan itu, dalam mimpi itu... :') Last Scene: EPILOGUE - The King of The Lizard's Graveyard, Outdoor - Night No Tears, No Beers, No Cheers just more pasts and away a little "logical" talks and another "really-goodbye" ...and i no longer refuse to wake up... this is the time to finish the dream WAKE UP! WAKE UP! WAKE UP! the phone rang three times i picked it up... "hello?" "hello, Heaven, its GOD, again!" a hard-deep voice said, a voice from nowhere "oh, hi god... what's up?" i said "i know what's happened. so... what can i do for you?" god said "umh... its ok GOD, I'm fine, really! Her-The Earth-fades out to the rainbow, the rainbow-rainbow, OUR RAINBOW!" i said, loudly... "which rainbow?" He asked, with the excited tone, curious "the rainbow i told you… THE MOST BEAUTIFULL GREY!" i said, over loud 302 then he said, fastly, seduced-ly, "Oh wow… where is it? I feel up to look at…" "...over there, beside your “great-falls”." i cut, gayfully "awesome! faster-and-better…", he said and then with the diferent tone, "so it's your turn I think." "yeah..., thought so..." i said, I walked trough the door, opened it, fresh air flooded my lungs... "where up to?" he asked "jump off to the west I think, get dark and get the darkness, cool it off. re-set the sun down." "good... the west is always the best… but just be silent, ok! dont make another fur fly! no more babble out!" he warned "I won't. trust me!" i said, seriously "ok... good luck then!" "so do you." "i'll see you again, Heav!" he added "cool! faster-and-better. PLAY SAFE !!!!" I said, laughed he laughed too and click i put the phone, looked up to the sky, and got the shower... awh...cold water... it's real! i really wake up, i feel the cold water bites my skin, the tooth paste bites my teeth, the soap bubbles bite my eyes, and Chairil's knife bites my heart... and it hurts... the dream is finally over 303 === the end === Labirin Hitam Di Bawah Matanya Oleh Ervi S.I.D. Para penata gaya, seperti tukang cukur, fashion designer, pekerja salon, beauty consultant dan manikuris adalah sebagian dari sekian banyak orang yang paling memenuhi kategori sebagai manusia-manusia yang dimaksudkan Nietszche dalam ungkapannya tentang “memberikan gaya” pada karakter seseorang adalah sebuah seni agung dan langka. Meski kemudian Nietszche menulis lebih kepada wacana penokohan baik dalam seni peran maupun psikologi manusia. Perkembangan mode yang begitu pesat jelas telah melahirkan banyak penata gaya dengan beribu terobosan baru, dari mulai make-up yang mendampingi mode pakaian hingga perombakan pada tubuh manusia itu sendiri seperti implantasi yang tidak ditujukan untuk penyembuhan dan kesehatan melainkan hanya untuk 304 fashion belaka, bahkan juga merasuk kedalam wilayah fantasi futuristik, misal: wacana post-human, film The Matrix, dan model-model anime dari Jepang. Menata gaya adalah sebuah seni yang agung dan langka, ya, seperti yang pernah saya ketahui ketika menatap mata seorang wanita begitu dalam, saya pikir juga itu sebuah seni agung dan langka. Disana ada keindahan, spekulasi, imajinasi dan dosa pertama. Suatu ketika saya bertemu dengan seorang beauty consultant sebuah merk alat kecantikan dalam sebuah pertunjukan fashion. Saat itu saya diajak oleh seorang teman yang kuliah di Jurusan Tata Busana untuk menjadi model gratisan dalam pertunjukan fashion yang memperagakan karya-karya tugas akhirnya. Sebuah perusahaan make-up yang cukup terkenal selalu tak mau ketinggalan menjadi sponsor untuk acara-acara seperti ini. Kompensasinya biasanya berupa alat-alat make up dan beberapa perias mereka untuk merias para model. Dan mereka mendapat keuntungan dari promosi berupa pamflet, leaflet dan spanduk yang mencantumkan logo perusahaan mereka di sudut kanan bawah dengan ukuran 4 x 4 cm. Kali ini mereka mengirimkan 3 orang perias dengan jabatan Beauty Consultant (BC) 2 orang dan Coordinator Beauty Consultant (CoBC) seorang. Di ruang rias, setelah mengantri dengan puluhan model gratisan lainnya yang tentu saja tidak secantik dan se-pede model-model professional, akhirnya saya mendapat giliran untuk didandani. Ada empat kursi rias didepan meja rias panjang dan sebuah cermin besar di ruang rias gedung pertunjukan tersebut. Satu kursi rias ditangani oleh seorang perias. Saya mendapat kursi yang ditangani CoBC. Ada beberapa kebiasaan beberapa orang ketika sedang didandani yaitu mengobrol. Saya adalah salah satu dari beberapa orang yang memang sangat suka bicara, bahkan ada seorang teman yang menyangka saya mempunyai sindrom asperger, dan tentu saja mengobrol adalah bagian dari suka bicara itu. 305 Terus terang, CoBC itu, yang kemudian saya mengenalnya dengan nama Illana (bukan nama sebenarnya), sangat cantik, dan saya berpikir saat itu ia lebih cocok sebagai model ketimbang Penata Rias. Dan tentu saja kecantikannya mengundang saya untuk bertanya dengan serbuan basa-basi yang biasanya berhasil menarik perhatian wanita manapun. Keindahan : Keindahan itu menyeruak menubruk perutku hingga terasa desakan agak mual di ulu hati. Mata itu, ya mata itu, mata yang sering kali kupandangi setiap sore di ujung musim kemarau. Mata yang menggerakan kepalaku untu selalu mengikuti gerakannya kemanapun dia bergerak di kamar hotel itu malam itu. Spekulasi : (?) Imajinasi : (?) Dosa Pertama : (?) (isi sendiri alasanmu) “Sudah punya anak berapa, Mbak?” tanya saya sambil memandang lekat wajahnya yang saat itu hanya berjarak beberapa senti karena dia, dengan sangat detil, sedang mengulaskan kuasnya di kelopak mata saya yang saya minta agar dibuat hitam berkesan gotik. Dia tertawa dan memandang anak buahnya yang berada di sebelahnya sedang mendandani model-model lainnya. Setelah itu dia menjawab pertanyaan saya dengan mengalihkannya pada anak buahnya, seolah-olah saya tidak ada disana. “Rien, aku barusan ditanya sudah punya anak berapa? Haha… emang aku kelihatan begitu tua ya?” katanya pada BC yang kemudian kuketahui bernama Vina (juga bukan nama sebenarnya). “Ya ampun, masa sih, Bu? Aku aja dulu menyangka Ibu umurnya dibawah saya.” 306 Jawab Vina yang wajahnya justru tampak seperti anak kecil. Saya hanya memandangi mereka yang meneruskan obrolan diseputar wajah mereka. Tampaknya setelah itu saya tidak digubrisnya lagi. Setelah selesai mendandani saya, wanita itu memanggil model selanjutnya. Lantas sambil lalu saya bertanya padanya dengan nekad. “Boleh saya tanya lagi? Mbak sudah punya anak berapa? Kok saya dicuekin terus?” Sambil tetap tertawa seperti tadi dia menjawab, “Penting ya untuk saya jawab?” “Penting sekali, sebab jawaban Mbak akan menentukan apakah saya akan minta nomor telepon Mbak atau tidak.” Jawab saya sambil mendekat lagi padanya. Model cewek yang akan dirias selanjutnya memandangku dengan pandangan males. “Temui saya setelah pertunjukan disini, sekarang sebaiknya kamu show dulu, entar dimarahin koreografer.” Katanya dengan nada sok misterius. Terus melirik anak buahnya dengan seolah ada kedipan sebelah mata disana. Saya menyadari, ada begitu banyak hal yang menarik ketika dia mendandani saya, atau kalau boleh kupinjam istilahnya, melukis di atas kanvas muka kamu. Saat ini saya sudah menjadi mantan suaminya, kejadian tadi berlangsung kira-kira dua setengah tahun yang lalu, dan itu adalah sebuah momen yang tidak mungkin saya lupakan. Hal-hal menarik itulah yang kemudian membawa saya terbuai kedalam semua hal yang berkaitan dengan dirinya, profesinya, kepalanya, bentuk tubuhnya, payudaranya, tertawanya dan tentu saja vaginanya yang saya masuki saat kencan pertama kami di sebuah hotel berbintang yang mendadak kami masuki sebab ada sesuatu yang mendesak yang kami enggan untuk mengatakannya satu sama lain, memang begitu kejadian aslinya, ini fakta. Tapi maaf bila saya menyamarkan namanya dan semua orang yang nanti saya akan ceritakan. Sebab ini bukanlah karya jurnalistik, saya tetap akan menyebutnya sebuah karya fiksi yang diangkat dari kejadian nyata, tapi sama sekali bukan adaptasi, detil-detil yang saya sebutkan memang benar-benar ada dan terjadi. Saya 307 juga tidak akan mengatakan ini sebuah cerita pendek, sebab cerita ini akan lebih rumit daripada hanya sekedar cerita pendek yang memiliki pakem-pakem dan aturan-aturan yang ketat, hal ini berlaku terutama untuk cerpen-cerpen koran atau atau beberapa kelas sastra kertas, tentu saja gerakan sastra independent yang membuat media kertas tidak termasuk di dalamnya. Saat itu, saat didandani saya menemukan sebuah perasaan yang sama sekali baru bagi saya, saya tahu bagaimana rasa cinta, tapi ini lain, mungkin lebih pada rasa kagum dan penasaran yang digabungkan menjadi bentuk obsesi yang sama sekali beda dengan obsesiku ingin tidur dengan BCL. Saya terus saja memandangnya lekat ketika dia bercakap-cakap dengan anak buahnya. Saya memandangi matanya yang tampak profesional memberikan polesan pada seluruh wajah saya, tangannya yang begitu terampil melukis wajah saya, gerak tubuhnya yang menurut saya waktu itu sangat libidinal, seolah ingin diajak tidur malam ini juga, wajahnya yang cantik keibuan, parfumnya yang mungkin adalah jatah dari kantornya. Harum tapi bisu, menurut saya, sebab dia tetap menganggap saya seolah tak ada, seolah benar-benar sebuah kanvas yang tak hidup. Sesekali dia bersenandung. Dan entah kenapa saya benar-benar tidak bicara setelah pertanyaan tadi, tidak seperti biasanya, saya juga heran. Saya terus membisu sambil terus memandang lekat wajah dan pekerjaannya. Proses melukis itu kira-kira menghabiskan waktu 10 menit, padahal cowok-cowok yang lain hanya memakan waktu 4-6 menit. Mungkin karena saya meminta agak berbeda, agak lebih dandan ketimbang yang lain. Ketika pertunjukan fashion dimulai, jelas saya tidak menemukan wajahnya ditengah kerumunan penonton yang bersorak-sorai karena saya pikir dia masih di ruang rias bergosip dengan anak buahnya. Saya mengalunkan kaki yang sejak seminggu lalu dilatih keras oleh koreografer sebab sekali lagi saya bilang bahwa saya bukan model profesional. Bahkan saya sempat menolak baju yang akan dipamerkan untuk saya pakai sebab saya pikir itu tidak sesuai dengan jiwa saya. 308 Jelas bahwa seorang model profesional tidak akan melakukan hal itu. Ada semacam aturan bahwa seorang model profesional tidak boleh menolak pakaian model apapun yang ditawarkan oleh perancang bajunya. Sempat ada perdebatan sengit antara saya dengan sang perancang baju, teman saya itu, hingga akhirnya dia menyerah dan membebaskan saya memilih baju. Kebetulan saya waktu itu sedang menyukai wilayah musik yang gotik-androgin, saya mencari pakaian model rok terusan dengan dominasi warna hitam dan perak, anehnya saya menemukannya. Teman saya, perancang baju itu, awalnya tertawa karena baju itu dirancang untuk wanita. “Masa sih loe mau pake baju itu? Dasar orang gila!” katanya. Tapi saya cuek dan bilang pada dia bahwa ini sesuai dengan jiwa saya. Bahwa laki-laki juga diciptakan untuk menjadi indah seperti wanita. Pokoknya setelah itu dia males untuk mendebat saya lagi. “Terserah loe deh...!” katanya sambil menggelengkan kepala dan berlalu untuk memberikan instruksi pada model-model yang lain. Serangan berikutnya muncul dari mister koreografer Ernie (jelas bukan nama sebenarnya, dan bukan pula nama bancinya) yang jelas-jelas lebih menyukai model-model cowok yang macho ketimbang model kurus dan androgin seperti saya. Pandangan benci-bancinya terarah straight ke muka saya ketika saya memakai baju itu. “Yey tu gila deh bo...itu kan baju banci nek, ntar yey jalannya mau gimana dengan model baju kayak gitu, dasar lekong bencong...” katanya. Saya malah tertawa. Dan dia makin benci sambil mikir tujuh keliling untuk menemukan koreografi yang tepat untuk saya. Tapi yang pasti akhirnya Ernie menemukannya. Dan saya jelas menolaknya keras-keras. “Gak, loe pikir gue banci, gaya androgin kayak gini itu lebih tepat kalo jalan gue 309 justru cowok banget. Loe pernah liat Placebo gak kalo manggung. Dasar banci tampil!” kata saya. Dia jelas kaget saya memarahinya seperti itu. Tapi dia tetap akhirnya melatih saya dengan koreografi yang saya tawarkan. Jadilah saat ini, saat pertunjukan ini dimulai. Saat semua penonton bertepuk tangan bengong melihat penampilan saya. Setelah pertunjukan selesai, Illana sudah tidak ada di backstage, kata salah seorang BC-nya dia sudah pulang duluan, ada urusan keluarga. Tapi dia menitipkan no ponselnya. Seminggu setelah itu saya menelponnya, entah kenapa saya begitu lambat hingga memerlukan waktu seminggu untuk menelpon dia, saya lupa. Pertemuan saya berikutnya dengan Illana adalah setelah saya menelpon dia dan dia ternyata masih mengingat saya. Untunglah! Kami akhirnya berhubungan sex untuk pertama kalinya di pertemuan pertama itu. Di sebuah Hotel Bintang empat di Jalan Dago. Kamar no. 314. Tak akan pernah saya lupakan. Kami berpisah setelah dua tahun kami menjalani bahtera perkawinan yang segala ritualnya saya buat sendiri, tidak memakai ritual agama manapun, tapi ritual saya sendiri di Hotel itu saat pertemuan pertama kami. Entahlah, tapi sepertinya dia percaya dengan ajaran saya. Tapi dua tahun kemudian dia meminta cerai, dengan alasan dia harus kembali ke realitas. Pekerjaannya menuntut dia untuk tetap berada dalam realitas. Menjadi penata gaya dalam sebuah perusahaan besar menuntut realitas lebih banyak ketimbang romantisme, begitu menurutnya. Tapi menurutku kami bercerai karena dia menggugurkan bayi pertama kami tanpa memberitahu saya, dan hal ini pun baru saya ketahui dua bulan setelah perceraian kami saat sebuah surat undangan dia serahkan pada saya langsung. Undangan pernikahan dia dengan seorang model cover sebuah majalah wanita dewasa. Saat itu dia meminta saya bertemu di sebuah cafe di Jalan Dago. Dan dia menceritakan semuanya, semua tentang proses pengguguran itu. Saya marah. Dia langsung pergi pada saat kemarahan saya meledak. Dia tidak tahu bahwa setelah 310 itu saya menangis. Saya menangis dan saya mulai mendandani diri saya sendiri, mengimitasi semua gayanya saat dia mendandani saya pertama kali. Benar-benar berdandan. Saya tidak tahu saat itu untuk apa saya berdandan, mengimitasi semua gayanya saat mendandani saya pertama kali, tapi hal itu cukup membuat saya tenang dan mengiris seluruh kenangan dengannya. Itu saja! Sebab beberapa hari kemudian saya mulai mengencani seorang wanita 35 tahun, stylist sebuah salon di Jalan Dago. Bercinta. Orgasme. Pulang. Besoknya saya mengencani seorang fashion designer sebuah perusahaan baju di Jalan Dago. Makan malam. Bercinta. Orgasme. Pulang. Esoknya lagi saya berkencan dengan seorang jurnalis fashion sebuah majalah fashion indie di Jalan Dago. Belanja. Meliput sebuah acara fashion. Makan malam. Tidur di kost-annya. Bercinta sampai kami benar-benar kehabisan tenaga. Tidur nyenyak. Dia membangunkanku dengan sebuah ciuman. Menyatakan sebuah perasaan cinta dengan halus. Saya enyah saat itu juga. Pulang ke rumah. Tidur. Dua hari kemudian saya berkenalan dengan seorang AE sebuah katalog fashion di dekat jalan Dago. Malamnya langsung 5C. Check In, Crat, Cret, Crot, Check Out. Dan terus-menerus seperti itu. Entah kenapa tiba-tiba saya jadi sangat terobsesi untuk bercinta dengan para penata gaya, setiap malam, setiap saat, dan mendepak mereka secepat keluarnya sperma dari tabung keheningan saya. Tabung kebencian saya. Tabung kerinduan saya akan seorang anak. Seorang anak yang setiap gayanya selalu ditata oleh kedua orang tuanya. Anak yang digugurkan Illana. Saya tentu saja datang ke pernikahan Illana. Sebuah gedung di Jalan Dago. Tampak sepi untuk sebuah pernikahan, kursi pelaminan kosong, ada beberapa tamu yang tampaknya juga bingung dan bertanya-tanya seperti saya. Seorang penjaga gedung itu mengatakan bahwa pernikahannya batal. Pengantin wanitanya kabur dengan mobil saat akad nikah akan dimulai. 311 Beberapa menit kemudian telepon selular saya menjerit dengan nada tangisan bayi. “Halo, Niskala?” suara Illana, menangis. “Ya?” “Kamu dimana?” “Di nyaris pesta pernikahanmu.” “Temui aku, segera, cafe ohlala, please!” “Ok, aku segera kesana!” Setengah berlari, menuju angkot, 15 menit, Illana dengan pakaian lengkap pernikahan adat Sunda, berlapis air mata, make up yang luntur membentuk aliran berwarna hitam di bawah matanya. Totally Sadly Runaway Bride! Saya memeluknya. Illana menangis tersengguk-sengguk di bahu saya. Tenang...tenang...sayang...! nyaris berbisik di telinganya. “Niskala, aku masih sangat mencintai kamu! What the fuck dengan segala macam realitas, aku bahagia di sisi kamu! Kamu lah realitas aku.” Saya mengelu-elus punggungnya, aku tahu...aku tahu...sayang! “Anak kita, tidak aku gugurkan, aku meminta cerai setelah aku tahu aku mengandung. Aku takut, Nis, aku takut. Aku takut kalo kamu tidak menginginkan anak itu. Sungguh, aku tidak tahu harus bagaimana waktu itu. Aku sebenarnya tidak ingin membesarkannya sendirian. Tapi aku tidak tahu bagaimana aku harus memberitahumu. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Aku takut kamu tidak mencintai aku lagi. Aku benar-benar bingung. Bingung, Nis! Aku masih sangat mencintai kamu! Sampai Dion datang dan iba lantas melamarku. Dan aku 312 mau sebab aku tidak tahu bagaimana membesarkan anak sendirian.” Lajur hitam seperti labirin di bawah matanya mengarahkan harus kemana air matanya menetes saat itu. Hanya itu! Labirin Yang Hilang Di Bawah Matanya, Digantikan Perih Dalam keadaan mabuk parah, William S. Burough mengulang-ulang rekaman pembukaan konser The Doors secara diam-diam tapi agresif. Lalu memasukan musik sesuka dia. Hasilnya; “Is everybody in?” dihentak diulang-ulang oleh iringan lagu-lagu The Doors oleh suara William yang berat dan ketukan bayonet pada ulu hatinya. Ribuan kilometer dari situ, bertahun-tahun kemudian, Illana yang sudah dibekali mantra oleh guru spiritualnya, mantra untuk mencapai ekstase tanpa harus dibantu oleh model pengobatan daun-daunan dari Aceh atau Thailand apalagi perang kimia buatan dari jenis Amphetamine ataupun Metamphetamine, sedang mendengarkan hasil dari proses psikedelisasi antara William S. Burough dengan The Doors itu di depan komputer di kamarnya pada piringan CD yang berputar pada sekian radian per detik. Illana terhentak saat sabda Jim melalui salah satu rasulnya, William, yang berulang-ulang itu berhasil diterjemahkannya. Jantungnya berdetak kencang, tertusuk-tusuk pertanyaan itu, terbangun dari tidur panjangnya tanpa geliat yang biasanya mengiringi keindahan erangan pagi saat sebuah ciuman mendarat pada bibirnya, sekarang setidaknya dia menghalusinasikan itu… “Is everybody in?” “Ya, barusan aku disini.” Jawab Illana pada layar komputer yang menayangkan ribuan warna yang menggeliat-geliat diterpa gerakan frekwensi dari ketukan nada pada 10 titik, (dimulai dari 60 Hertz, 170 H, 310 H, 600 H, 1 kH, 3 kH, 6 kH, 12kH, 14 kH, sampai 16 kH) serta wilayah mabuk parahnya William S. Burough pada Visualisations Winamp-nya yang diset secara random dengan pergantian tema setiap 15 detik sekali. 313 “Sekarang kamu dimana?” Tanya bayangan matanya yang masih mengalirkan air mata semenjak pertemuan terakhirnya dengan Niskala. “Aku… aku… ada di… ada di… dihentak kesakitan, dihentak kesakitan pada pertemuan terakhir dengannya dan dengan-Nya…” Jawab Illana dengan tergagap dan nyaris berbisik, tersudut. “Aku tadi bertanya, kau ada dimana?” Tanya bayangan matanya lagi di layar komputer yang masih menggeliatkan warna-warna itu, kali ini pertanyaan itu lebih dikuatkan oleh teriakan-teriakan Jim dan wilayah liar William. “Aku… aku pikir… aku layak menerima kesakitan itu… dan… dan… kesakitan ini…” Jawabnya, masih menghindar dan tergagap, dan air mata masih terus menderas… pada bayangan itu malah lebih tampak membanjir. “Kamu tidak menjawab pertanyaanku, tapi sudahlah, mungkin itu gak penting. Kesakitan itu dan kesakitan ini, maksudmu?” Kali ini bayangannya menyerah tapi masih terasa sedikit cerewet dalam ingatan Illana. Illana tiba-tiba menekan tombol power komputernya, dengan cepat dan serentak seluruh software serta hardware didalam CPU nya dipaksa untuk menghentikan seluruh aktifitasnya. Monitor menggeliat sebentar, kemudian mati, warna-warna mengikutinya, memudar dan mati. Jim berhenti berteriak dengan terpaksa, padahal moodnya lagi bagus untuk baca puisi. William S. Burough black out, lalu tepar dengan posisi tidur seperti saat Jim terjatuh pada lagu Unknown Soldier. Bayangan matanya, yang masih berada dalam monitor, hanya lebih tersamar, terkaget dengan gerakan tiba-tiba Illana itu, lantas serius bungkam dengan membekap mulutnya. Dengingan kipas komputer, yang berhenti paling akhir, menyisakan euforia iangan panjang yang meredam suara apapun dalam sesaat hingga dengan fade in pelan suara degup jantung Illana bisa terdengar lagi, tapi agak melambat, tidak 314 sekencang tadi. Pengaruh mantra lambat laun memudar. Memutar kembali rekaman-rekaman percakapan terakhirnya dengan Niskala di Café Ohlala siang itu… Air matanya tak jadi berhenti mengalir karena itu… Isak, seribu isak sudah terbuang semenjak siang itu hingga kini… Labirin-Labirin Merah Yang Sangat Terpaksa Harus Dilupakan Aku bergidik mendengar suara jengkerik krik…krik…krik… tadi malam saat aku padam di tengah gemerlap kegelapan memori dalam satu folder - terkunci dan sengaja kulupakan passwordnya - berjudul Bitch And The Bastard Project - Chapter One. Kudukku meremang dalam keremangan di jauh sana tanpa suara dan sama sekali tak ada suara. Ada apa…? Pagi ini segar dan tak diantar… Baguslah kalau begitu. Tapi nanti? Mungkin diantar tapi belum tentu segar. Agak tidak bagus kalau begitu. Bukankah selalu begitu? Tentu… tapi kupikir sudah saatnya kau berhenti bermain kata-kata yang sering kau lantunkan itu. Tak ada lagi permintaan maaf… enough is enough! Aku muak… Tapi…sebentar…please…jangan dulu ditutup…sayang…plea…ss… ah…GOD!!damn it! 315 Saat itu aku masih terang benderang seperti siang, seperti karang, tegak menantang menyulut pedang. Tapi tadi malam ada beberapa hal yang menginterupsi kegagahanku, kesombonganku, dalam bentuk surat balasan yang ditujukan pada alamat elektronik-ku yang selalu kuingat passwordnya dan tak ada satu orang-pun yang mungkin mengetahui passwordnya. Surat itu berjudul Re: I LOVE YOU !!! (I don’t, sorry!) Surat itu hanya berisi kjahsdfvgjsh. Artinya tak ada apa-apa…dia hanya mengetik sembarang untuk memenuhi syarat pengiriman surat elektronik agar mengisi halamannya. Dia perlu mengetik sembarang agar aku tahu bahwa isi surat itu semua sudah dikandung pada judulnya Re: I LOVE YOU !!! (I don’t, sorry!) Ini adalah surat balasan dari suratku sebelumnya untuk dia berjudul I LOVE YOU !!! . See what I mean??? Dan suratku itu berisi sebuah narasi tentang alasan-alasan kenapa aku begitu mencintainya sebanyak sepuluh halaman A4, arial narrow 10, satu setengah sepasi. :’-(hiks!) Beberapa saat yang lalu itu adalah sebuah film, dimana segala hal dalam hidup hanya ditampilkan pada bagian menarik saja. Maka begitupun kemudian film itu berjalan dan berdurasi hanya kira-kira dua jam. Dan selama dua jam itulah segala hal ini dimulai. Dia datang di saat-saat terakhirku memutuskan untuk hidup atau terus mati. Ya, aku layak disebut mayat hidup, tanpa kartu pengenal, tanpa tempat tinggal, tanpa tujuan, tanpa pasangan, kasihan… lalu tiba-tiba dia datang, dan mengisi sisi menarik hidupku selama dua jam ke depan. Selamat menyaksikan… 316 Tittle : The Projects Of A Bitch and A Bastard Credit Tittles Chapter One. Scene I Kita melihat sebuah rumah berwarna putih, mata kita menelusuri setiap bagian rumah, arsitektur victorian, cat putih kotor mengelupas dimana-mana, bangunan yang besar dan megah, pintu tinggi besar seolah seorang raksasa pernah tinggal di rumah ini. Rumah ini kosong, bahkan tak ada satupun furniture atau hiasan dinding tersisa. Dan hening. Gadis itu duduk di pojok ruang tamu, memandang kosong jendela kayu di depannya. Satu desahan nafas pelan keluar dari mulutnya, terdengar keras sebab suasana benar-benar hening. Sepertinya bila hatimu menjerit maka jeritan itu akan terdengar meski sayup saking heningnya. Hingga aku menjuluki bangunan itu Super-Infrasonic House… Tiba-tiba, mungkin sekali dalam seratus tahun kejadian ini terjadi di bangunan itu…sedesir angin berkelebat melewati pundak kiri gadis itu dan terdengar ditelinganya seperti sebuah ledakan bom, sukses mengejutkannya, lamunannya dihancur-leburkan bom audiosonic dari angin itu, banyak sekali korban, dan dia menjerit-jerit, keras sekali, gaungnya berputar mengelilinginya, membentur-bentur dinding ruang tamu itu, debu-debu dari pecahan bata beterbangan karena dinding terus bergetar dan hampir tiba pada batas akhir kekuatan keduanya, kekokohan bangunan tua dan jeritan gadis itu. Lalu keduanya berhenti, gadis itu berhenti menjerit, bangunan tua itu terhenti pada tahap nyaris rubuh… Sebegitu detil… ya, sebegitu detil aku menampakannya pada setiap narasiku tentangnya dan selalu untuknya. Scene II Desahan itulah sebenarnya yang menyebabkan angin itu berdesir melewati 317 pundaknya, kita melihat secara detil kaitan antara desahan nafasnya dan desiran angin kecil yang melewati pundaknya…desahan itu keluar membawa sebuah hembusan kecil angin yang melaju menembus udara-udara beku disekitarnya, menabrak dinding tembok sekitarnya, mengalami beberapa pantulan seperti echo pada gelombang suara, lalu pada satu ketika angin itu menjadi lebih besar dan berhembus kembali melewati pundak kirinya, membawa getaran yang lebih besar dari desahannya tadi, lantas membomnya dengan bom audio-sonic. Sebenarnya hal itu benar-benar amat hiperbolik sebab telinganya tidak benarbenar terganggu secara fisik, apalagi sampai berdarah, tidak mungkin sedesir angin mampu melakukan hal itu, dan jeritannya pun tidak benar-benar keluar dari mulutnya, tapi hanya ada di hatinya, dan hanya kepalanya yang bisa mendengar, efek mentalnya begitu dahsyat, mengganggunya secara fisik, membuat kepalanya berdenyut pusing, hingga dia berhalusinasi…dan semua detil itulah halusinasinya…dan ada beberapa detil lainnya yang kemudian akan diceritakan pada beberapa narasi berikut ini: Scene III Desahan nafas yang sama seperti yang dimiliki seorang gadis dalam sebuah kamar. Kita melihat sebuah kamar agak berantakan dengan seorang gadis duduk diatas kasur pegas sambil memegang sebuah buku foto kopi-an berjudul Episode IV. Desahan itu kemudian menggaung mengembalikan kita pada gaung desahan di ruang tamu rumah kosong tempat gadis itu terduduk di pojok, masih seperti itu. Dan kita berada tepat di hadapan gadis itu, close-up. Matanya sembab, tak ada air mata. Sepertinya semalaman dia menangis disitu hingga tak ada lagi air mata yang tersisa. Kita melihat waktu berputar balik pada semalam yang lalu, dan gadis itu datang kemudian duduk di sudut sambil memandang jendela di depannya. Dimulailah tangisan itu. Pilu semalaman hingga pagi. Dan pagi ini kita berada disini, tepat dihadapannya, close-up. Jangan takut, meski kita bisa melihat dia dari dekat, dia tidak mungkin bisa melihat kita, jangan lupa bahwa kita sedang menonton film yang di capture dari halusinasi gadis itu. 318 Scene IV Seorang pemuda menyalami gadis yang sama beberapa bulan yang lalu di sebuah kantin kampus. Nama pemuda itu Niskala. Nama Gadis itu Illana. Kita tahu sebab kita bisa mendengar mereka meski kita melihatnya dari jarak agak jauh, medium shot, kira-kira beberapa meja dari meja mereka. Kemudian kita tak bisa lagi mendengar obrolan mereka sebab serombongan keluarga menempati salah satu meja antara kita dengan mereka berdua, terlalu bising, tapi kita masih bisa melihat mereka dan bisa kesimpulan bahwa mereka tampak saling mengagumi. Scene V Kita melihat sebuah pintu kamar hotel, kita mencoba masuk tapi tak bisa, pasangan baru itu keburu menutup pintunya. Kita tak tahu apa yang terjadi, tapi tentu kita bisa menebak. Tapi kita betul-betul tidak akan pernah menyangka seindah apa momen yang terjadi di dalam kamar hotel itu. Kali ini layar serius gelap, kita hanya mendengar suara obrolan sayup serta desahan yang samar. Scene VI Kita melihat mereka berbicara di ponsel, keduanya berada di kamar masingmasing, stoned dengan selinting ganja masih di pegang oleh kedua-duanya. Mereka saling membacakan puisi di laptop masing-masing di hadapan mereka. Kali ini kita bisa mendengar mereka. Split Screen, Illana di kanan, Niskala di kiri Ervin membaca puisi Kita melihat Illana mendengarkan serius sambil sesekali menarik nafas. Kemudian dia menyatakan kekagumannya pada puisi itu dengan ekspresi muka yang kuat. Kemudian Illana membaca puisi Kita melihat Niskala mendengar serius sambil menghirup pelan selinting ganja. Scene VII Kita melihat pertengkaran...saat sebelum tidur setelah senggama hampir semalaman… 319 Scene VIII Kita melihat pertengkaran...di sebuah kafe malam hari setelah pesta perjamuan seorang teman mereka… Scene IX Kita melihat pertengkaran...split screen, keduanya memegang ponsel, di kamar masing-masing, extreme close-up… ada setitik air mata dari sudut mata Niskala, ada tangisan meraung dari layar sebelahnya. Maafin aku, sayang!!! Scene X Niskala pergi dalam siluet hitam putih abu yang bergerak-gerak. Illana menangis di pojok ruang tamu rumah kosong itu. End of Chapter One Bayi Illana dan Dosa-Dosa Sekali lagi kukatakan bahwa dosa telah tiada Sekali lagi kukatakan bahwa dosa telah tiada Sekali lagi kukatakan bahwa dosa telah tiada Bayi Illana berteriak-teriak Membombardir telinga dan air mata ibunya Ibunya tak lagi kering Selalu ada basah air mata disana Meski terhapus tisyu saat bayi Illana memergokinya Illana terlonjak Mendongakan dagu indahnya pada suara bayi yang mendenging-denging Membuat sibuk keheningan birunya Siapa itu? 320 Illana memandang bayinya tak percaya Kau yang membisikan itu? Bayi Illana tersenyum manja Menahan sebutir air mata ibunya Terbendung nyaris pecah di sudut kiri matanya Untitled 1. Dua juta kata lebih telah terlahir, menelikung membentuk bayi-bayi purba, mengingatkan Illana pada bayi yang ditelannya kembali, dibesarkan dalam lambungnya, menjerit-jerit menggetarkan jantungnya. Penyakit maag Illana kambuh, asam klorida hampir membunuh bayinya, Illana limbung, muntah-muntah, lalu pingsan. Bayinya merayap-rayap diantara cairan muntahan berwarna kuning berbau asam, meraih Illana dengan dua tangan mungilnya; Bangunlah Ibu! Sudah saatnya Ayah tahu. Gelegak Untuk Illana Janji-janji palsu Dihadapan kepala-kepala bermata sepuluh Kau pikir aku gila??? Memanjakan jutaan metafora menjadi rangkaian kalimat menjadi tanda tak ada dua… Ah, kau memang pikir aku gila… Kau memang pikir aku gila… Dari tadi sorot mata itu yang menghunjam jilatan pada makna yang mewarnai jiwa-jiwa itu… Kau memang pikir aku gila… Lantas apa kau memang salahsatunya??? 321 Ini tanya yang mengundang bara, kau tahu? Ini memang tanya yang mengundang bara-bara dalam kepala yang kau sembulkan setiap kali kau merasa harus meminangku dua kali diatas api Kau memang pikir aku gila… Menyusun mimpi dalam sebuah kendi yang setitik pun kau tak pernah merasakan sebening dan sedingin apa air didalamnya Aku seperti dupa, harum, mengalun dan habis saat upacara selesai Tapi kau memang pikir aku gila Maka sudahlah!! Lebih baik kau sembuhkan saja pikiran itu Atau kau buang kedalam saluran got dibelakang dinding-dinding rahimmu… Aku memang palsu Dan kau memang mesti tahu SENJA ILLANA DAN DOADOA senja mengurai doa menjadi tanda melumpuhkan seribu kata diatas dupa yang meluncur begitu saja diantara serpih-serpih murka seperti surga yang diusung diatas mahkota Illana terpuruk di sudut matanya yang meneteskan gurat-gurat masa lalu membentuk labirin yang menyesatkan makhluk-makhluk berkepala semesta menuju tiang-tiang tempat para rahib dipancangkan gerah... gerah... gerah... 322 kudatangi Illana dengan tergesa menyambut lelehan dukanya kukatakan padanya tentang senja senja yang mengurai doa menjadi tanda yang melumpuhkan seribu kata diatas dupa yang meluncur begitu saja diantara serpih-serpih murka seperti surga yang diusung diatas mahkota lalu Illana menengadah menerjemahkan tanda menjadi kata kata menjadi doa lantas terbang diatas dupa hingga dia padam dengan seribu malam Dekonstruksi Kekekalan Umur wanita itu enam puluh, barang kali juga enam puluh lima. Kupandangi ia dari kursi panjang, sambil berselonjor menghadap ke kolam renang klub kebugaran di tingkat teratas sebu¬ah bangunan modern, di mana—melalui dinding kaca yang luar biasa—seluruh penjuru Bandung terpampang. Aku ingat saat umurnya dua puluh. Dia adalah wanita tercantik di kota ini, menurutku. Setiap lelaki selalu berpikir berkali-kali saat akan mendekatinya. Ternyata hingga sekarang pun kecantikan itu masih melekat dalam wajah tuanya. Kerutan-kerutan agak kasar tidak mengganggu kecantikannya. Dia menoleh kepadaku, melambai, menyuruh duduk di sebelahnya. Sudah tiga tahun terakhir hal ini adalah kebiasaan kami setelah tidak sengaja bertemu di supermarket ketika baru tiga hari aku menginjakkan kaki lagi di Kota Bandung. Aku masih mengingat wajahnya, meski dalam versi yang jauh lebih tua, 323 aku tetap mengenali kekhasan wajahnya. Awalnya dia hanya lewat begitu saja saat kusapa, mungkin dia tidak mendengar. Lalu kuraih tangannya, dengan terkaget dia menoleh. Sebentar mengerutkan keningnya. Dengan cepat kubilang, masih ingat aku? Keningnya semakin berkerut. Sambil tersenyum aku menyebut namaku. Setengah tidak percaya, dia melonjak dan sedikit menjerit, Oh My God, NISKALA... I CAN’T BELIEVE IT...jesus...sejak kapan kamu di bandung? Akhirnya, dengan tidak tahan dia merangkulku juga, erat sekali. Aku membalas rangkulannya, aku tahu momen ini lambat laun pasti terjadi juga, tapi sama sekali aku tidak pernah berpikir akan ketemu dia secepat ini, meski aku pernah berharap seperti itu. Illana. Nama itu tidak pernah lepas dari ingatanku. Dari semenjak aku meninggalkannya sendirian di Ohlala, hingga saat ini. Saat kerutan-kerutan tua di wajahnya malah memperindah wajahnya. Saat itu baru kuketahui darinya bahwa Dion meninggal dunia 5 tahun lalu. Aku turut berbela sungkawa untuknya. Setelah selesai dengan semua percakapan basa-basi, sambil tidak melewatkan kesempatan ini, kami memilih makan siang bareng di salah satu fastfood terdekat di supermarket itu. Dan bagian paling penting pun dimulai: Anakku yang tak pernah kutemui. Aku berani bertanya padanya setelah dia memberi tahuku tentang meninggalnya Dion. Dia menunduk, air mata bergulir di wajahnya. Dia di luar negeri sekarang, kerja, sambil ngambil S3. Dia mirip sekali dengan kamu waktu itu, waktu pertama kali kau melihatnya, pertemuan terakhirku denganmu. Dan kamu sudah punya satu cucu, Nis. Katanya sambil mengeringkan air matanya dengan tisyu, menoleh ke arahku. Ingatanku melayang pada duapuluh tahun lalu...aku bertemu dengannya di Jakarta, tidak sengaja disebuah supermarket... bagian ini adalah bagian cerita yang 324 selalu kusembunyikan dari siapapun, tak pernah seorang pun mengetahuinya. Ah, intinya begitu, kami bertemu, aku tak perlu lebih detil lagi, kau sudah mengerti apa yang terjadi. NARASI-NARASI POST-LIBIDO Tentang Para Kekasih Niskala Yang Tak Pernah Disebut-sebut Oleh Yanne S.I.D. Di sebuah panggung pertunjukan, minggu lalu, aku melihat ribuan sabda sinis dimubadzirkan begitu rupa, terbuang, berserakan bersama hantu-hantu diiringi ribuan distorsi dan wanita yang mengantarkan sekepal rayuan yang membuai. Tapi dalam kenyataannya aku-lah yang mengantarkan sekepal rayuan padanya. Kuhentikan semua sabda sinis itu, fade out. Kubunuh hantu-hantu itu, fade to black. Tapi distorsinya kutambah menjadi h + 1, memperkuat frekuensinya, pekak. Lantas aku berdiri di atas panggung pertunjukan itu mengantarkan bahkan sejuta rayuan untuknya, hanya untuk dia, wanita itu. Wanita 325 yang kukagumi sejuta kali lebih besar ketimbang Marie Antoinette. Ah… Kekasih A. Awalnya aku melihat dia tanpa busana, menyeringai, mengantarkan lelehan lendir panas yang keluar dari sudut langit-langit benaknya, lelehan lendir panas yang kemudian merasuki seluruh penciumanku. Semakin lama pakaiannya semakin utuh, memenuhi seluruh ruang galeri tempat kepribadiannya dipamerkan menjadi sebentuk pameran seni rupa kontemporer. Terus menumpuk, membesar seperti tiba-tiba akan meledak, dan merubuhkan gedung itu dengan tangisan ribuan bayi yang menyembur dari rahim di langit-langit benaknya. Dalam setiap pembukaan pameran seni rupa di galeri-galeri yang sering kukunjungi, seringkali terjadi sebuah komunikasi imajiner antara aku dengan dia, wanita itu. Seperti saat ini, ada pesan personal yang ingin disampaikannya padaku, teramat intim bahkan. Meski suasana di gedung pertunjukan ini teramat sepi, tak ada satupun orang yang mendengar bisikan personal yang ingin disampaikannya padaku. Dia benar-benar berhati-hati agar hanya aku yang mendengarnya. “Merayu adalah hipnotisme yang dilakukan dengan kesadaran penuh dan menciptakan sebuah kesadaran yang penuh pula. Dan merayumu seperti menghipnotis seorang kaya lantas aku mengambil semua kekayaannya, bedanya kau akan ikhlas menyerahkan bibirmu untuk kuciumi dengan teori bernama “Lolly Pop” yang baru saja kubuat sebelum menciumimu.” “Kau sedang merayuku?” tanyaku dalam hati padanya. “Tidak kau yang sedang merayuku, kau menghipnotisku hingga tubuhku seperti seolah mengantarkan sejatu rayuan padamu.” Jawabnya sambil mengibaskan beberapa pakaian yang menyembur dari tubuhnya. “Maaf, aku tidak sadar.” Kataku, masih dalam hati. “Kau tahu, ada sebuah teori, aku menyebutnya teori lolly pop. Bunyinya begini: Dua orang yang saling mencintai adalah seperti anak-anak kecil yang melihat anak-anak kecil lainnya memakan lolly pop, dan mereka ingin saling mencoba rasa lolly pop yang ada di tangan anak kecil lainnya. Sebab lolly pop orang lain akan tampak lebih nikmat ketimbang lolly pop nya sendiri.” “Kau yang menciptakan teori itu?” tanyaku. “Tidak, aku mendengarnya dari seorang teman.” Setelah itu dia disibukan oleh alur pertunjukannya yang mengharuskan dia 326 membuka lembar terakhir dari pakaiannya. Suasana tiba-tiba semakin hening dan penuh dengan nafas tertahan. Keheningan yang mecurigakan. Semua penonton berharap dia benar-benar membuka seluruh pakaiannya. Kecuali aku sebab aku sudah melihat ketelanjangannya dari tadi, semenjak dia meneriakan kata-kata yang kujadikan judul fiksi ini. Lucu…sebab bibirnya tampak lebih indah dalam benakku ketimbang bibir yang selama ini pernah kujilati di tubuh wanita-wanita lain. Aku ingin menjilatinya, dengan bibirku tentu. Aku selalu gak habis pikir ketika dia bilang dirinya masih perawan. Bukankah sudah ribuan kali dirinya kuperawani melalui komunikasi imajiner yang selama ini kujalin dengannya. Pengertian perawan dalam kepalaku mungkin terlalu absurd untuknya. Suatu ketika ketika dalam sebuah pembukaan pameran lukisan, wanita itu datang agak terlambat, memakai gaun terusan yang sudah entah keseberapakalinya dipertunjukan dalam panggung-panggung fashion show di kepalanya, begitu anggun dengan polesan makeup sederhana tetapi mahal yang cukup untuk membuat dirinya disebut sebagai suatu kecantikan yang alami, seperti baru dipetik langsung dari pohonnya, segar, ranum dan bergairah. Seperti dulu, kecerdasan tubuh adalah bagian penting dari wanita ini. Hal yang pertama kulihat darinya adalah bekas luka sepanjang 10 cm di betisnya, sexy, begitu kataku saat pertama kali bertemu dengannya. Setelah itu kita berkenalan. Dia asalnya enggan menyodorkan tangannya, ragu, hingga akhirnya dengan terpaksa dia menyodorkan tangannya juga padaku setelah 15 menit aku menunggunya. Puas? Katanya setelah itu. Aku hanya terdiam, memandang mata judesnya lekat-lekat. Rese’ banget sih loe! Katanya lagi. Cukup! Aku enyah dari hadapannya dengan perasaan benci. Padahal sebenarnya aku tidak mungkin dan tidak akan pernah membencinya. Sial! Hari ini dan hari-hari selanjutnya dia tidak akan pernah datang lagi ke galeri ini selama dia yakin bahwa aku akan datang. Aku memang selalu datang dengan harapan bisa bertemu lagi dengannya. Wanita dengan bekas luka memanjang 10 cm di betis kanannya. Saat itu aku tidak tahu dan tidak sempat menanyakan padanya darimana dia mendapatkan luka itu. Sebuah bekas luka yang suatu saat akan sangat mengubah drastis hidupku dan tentu saja dirinya. Ya, kita dipersatukan oleh bekas luka itu. 327 Beberapa bulan kemudian, kami berpisah dengan amat sederhana. Hanya sebuah SMS darinya yang mengatakan bahwa dia ingin mengakhiri hubungan denganku. Aku membalasnya dengan dua huruf “OK” sama sekali tanpa tanda baca. Dia tidak pernah membalasnya lagi. Setiap bulan purnama aku memandangi wajahnya yang tercermin dalam terangnya cahaya bulan. Aku tidak pernah merasa kehilangan dirinya, sebab mungkin dia memang tidak pernah benar-benar hadir dalam hidupku. Itu saja! Kekasih B. aku, begitu selalu aku menyebutkan panggilanku pada orang kedua yang sudah dua tahun menemaniku dalam setiap jenuh ataupun padam, sebenarnya aku sudah muak dengan senyum panjangnya yang menggeliat seperti tawa Suzanna saat memerankan sundel bolong beberapa dekade yang lalu. senyum panjangnya itu seringkali mengantarkan aku pada sebuah mimpi buruk diatas kuburan tua dan dikelilingi puluhan hantu-hantu berkerudung berwajah suzanna. aku memang sangat takut dengan wajah suzanna atau sejenisnya dari sejak dulu saat jadi sundel bolong ataupun bukan. bahkan dengan photonya yang sedang memakai baju pengantin dengan seorang pemuda yang jauh lebih muda darinya bernama cliff sangra, aku tetap ketakutan. untunglah wajah orang kedua yang kusebutkan tadi tidak seperti suzanna. orang kedua ini seorang perempuan muda berumur satu tahun dibawahku, seorang sarjana dan sangat kucintai pada awalnya. dia juga salah satu perempuan yang menginterupsi masturbasi sepiku dikamar mandi yang sudah bertahun-tahun menjadi ritual pembebasan sperma ku menuju got busuk di bawah kamar mandiku. dia datang dengan membawa hidangan segumpal vagina yang masih mengepul dan pencuci mulut berupa ciuman panas yang dituangkan dalam sebuah gelas kristal besar warisan dari neneknya. neneknya konon adalah salah satu perempuan madura yang masih mengingat dengan jelas resep-resep ramuan rahasia turun-temurun dari leluhurnya. ramuan-ramuan inilah yang kemudian sangat terkenal di dunia bahkan seorang sutradara film biru dari perusahaan vivid membeli resep ini dari salah satu keluarganya seharga ribuan dolar. perempuan yang kusebut orang kedua ini sangat kuyakini sudah mewarisi setengah ilmu dari neneknya. sebab katanya setengahnya lagi dicuri oleh seorang perempuan jawa yang kemudian membuka sebuah aquarium gairah di pinggiran sebuah kota di pesisir utara. 328 tidak hanya menginterupsi, perempuan yang kusebut orang kedua ini kemudian malah menetap permanen di ujung penisku setiap kali aku meluangkan waktu untuk memikirkan teknik masturbasi yang baru. seperti misalnya ketika aku sedang mengembangkan teknik yang kusebut "mencabut jantung ditengah galau". teknik ini sangat memanfaatkan gesekan tangan dan gerakan pantat. tanganmu kau simpan diatas pinggiran kamar mandi dengan dilumuri sabun cussons cair berwarna hijau. kau tak usah menggerakan tanganmu. cukup mengepal dan merangkum penismu lalu kau turunkan sedikit kakimu dan lantas gerakan pantat mu kedepan dan kebelakang sambil menyanyikan lagu paling merangsang yang kau ingat. sebaiknya kau membayangkan seorang perempuan selebritis yang memiliki pantat dan payudara yang besar. saat itu dia tiba-tiba datang dan mengagumi kesendirianku dengan caranya, awalnya dia hanya membuka bajunya, tapi lama-lama aku aku melihatnya telanjang dan menggosok-gosok vaginanya dengan tempat sabun kecil berujung halus berwarna hijau. singkat kata kita orgasme pada waktu yang bersamaan. saat itulah aku mendengar tawa yang menakutkan meluncur dari bibirnya. ngeri! tapi saat itu juga aku menganggapnya seksi. sejak saat itulah dia menetap permanen di kepalaku. Kekasih C. dia terkadang mengenalkan dirinya sebagai putri dari seorang kaya yang pernah hidup ribuan tahun lalu dan suka memandangi sebuah repro lukisan Salvador Dalli. dia adalah penganut faham feminisme. dia suka sekali dengan rasa dedak kopi yang akan menghambat kerongkongannya dari makanan-makanan lain yang akan masuk. saat terbaiknya adalah seminggu sebelum masa menstruasi. saat itulah, sama seperti wanita lainnya, adalah saat-saat paling emosional. perbedaannya adalah saat emosional lah saat tubuhnya benar-benar berada pada titik paling sexy. ok, saat itulah dia mulai bangga dalam dirinya ketika dia diperebutkan oleh beberapa lelaki, bukankah itu yang dimimpikan oleh banyak wanita? salah satu lelaki yang berkelahi demi dirinya adalah aku. meskipun saat itu aku berkelahi bukan karena dia tapi karena kelelakianku yang berpikir bahwa harga diri lebih penting dari segalanya. masa aku harus kalah oleh lelaki yang lain 329 itu!!! Hingga akhirnya aku tidak pernah memenangkannya. Meski dia seringkali meng-SMSku dengan ucapan I miss u... aku tidak pernah membalasnya, awalnya karena aku gak punya pulsa, tapi lama-lama meski aku punya pulsa, aku tak pernah ingin membalas ucapan I miss u... itu, meski sebenarnya aku merasakan hal yang sama dengannya. Tapi seorang FEMINIS?!?! please deh... Kekasih D. badannya kecil kurus tapi terawat. wajah oriental dengan dahi agak lebar seperti dahi topeng supraba dalam wayang topeng. dan lebih jelas lagi dia memang mirip topeng supraba dalam wayang topeng. kulitnya halus, kuning, dan benar-benar mulus tanpa cacat. mengidap anorexia. tidak menyukai perokok yang menghembuskan asapnya dengan deras, dia menyukai perokok yang benar-benar menghisap asapnya, lebih hebat lagi apabila hanya sedikit asap yang keluar lagi dari paru-parunya. satu tahi lalat kecil tapi tampak jelas terlihat karena kulit kuningnya bertengger tepat di antara hidungnya, menyelip dalam celah seperti kepala rahwana yang menyembul diantara dua gunung. itulah kenapa dia mencintaiku, aku perokok berat. Masalah terbesar dalam hubungan kami adalah aku tidak pernah benarbenar mencintainya. Ada satu hal yang selalu menggangguku yang ada dalam dirinya hingga aku harus benar-benar berpikir untuk mencintainya, suara dan cara bicaranya sangat tidak enak didengar. Satu-satunya harapanku adalah dia menjadi bisu, dan itu tidak pernah terjadi. Maka dengan pelan-pelan kuhindari dia hingga suatu ketika aku melihatnya sedang jalan dengan lelaki lain di sebuah mall, berpegangan tangan. Saat itulah aku berpikir bahwa aku mencitainya. Dan sejal itu pula mulai muncul masalah yang menyebalkan dan berlarut-larut. Dia menyangkal keberadaanku dalam hidupnya. Setahun kemudian aku membuat penyangkalan yang sama untuknya. Kekasih E. anggun, seperti tahi yang mengalun pelan di selokan belakang rumahku, jelas bau dan tidak menyenangkan untuk dilihat, meski seperti kubilang tadi, anggun. berwibawa, nyaris tidak ada orang yang berani menatapnya, seperti tahi 330 yang terombang-ambing di selokan belakang rumahku. dadanya besar, tidak proporsional dengan ukuran tubuhnya yang mungil, seperti tahi yang keluar dari duburku saat aku kecil. saat aku kecil makanku banyak, jadi tahiku gede-gede, dan badanku tetap kurus seperti sekarang. jarinya lentik, seperti tahi seorang model yang keluar sedikit dan malumalu lalu mengalir di selokan belakang rumahku. sekarang dia sudah mati tertabrak truk karena supir truk itu menyangka dia adalah tahi yang teronggok di tengah jalan. hanya aku yang tidak pernah menganggapnya tahi, tapi dia tidak percaya denganku. dia merasa pandangan mataku padanya seperti pandangan seseorang saat melihat tahi. yah, ada benarnya, tapi haruskah aku mengakui bahwa aku juga menganggapnya tahi sebab disamping itu aku juga mencintainya. Aku datang ke uapacara penguburannya, sampai akhir. Aku menunggu semua orang pergi. Aku ingin sendirian dengannya pada moment terakhir. Setelah semua orang pergi, aku mendekati onggokan tanah merah tempat dia berbaring 6 kaki dibawahnya. Aku mengelus nisan kayu dengan tulisan namanya yang masih basah sambil meyakinkannya bahwa aku tidak pernah menganggapnya tahi. Sepertinya dia mengangguk dan mengatakan terimakasih padaku. Lalu aku bilang cinta padanya dan lantas pergi dengan perasaan antara tangis dan senyum. Kekasih F. make-up gadis ini terlalu tebal di wajahnya, dan dia melakukannya tiap hari. ongkos hidupnya untuk beli bedak melebihi penghasilan ibunya yang menjadi guru sebuah taman kanak-kanak. tapi bila dia tidak dandan maka kecantikannya luntur bersama dandanannya itu. dia tidak tahu sebenarnya saat yang paling kusukai darinya adalah saat dia baru bangun tidur, aku suka menciumnya saat itu, dan ciumanku saat itulah yang paling tulus dibanding yang lainnya. tapi dia tidak tahu. Suatu ketika, saat make-upnya benar2 tebal, dia menciumku. Tak kubalas dengan hangat, sebab seperti kubilang tadi, aku tak suka make-up nya yang mengerikan itu. Lalu kusarankan dia untuk menghapus make-upnya. Dia bertanya kenapa. Aku bilang aku tidak suka wajahnya saat sedang memakai make-up. Lalu dia benar-benar menghapusnya saat itu, di kamarku. Lalu kuputuskan dia, sebab 331 aku juga tidak suka sama sifatnya yang terlalu penurut padaku, benar2 tidak ada tantangannya. Lantas dia menangis sambil memandangi wajahnya di cermin yang tergantung di kamarku. Aku hanya terdiam, aku gak tega juga melihatnya depresi seperti itu. Semenit kemudian dia melemparkan asbak ke cermin hingga pecah. Dia tidak menjerit histeris seperti seharusnya. Dia benar-benar bungkam dengan roman benci, padaku dan pada dirinya sendiri. Aku merangkulnya erat setelah itu, mencoba menenangkannya, sebab dia benar-benar mengininginkan cermin itu remuk, hingga dia tak usah lagi melihat wajahnya sendiri. Lalu kucium bibirnya, agar dia tenang, terasa asin air mata yang menetes tanpa henti dari tadi. Saat itu aku baru sadar bahwa dia memang menangis. Dan entah kenapa, akupun menangis. Kekasih G. rambutnya panjang terurai tak pernah diikat, selalu mudah berantakan bila terkena angin tapi langsung rapih lagi saat disisir dengan jarinya, saking halusnya. perutnya agak gendut tapi badannya ramping. dia pernah menggugurkan kandungannya hasil dari sebuah persenggamaan tak sengaja dengan seseorang yang mengantarnya pulang saat mabuk berat di sebuah acara dugem bulanan di sebuah bar berbentuk oval. aku masih ingat moment itu, mement ketika dia datang ke sebuah dokter kandungan dengan wajah pucat dan mata sembab. saat itu aku sedang mengantarkan istri temanku untuk memeriksa kandungannya. saat itulah aku berkenalan dengannya. dan semenjak saaitu kami jadi sering berkomunikasi. dia mencintaiku tapi anehnya aku tidak pernah mencintainya. kita jalan selama 3 bulan karena aku tidak bisa terus-terusan berbohong padanya. Kekasih H. ada saat-saat dia tidak merasa nyaman menjalani hidup. saat-saat itu ialah saat yang jarang sekali ia temui. saat-saat ketika ia harus memimpikan seorang anak. masalah terbesarnya saat ini adalah karena ia seorang guru TK yang tentu 332 saja setiap hari harus melihat anak kecil. dia asalnya ragu untuk menerima tawaran kerja menjadi guru TK tersebut. Terlalu mengerikan! SMS terakhir yang kuterima darinya berbunyi: "Sayangku,aku sudah tidak akan lama lagi...terlalu mengerikan bila tiap hari aku harus melihat anak kecil, bermain bersama mereka,terlalu menghenyak perasaanku..." tiga tahun yang lalu dia menggugurkan kandungannya sebab tidak akan tahan menghadapi keluarganya yang sangat kolot. perlu dicatat, pacarnya siap bertanggung jawab dan pacarnya saat itu bukan aku. itu saja. mayatnya ditemukan di kamar kost-nya dengan mulut penuh busa...aku menangis. Sebelumnya dia sering bercerita padaku bahwa nyaris tiap malam dia bermimpi didatangi anak kecil yang memanggilnya mama dari balik air terjun yang deras. Kekasih I. Matanya selalu memancarkan sesuatu yang seolah mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja... Padahal seperti yang kuketahui dan juga diketahuinya, dia tidak baik-baik saja, selalu tidak baik-baik saja. Semacam kutukan yang menimpa dirinya bahwa dia harus selalu tidak baik-baik saja. Awalnya adalah ketika dia lahir. Saat itu cuaca sangat mendung. Halilintar bergemuruh memenuhi seluruh ruang persalinan ibunya. Ibunya mengerang kesakitan. Sudah dua jam, bayinya tak kunjung keluar juga, padahal tidak sungsang. Dukun beranak yang menyertainya sudah tidak habis pikir. Akhirnya dukun itu teringat hal yang sama yang terjadi sepuluh tahun yang lalu yang menimpa seorang ibu yang lain yang mengalami proses persalinan yang sama dan cuaca yang sama. 333 Umbai Cacing (Dead End) Tentang 6 Pintu Labirin Yang Terabaikan Oleh: A Peng Liong Pintu Labirin 1 Truly menghempaskan badannya di sofa merah itu. melemparkan tas sekolahnya. meraih remote control. menyalakan tv keras-keras. memindah-mindahkan channel. Mtv. sudut kiri bawah: samantha impossible dream. Many Things Are Ultrasonic. labyrinth of dream #1 (feat. borges:-) samantha school production Terlihat wajah niskala, wajah karna, dalam video klip mereka. ada dirinya yang 334 merah jambu. dia jadi bintang video klip buat lagu itu. lagu yang katanya tak bisa didengar manusia. "Many Things Are Ultrasonic" berkali-kali terhempas saat ada adegan karna memeluknya. dia memeluk karna. dengan wajah tak curiga sedikitpun. tulus. dia tak akan pernah curiga seandainya dia tidak melihat semuanya. dalam klip itu, semua ingatan terurai. ingatan yang itu-itu lagi. siang tadi sekitar jam sepuluhan, saat istirahat. dia mabal dari sekolah , pergi ke mall bersama teman-temannya, cewek-cewek cukup badung, model, seleb lokal. di mall, dia melihat semuanya. bsm memang besar, tapi proses kebetulan menjadikan dunia seluas apapun jadi sempit. dia sudah melihat semuanya. semua pertanyaan yang selama ini coba dia enyahkan. pertanyaan terjahat yang pernah terlintas dalam kepalanya. pertanyaan dengan jawaban paling tidak mungkin. dia telah melihat segalanya mungkin. truly berlari kencang berharap pertanyaan itu tak pernah ada. melewati jalan gatot soebroto. tak mengindahkan teman-temannya yang khawatir. terus berlari hingga kelelahan di perempatan binong. terjatuh, mencoba menahan tangis. dian yang saat itu sudah dapat mengejar truly menolongnya, membopong menghindari tatapan orang-orang yang saat itu sedang menunggui angkot. dian meng-UTS (Under Three Second) rachel agar membawa mobilnya keperempatan. cepet! truly pingsan. Sesampai dirumah setelah rumah sakit menyatakan dia tak apa-apa, truly merebah di Sofa, menyalakan TV. Pintu Labirin 2 termina tersedot dalam ruangan yang semakin panas menyelubungi seluruh tubuhnya dengan hentakan-hentakan musik trance dengan segumpal marijuana dengan visualisasi winamp, justin-superscope love. semakin tersedot, semakin dalam... semakin dalam... suara-suara instrumen dan manusia robot berteriak; this is the sign... truly menghempaskan tubuhnya di sofa. melemparkan tas sekolahnya ke sebelah meja, meraih remote control, menyalakan 31 inch di depannya, mtv... tubuhnya sedang menggeliat diiringi lagu "Many Things Are Ultrasonic" single kedua dari sid. dia jadi bintang videoklipnya. dirangkul karna. 335 hanya dia yang tahu, siapa karna, siapa niskala. siapapun tidak tahu. terminapun tidak tahu. semuanya tidak tahu. hanya dia yang tahu. ya, dia tahu, semenjak kejadian sore itu di mal... siang tadi bersama teman-temannya, truly jalan-jalan di mall. Dia melihat semuanya...dan semuanya menjadi jelas. Truly ingin sekali berlari, ingin sekali marah, ingin sekali berteriak. Truly pingsan, koma... Truly dirawat di rumah sakit... Pintu Labirin 3 flower in my mind bersama iringan penari dalam semua bilangan-bilangan absurd seperti akar dua. menyuruhku untuk menghentikan segala keperluan-keperluan fantasi. seperti misalnya kau mencoba merengkuhku dengan segala panas yang selama ini tidak pernah kau tunjukan padaku. tapi aku tak pernah memprotes segala yang pernah kau lakukan itu padaku. sore itu di mall... truly sedang mengalihkan perhatiannya terhadap baju-baju yang merangsangnya untuk segera disikapi menjadi sebentuk pameran model baru itu di depan temantemannya pada saat itu dia melihat semuanya dia melihat semuanya... dibalik etalase transparan, di dekat sebuah toko aksesoris indian, dengan latar belakang poster-poster film yang akan di putar di 21. dia melihat semuanya, semua tabir yang selama ini menghantuinya dalam beribu pertanyaan. tabir yang menggetarkan sel-sel kelabunya untuk segera dipastikan menjadi hitam atau putih. dia melihat semuanya... sebuah eureka atas pengendapan-pengendapan yang selama ini selalu mengendap tak jelas, hanya menjadi sebentuk lumpur, odorless, tasteless. ah, dia melihat semuanya... semua jawabannya sekarang terpampang jelas dihadapannya seperti ribuan gajah dihunjamkan langsung ke pelupuk mata menghentak, menghenyak dan lalu truly berlari... 336 berlari sejauh mungkin berlari dari bayangannya akan memamerkan model baru yang ada dihadapannya berlari dari teman-temannya berlari dari jawaban-jawaban itu berlari keluar mall ke pinggir jalan ke perempatan berlari... dan lalu tak sadarkan diri. memeluk lantai trotoar dalam hening yang sangat panjang. Truly tidak pernah bangun lagi. Pintu Labirin 4 truly menghempaskan badannya di atas sofa. beberapa kejadian mulai terurai lagi dalam memori panjangnya. meraih remote control. mtv segelas juice jeruk datang. makasih! mtv, menyanyikan sebuah lagu dalam videoklipnya. dia menjadi bintang video klipnya saat itu. karna mencoba memeluknya. tapi dia lebih bisa dipeluk niskala saat itu sebab niskala lah yang paling dekat dengannya. sekarang dia menjadi tahu, siapa karna, siapa niskala. keduanya teramat dekat satu sama lain dan satu sama lain teramat dekat dengannya. ah andai kemarin sore dia tidak melihat semuanya. sekarang hanya dialah yang mengetahui semuanya. hanya dia, tiada yang lain. kesakitan lantas menyeruak lagi di sekujur tubuhnya. Truly lantas mengamuk, menghancurkan TV, menghancurkan semua barang di ruang tengah rumahnya. Psikiater memberitahu bahwa truly mengalami gangguan jiwa serius dan harus dirawat di sanatorium. Pintu Labirin 5 ah... 337 trully merebahkan badannya di sofa. sungguh hari yang sangat melelahkan. dia melihat semua hal yang paling tidak ingin dilihatnya. paling tidak ingin dilihatnya setelah dia curiga dengan beberapa hal akhir-akhir ini. paling tidak ingin dilihatnya setelah dia bertanya-tanya tentang beberapa hal yang berbeda yang mulai dicurigainya akhir-akhir ini. paling tidak ingin dilihatnya setelah dia mencium bau busuk yang seperti ingin ditutup rapat rapat sehingga tidak terjangkau penciumannya. paling tidak ingin dilihatnya setelah beberapa burung suit incuing terus menerus berkicau diatas atap gentengnya akhir-akhir ini. mencium bau kematian. bau busuk pengkhianatan. hari ini semua terbukti sudah. dia melihat hal yang paling tidak ingin dilihatnya. tanda-tanda itu sudah merebak menjadi sebuah kenyataan kuat. kenyataan yang paling tidak ingin dialaminya. dia meraih remote control. menghidupkan tv. memindah-mindakan channel. mtv. sid. many things are ultrasonic. labirynth of dream #1 (feat. borges:) karna memeluknya dalam videoklip itu. sebuah kenangan. hanya dia yang tahu kenangan apa yang seharusnya terkenang. Truly termenung dalam diam yang panjang, bahkan terlalu panjang. Truly menjadi sangat introvert...mencintai kesunyian...tak punya teman...menciptakan teman-teman khayalan...hidup dalam dunia khayalan... Pintu Labirin 6 truly dan rachel melangkahkan kakinya menuju siang hari yang terik. setidaknya rachel saat itu menjadi saksi mata selain dian, bahwa truly memang benar-benar keluar sekolah bersamanya sebelum jam belajar usai. hari memang teramat terik, sehingga rachel mengajak truly untuk mencari tempat ber-ac yang cukup dingin. tempat ber-ac yang cukup dingin terletak di bsm tentu saja. lalu rachel menelepon dian yang sedang berada di kelas. dengan diam-diam tak ketahuan guru dian mengangkat telepon dan menerima sinyal dari rachel untuk segera meninggalkan kelas. rachel dan dian tidak sekelas. dian tahu bahwa truly semenjak istirahat tadi seperti mengelami masalah yang besar. dia perlu jalan-jalan. dian mengambil kunci mobil dari tasnya, dan meminta izin ke toilet kepada gurunya. 338 dengan sedikit berlari dian menyusul rachel dan truly di luar gerbang sekolah. mengedipkan sebelah matanya yang menggoda kepada pak satpam. pak satpam cukup paham terhadap kelompok anak itu. beberapa bungkus rokok dan berlembar puluhan ribu akan segera dia terima sekembalinya mereka dari mabal. mereka lantas meninggalkan sekolah itu. dian menghidupkan ac mobilnya. kemana kita sekarang. bsm. andai saja dia tidak ke bsm siang itu. andai saja mencari tempat ber-ac lain semisal atm atau kafe di sepanjang dago misalnya. andai saja dia menahan pusingnya di kelas tanpa harus mabal. mungkin dia tidak akan menambah pusingnya dengan pemandangan yang dia lihat di dekat bioskop itu. mungkin dia tidak akan sepingsan sekarang. sepusing sekarang. sekarang dia sudah tahu semuanya. semuanya yang selama ini hanya menjadi segumpal pertanyaan abu-abu. segumpal tanda tanya yang menyeruak dalam setiap geraknya, jalannya, makannya dan lain-lainnya. Truly memilih pergi jauh...kuliah di luar negeri...meninggalkan semuanya, masa lalu...wanita sukses...karir...tetapi menjadi putri es... Wajahmu Yang Hampir Menato Permanen Oleh: Karna S.I.D. Mimpi Terang bulan Pecahan entah keseberapa ratus menghunjamkan catatan Andras Aradi yang dituangkan Billie Holliday dalam rupa youtube dengan slide show foto-foto sephia pada pertengahan abad ke-20 Mobil vintage dan bunga diatas topi Deru redam serangan swastika terbalik pada anarkisme cinta di balik restoran sapi gulung Grand Piano dan tangan-tangan matematis 339 Serta sebuah surat dalam amplop coklat berisi domba-domba putih mengembikan seribu jerawat di muka kamu Seperti muka terakhirmu yang kulihat di cerminan bulan purnama mei Saat aku melolong di atas puncak bukit tempat para hyang berkomunikasi dengan agen-agennya Saat kita tidak tahu lagi seberapa ranjang pernah kita jajaki kemuramannya Saat denging ribuan cahaya di telinga kita melemparkanku pada percakapanpercakapan terakhir kita Percakapan-percakapan tentang daftar panjang para penjinak buaya atau percakapan tentang model rambut kita yang terjebak pada kejayaan 1999 Atau percakapan tentang 7 hari yang diteriakan Robert Smith seperti yang telah diteriakan para nabi fantasi dari negeri kubus Dan kamu ingat lighter zippo kita yang mereplica bangunan para dewa? Kamu ingat lagu itu yang tiba-tiba aku nyanyikan tanpa sadar meski aku tak suka komposernya… Ayo, sayang… nyalakan apiku! Lalu jarimu memetik dawai zippo, terbunyi denting khas, lalu kamu menggasak pemantik, lalu api, lalu kamu membakarku, setiap kali, selalu seperti itu, aku hangus dan hidup kembali dalam tubuh baru, bayi baru… seperti phoenix dan kamu adalah tuhan para phoenix Ah kamu… Sarkas kita di bulan purnama itu Melejitkan tubuhmu seperti ujung-ujung api Terlepas memadam Dan aku begitu batu Terboyak banal Lalu jeritan-jeritan teredam yang memecahkan salah satu asset bersama kita di kamar terakhir itu, cermin ajaib pemberian Borges yang bisa menggandakan kita berdua sehingga kita selalu punya penggaris untuk mengetahui jarak kita, dan kamu selalu akurat menebak itu 340 Ah kamu… Gergaji angin membadai di kepalaku Surup tubuhmu pada tubuhnya Dia yang datang pada purnama sams Wajahmu menato permanentdi kurva-kurva nini anteh Lalu tiba-tiba itu semua tercetak di mukanya Membentuk senyumnya Menyempurnakan wajahnya menjadi tidak simetris Mengalunkan suaranya, dalam frekwensi tertentu ada kamu di situ… Ah kamu… CERMIN TUA BAU RAHASIA Oleh : Karna S.I.D. Bau rahasia di balik tanda-tanda Cermin tua memantulkan siang… Pada malam berbau tajam Di padang jadi terang berbintang… Asap dupa menagih lupa Mantra-mantra membisik angin Gemerisik menguak lupa Gemericik membuka mata 341 Hutan beribu tahun Tempat tuhan mencipta hantu Hantu-hantu berbisik Hantu-hantu bersisik Hantu-hantu bertindik Hantu-hantu berintrik Rintik-rintik Suara jengkerik dan angin barat Suara hujan dan kikik pelan Serigalalia Fullumoniak Distortif Oleh: Karna S.I.D murka menerka tawa tua gila berantakan bertato pulau mayat di selatan bencana dan utara pulau mengambang bunga wijayakusumah meledakan katup selangkangannya menebar ribuan serpih benang sari seperti nafas pada setiap erangan purbanya ribuan benang sari itu menyublim menjadi cahaya pada tubuh-tubuh yang mendekatinya lalu terang bulan menabrak gumpalan awan hitam bulan juli di atas kubur batu bermerk purba bertatah lumut-lumut tua setua beringin raksasa memayungi batu- 342 batu lalu kami saling memandang dari puncak-puncak menara mercusuar bermata vertikal berbau kenanga dan kenangan-kenangan busuk abad-abad lalu lalu sepi memilin pelan menggelapkan mata-mata vertikal kami menjadi lebih merah, menjadi lebih luas, menjadi lebih kabut, menjadi kekasih sunyi pada malam-malam berkarat, menjadi tua mencekik udara dengan lolonganlolongan panjang penghambaan pada terang bulan dan jutaan adrenalin yang terangkat ke kepala di setiap bagian permohonan lalu dia bangun dari mimpi panjangnya lalu teleponnya berdering lalu dia mengangkatnya lalu gangguan satelit merusak lolonganku menjadi kata-kata ditelinganya, samar, merobot, semirip dengan, “sayang, aku rindu kamu!” tapi sejak itu, aku tak pernah lagi menyalahkan satelit, sebab dia sudah menutup teleponnya… PARA PEMUJA LUPA Oleh : Arogan Muridan Dua diantara sepuluh kemungkinannya untuk lupa adalah; CEPAT & KELUAR. Akan kuterangkan padamu dua hal itu dari perspektifnya… CEPAT: terbang menembus ingatan dan tak mengingatnya lagi. KELUAR: mengenyahkan semua yang pernah diingat dan berlalu dari waktu. CEPAT & KELUAR… apakah dua kata ini mengingatkanmu pada sesuatu? 343 Sebuah moment tertentu mungkin? Niskala, setahuku, adalah salah seorang dari sembilan orang yang memuja lupa, menjadikan lupa adalah Tuhan mereka. Menyembahnya seperti layaknya kau shalat, ke gereja, ke vihara atau yang lainnya. Pernahkah kau mendengar sebuah kalimat dari seseorang “Perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah seperti ingatan melawan lupa.” Itu berarti manusia adalah ingatan dan lupa adalah kekuasaan. Mengerti kan apa yang kumaksud. Siapa satu-satunya hal yang mempunyai kekuasaan, bahkan mutlak? Tuhan. Maka lupa adalah Tuhan. Silogisma Aristoteles, Isn’t it? Dan ingatan adalah manusia. Dengan alasan lain, bukankah manusia selalu mengingat? Dan satu-satunya saat manusia tidak mengingat adalah saat manusia merasakan moment-moment ketuhanan, seperti misalnya ekstasi, orgasme dan banyak lagi. Ini berarti perumpamaan ini mendukung teori diatas bahwa lupa adalah Tuhan. Dan keseluruhan teori inilah yang menyebabkan mereka memuja lupa. Ritual yang paling disukainya dari Agama Lupa ini adalah, mereka menyebutnya, mekanisme penyusunan diri dalam skizoprenia. Ini berarti ingatan benar-benar dihilangkan. Dan kita semua tahu bagaimana orang-orang menyebut hal ini sebagai Lupa Ingatan dengan kata lain GILA. Ada beberapa tahap untuk mencapai level tertinggi dari mekanisme penyusunan diri dalam skizoprenia ini: - Tahap pertama; Migrain. Ini adalah saat kepalamu terbelah. Ini adalah saat kau bisa memisahkan diri dari ingatan. Kau di satu belahan kepala dan ingatan di belahan kepala yang lain. Ini adalah saat dimana kau bisa melihat ingatan dari luar ingatan itu sendiri. Saat inilah dimana kau bisa mengenali ingatanmu dari sudut pandang luar dan mempelajarinya, mengerti kelemahannya untuk kemudian… - Tahap kedua; menyerang ing atan. Menyerang dengan keseluruhan energi dan pengetahuanmu mengenai kelemahannya. Lalu… 344 - Tahap ketiga; kalahkan. Ambil semua yang ada disana. Item-itemnya, file-filenya termasuk file-file yang tersembunyi. Setelah itu - Tahap keempat; hapus dan penjarakan. Hapus semua file yang bisa dihapus dan penjarakan di relung terdalam kepalamu semua file-file Read-Only dan file-file sistem yang tidak bisa dihapus. - Tahap kelima; kuasai tubuhmu dengan apa yang disebut oleh para psikolog sebagai personality disorder ini. Saat inilah sesuatu yang bernama Intuisi muncul. Dan intuisi ini yang kemudian memandu seluruh hidupmu, gerakmu serta keinginanmu. Intuisi inilah yang disebut sebagai level tertinggi dari mekanisme penyusunan diri dalam skizoprenia. Ritual-ritual lainnya sangat bermacam-macam…. Tapi kali ini aku akan menjelaskan mengenai dua dari sepuluh hal yang mungkin membuatnya lupa tadi; CEPAT & KELUAR. Dan saat ini aku akan menjelaskannya dari perspektif seksualitas. I mean berhubungan seks. Seks yang cepat dan keluar. Proses yang cepat lalu keluar. Karena itu adalah inti dari seks. Maka kau juga akan melupakannya setelah itu. Seperti yang terjadi pada binatang, inti dari seks hanyalah untuk meneruskan keturunan bukan? Seperti itu jugalah yang harus dilakukan oleh manusia. Cepat dan keluar, sebuah metode yang menentang kenikmatan. Sebab mereka pikir kenikmatan sex hanya akan mereka nikmati di surga. Meskipun kepercayaan mereka terhadap surga hanyalah setengah karena setengahnya lagi mereka percaya bahwa ketika kau lupa segalanya, kau akan hidup abadi. Ketika kau lupa segalanya, untuk apa ada surga. Mereka tidak membutuhkan kenikmatan apapun, sebab pencapaian tertinggi seorang manusia menurut mereka adalah melupakan segalanya. Lupa ingatan. Gila! Manusia seharusnya hanya melakukan apapun yang mereka butuhkan, bukan inginkan. Hal itu akan menjadi sangat berat ketika ingatan masih bersarang dalam kepala manusia. 345 Sebut saja seorang lagi, namanya Ingkar, seorang lelaki berumur seperempat abad, tidak pernah tumbuh janggut lebat di dagunya, meskipun dia sangat menginginkan janggut lebat, hal ini saya tidak tahu kenapa, tetapi mungkin hanya hal inilah yang dia inginkan, selebihnya dia tidak pernah berkeinginan apapun. Mungkin memang karena dia tahu bahwa memiliki janggut tidak mungkin dia dapatkan, makanya dia berani menginginkan itu, hanya sekedar untuk hiburan saja. Ingkar menemuiku saat ada semacam serangan batin yang melanda diriku dua tahun yang lalu. Ingkar adalah sobatku semenjak SD, dan setahu saya sejak dulu Ingkar sangat jago menyembuhkan luka-luka batin semacam itu. Bayangkan, dari semenjak SD. Ada yang bilang dia sakti karena keturunan dari kakeknya, seorang dukun di daerah Cianjur Selatan, yang terkenal dengan orang-orang yang sakti dan jago ilmu-ilmu mistis semacam itu. Kami memang lama sekali tidak bertemu, kira-kira sepuluh tahun. Dan dia tiba-tiba saja datang, tanpa aku tahu darimana dia tahu sekarang aku tinggal. Dia hanya bilang bahwa tidak sulit menemukanku. Dari sanalah Ingkar bercerita tentang agama lupa yang dia anut itu. Sebenarnya dia adalah salah satu tokoh pembaharu agama lupa itu. Bersama Niskala dia mencoba mengkonversikan agama itu ke dalam media digital yang mereka sebut EPISODE IV MACHINE. Agama ini adalah agama desas-desus selama ratusan tahun, tidak pernah terdeteksi dimana sebenarnya para pengikutnya, dan ternyata agama ini adalah agama leluhur Ingkar. Untuk mengidentifikasi agama lupa dengan lebih lanjut, kita tidak bisa melepaskannya dari sebuah agama desas-desus lain yang juga menjadi pembicaraan banyak orang. Agama desas-desus lain itu sering dibilang bernama Agama Ular dan Pohon, dan para penganutnya sering dijuluki para pemuja ingatan. Setahuku mereka berperang sejak beribu-ribu tahun lalu, sebuah perang rahasia yang sangat besar, perang yang melibatkan hampir seluruh manusia di bumi, tapi hanya mereka yang menyadari peperengan itu. 346 Saya juga mendengar desas desus bahwa Sangkuriang, seorang tokoh legenda sunda, adalah pembuat ajaran agama lupa ini. Kemudian ada cerita lain yang berhubungan dengan perburuan besar-besar gua-gua ular tempat pemujaan para pemuja ingatan. Seorang lainnya lagi dari kesepuluh orang itu mempunyai julukan pendekar tongkat bengkok dari gunung gede. Hidupnya dihabiskan dalam perjalanan menyusuri situs-situs prasejarah dan makam-makam leluhurnya, mencoba membongkar segala hal yang selalu menjadi pertanyaan besar dalam kepalanya. Pertanyaan itu harus terjawab, secepatnya, agar dia bisa cepat-cepat mencapai tingkat tertinggi dari kelupaan: GILA. Pendekar Tongkat Bengkok dari Gunung Gede adalah julukan yang diberikan pada seorang pemuda yang berasal dari sebuah kampung kecil di lembah pegunungan Gede-Pangrango di sebelah barat kota Cianjur. "Dari kampungku, kamu akan melihat kota Cianjur di malam hari seolah danau yang memantulkan bintang yang cerah di atasnya, yang menghampar, sehamparan kota cianjur dan pegunungan selatan. berkelap-kelip. bintang-bintang secara aneh dipantulkan oleh kota cianjur menjadi lebih teratur, berwarna-warni, datar dan luas..." dia bercerita suatu ketika... Dia adalah legenda bagi para petualang. Tiga orang diantara sembilan dari mereka mempunyai julukan para pemakan daging cerdas. Begini cerita tentang mereka; Bangunan dari kayu itu sudah hampir rubuh sejak lama, renta, beruban dan basah kuyup terkena hujan sebulan terakhir ini. Hujan memang deras sekali, menjauhkan matahari dari jangkauan semua penghuni bangunan kayu itu. Begini, sebenarnya tidak melulu kayu melainkan malah di dominasi bambu yang sudah dianyam menjadi bilik-bilik dan dibentuk kubus dengan menambahkan atap rumbia diatasnya, jadilah sebentuk rumah...itu kira-kira delapan puluh tahun yang lalu. Sekarang lebih sebenarnya lagi malah menyerupai gubuk, tapi aku lebih suka 347 menyebutnya bangunan kayu. Untunglah kualitas kayu jaman dulu sangat bagus, direndamnya aja bisa berbulan-bulan bahkan tahun, kuat banget kan jadinya! Penghuninya bermacam-macam; seorang perampok, seorang tabib dan seorang pendongeng keliling. Ketiganya laki-laki disekitaran 25-27. Umur yang produktif untuk profesi masing-masing bukan? Profesi ini tidak mereka pilih melainkan lebih karena keputusan yang tergesa saat itu, saat mereka disekitaran 20-22. Keputus-asaan? Aku lebih menyukai kata yang pertama, keputusan yang tergesa ketimbang keputus-asaan, meski kemudian mereka menyebutnya takdir yang harus mereka jalani. Selain mereka adalah teman satu SMA dulu, kesamaan yang lainnya adalah mereka bertiga menyukai daging rusa atau ayam hutan atau babi hutan hasil buruannya sendiri. Mereka tidak pernah beternak, lebih suka berburu, lebih suka menjadi golongan teratas dalam rantai makanan di hutan itu. Keputusan tinggal di tengah hutan dibuat saat keputusan tergesa itu muncul. Alasan awalnya memang karena gairah berburu mereka tadi, agar lebih dekat dengan buruannya. Alasan berburu juga bukan hanya karena superioritas akan golongan teratas dalam rantai makanan, tapi mereka tahu bahwa daging-daging yang tumbuh di hutan adalah daging-daging cerdas yang berkembang biak secara natural dan tidak diikutcampuri manusia dengan tetek bengek peternakan dan segala macam bisnis didalamnya serta zat kimia buatan berdalih biokimia yang selalu terlibat dalam semua proses itu, bule-bule di Ubud bilangnya ORGANIC. Itupun, berburu, hanya mereka lakukan sekali dalam sebulan, selebihnya mereka vegetarian yang taat, bahkan mereka tidak makan telur, susu atau daging putih, lebih seperti vegan. Makan daging itu kebutuhan, kebutuhan akan gairah omnivora yang masih bersarang dalam tubuh kasar mereka, lebih ke wilayah spiritualitasnya ketimbang kebutuhan jasmani, meski mereka tidak pernah menyangkal bahwa daging rusa, babi hutan atau ayam hutan memiliki protein yang tinggi yang sesekali memicu adrenalin mereka untuk menggairahkan nalurinaluri jasmaniah yang sering mereka abaikan, itulah salah satunya kenapa mereka lebih senang berburu. Daging bikin otak jadi panas, sesekali boleh kan memanaskannya dengan sesuatu yang cerdas, daging yang cerdas. Disamping 348 kebutuhan berada di rantai teratas rantai makanan. Pertama; Syiv (dibaca; SYU), si perampok. Kedua; Brahm (dibaca; BRAM), si tabib. Ketiga; Vishn (dibaca; WIS), si pendongeng keliling. Ini memang bukan nama asli mereka, nama-nama ini mereka ciptakan saat keputusan tergesa itu dibuat untuk kemudian melupakan nama asli masing-masing untuk selamanya. Syiv, sesuai dengan profesinya badannya tinggi besar putih dan ganteng berkarakter dengan rahang yang kuat seolah bisa mengunyah paku seperti mengunyah daging, tipikal para perampok pahlawan ciptaan orang-orang inggris atau legenda-legenda Jawa di jaman kerajaan. Syiv berambut sebahu, bergelombang, tanpa kumis dan janggut, selalu di cukur habis setiap tiga hari sekali. Pakaiannya grungy abis, jeans belel robek-robek di lutut dan di pantat, robek dengan sendirinya sebab dia tidak punya celana lain semenjak keputusan tergesa itu dibuat, sepatu converse all stars putih low cut dan robek-robek juga, lem sepatunya tak pernah copot, tipikal converse all stars buatan luar, karena dia beli waktu itu dari temennya yang lagi sakaw, bisa dipastikan bukan produk tanggerang yang lemnya mudah copot, kaos oblong yang cuma ada dua pilihan warna, hitam dan putih, bersablonkan wajah-wajah para pembesar musik yang dulu saat di Bandung lagunya sering nangkring di list win amp komputernya, Pearl Jam, The Doors, Smashing Pumpkins, Radiohead, Sound Garden, Joy Division dan Sonic Youth. Brahm, berbadan agak gemuk, tinggi juga,kulitnya sawo matang, kepalan tangannya mantap, pertanda bahwa dari tangannya dia bisa mengubah apapun menjadi bentuk yang dia inginkan, selain tabib, Brahm juga punya hobby main tanah liat, wajahnya lembut kekanakan, tapi ada ribuan kebijakan timbul dari sana, seperti Vin Diesel, kokoh tapi lembut, gahar tapi kekanakan, mata Brahm seperti kucing saat merayu kita meminta makan siang. Kepalanya plontos, seperti seorang Budhis, tapi Brahm tidak menganut agama apapun, agama bukan lembaga katanya, agama itu personal. Setelannya sederhana tapi menyentuh, pas dengan karakternya, celana kain yang bahannya jatuh, kemeja berlengan pendek dengan sablonan distro bikinannya dulu di dada kanannya, berkalung tasbih dari kayu cendana yang selalu memancarkan harum. Memakai gelang rajutan yang 349 dibikinnya sendiri, dia belajar membuat ini saat sering nongkrong di emperan BIP di akhir 90-an. Belajar dari anak-anak pedagang lapak emperan BIP. Vishn, kurus, agak hitam seperti tak terurus padahal terbakar sinar matahari, kulit dasarnya sebenarnya putih, lihat aja bagian tubuhnya yang selalu tertutup pakaian, tingginya 5 senti di bawah Syiv, mukanya penuh kerutan di jidat, wajahnya manismanis sunda, rambut 5 senti lebih panjang dari Syiv selalu dibiarkan terurai, ada janggut panjang dengan kumis tipis melintang di bibirnya, matanya selalu bercahaya meski sayu, meski sedang sedih, ide-ide brilian selalu muncul di kepala dan mulutnya, Vishn memang sangat suka bicara, mendongeng, dan terus mendongeng, dongeng apapun yang melintas dikepalanya saat itu. Vishn bersetelan Hippie, kemeja halus putih tua dari katun yang lusuh, celana jeans belel tapi gak robek-robek, sendal jepit dari bekas ban luar mobil, jubah panjang tanpa kancing berwarna coklat selalu melekat di badannya, berkibar ke belakang kalau terkena angin, akan mirip seorang penyihir kalau dia memegang tongkat panjang berlekuk dari batang kayu kaboa yang dia dapatkan dari seorang musafir beberapa tahun lalu di sebuah makam kuno di Panjalu Ciamis dalam sebuah obrolan panjang tentang sejarah spiritualitas raja-raja Sunda. Bangunan kayu yang mereka tinggali sebenarnya dulu dimiliki oleh seorang anggota gerilyawan DI yang dibantai TNI pada jaman Soekarno, tak pernah ditempati lagi karena dianggap angker oleh penduduk di desa yang jaraknya sekitar dua bukit dari sana, maklumlah, gerilyawan DI itu di bantai di rumahnya sendiri, kabar tersiar mayatnya beserta beberapa gerilyawan yang lain gak pernah dikubur, ditelantarkan begitu saja disebelah rumah itu, gak ada yang berani menyentuh mayat mereka, semenjak itu pula jalan setapak menuju hutan jadi berubah, kalau ada penduduk yang ingin mencari kayu bakar harus setengah berkeliling berjalan sejauh mungkin dari area itu, hingga ahirnya jalan lama tertutup ilalang dan tercipta jalan setapak baru yang juga akan menghubungkan dengan desa-desa lain di sekitar pinggiran hutan itu. Suatu keuntungan bagi ketiga lelaki itu ketika tak satupun penduduk desa yang berani menembus jantung hutan itu, tempat mereka berada, jadi mereka santai dan keberadaan mereka tak terdeteksi, gak crowded, tempat yang tepat untuk sebuah persembunyian sakral yang mereka jalani. Persembunyian untuk segera mendapatkan pencapaian 350 tertinggi dari agama yang mereka anut. Dion adalah salah satunya juga. Dia mendapat julukan si morning sickness. Morning Sickness kerap terjadi pada peminum alcohol pemula. pola istirahat jadi tidak beres, itulah kenapa aku bilang pemula, sebab yang sudah alkoholik tubuhnya sudah membuat semacam pengkebalan pada syaraf-syaraf di kepala terhadap tingginya kadar alkohol dalam darah. Penyebab pasti datangnya morning sickness biasanya karena tidur terlalu larut gadang semalaman bersama temanteman lantas bangun terlalu pagi karena kebutuhan buang hajat atau terbangun karena lapar. Lapar ini disebabkan oleh energi yang terlalu banyak keluar, entah kenapa pengaruh alkohol menguras energi lebih banyak ketimbang saat tidak mengkonsumsinya. Setelah itu biasanya susah tidur lagi, bila tidak langsung mendapat nutrisi, sakit kepala akan mulai menyerang. Sakit kepala ini akan hilang sebenarnya bila langsung makan dan lantas tidur lagi, pasti akan ngantuk lagi kok setelah makan. Nah, tapi ada beberapa yang tiba-tiba kehilangan percaya dirinya akan kesembuhan dengan hanya istirahat dan makan yang cukup. Mereka biasanya menghancurkan hatinya, dalam arti sebenarnya, dengan obat sakit kepala. Tidak menggubris peringatan pada bungkus obat sakit kepala itu. Orang-orang ini, para peminum obat sakit kepala, atau pain killer user (selanjutnya akan disebut dengan PKU), pasti mengenal wajahnya. Wajahnya pasti sudah dilihat oleh jutaan orang, terkenal? Ya. Populer? Tidak. Dia memiliki wajah yang terpampang pada bungkus obat sakit kepala paling terkenal di negeri ini, Tetramex. Meski para PKU tidak tahu siapa dia, siapa namanya, seperti apa hidupnya, orang juga banyak yang gak peduli atau gak ngeh sama sekali bahwa cover boy obat sakit kepala itu punya kehidupan. Tidak hanya sekedar foto orang dengan lingkaran-lingakaran bertumpuk di kepalanya. Sekarang, untuk yang ingin tahu, PKU atau bukan, akan kukenalkan dia pada kalian. Namanya Dion, peminum berat, dan seperti kebanyakan cover boy atau selebritis lain, gaya hidupnya sangat glamour. Tapi karena dia hanya seorang 351 cover boy bungkus obat, meski saat itu seleksinya sangat ketat dan dibayar sangat mahal, Dion tidak terkenal, tidak seterkenal cover boy majalah-majalah dewasa. Mana ada wartawan infotainment yang peduli dan ngeh sama dia, cover boy bungkus obat? Please deh... kecuali Dion tiba-tiba menghamili seorang penyanyi cewek yang baru beranjak gede. Dion terpilih sebagai cover boy bungkus obat itu dalam sebuah seleksi yang sangat ketat. Kategorinya adalah wajah itu harus mewakili semua wajah yang sedang mengalami sakit kepala. Wajah tampan tapi ada penderitaan besar disana, dimatanya. Sebagai sebuah catatan, produk obat sakit kepala ini sudah muncul selama 30 tahun lebih, dan setiap 5 tahun sekali mereka mengganti cover boy bungkusnya. Dan selalu dengan wajah yang itu, agak gemuk, baju berkerah simbol pekerja, karena targetnya memang kelas menengah, kelas pekerja, sekarang, karena perusahaan advertising yang mendapatkan order untuk mendesign covernya beganti pemilik, anak-anak muda dengan kreativitas yang lebih fresh dan mencoba meningkatkan target segmentnya, bukan hanya para kelas pekerja tapi juga anak-anak muda yang mulai mengalami trend stress dini karena semakin hari negeri ini semakin sakit, anak-anak muda yang seharusnya ceria menikmati hidup sekarang mulai tergantung dengan pain killer, begitulah lantas secara inisiatif produk ini mulai menambah target segmentnya, memanfaatkan kondisi sakitnya jaman, tahun 2000an...executive muda... Satu lainnya lagi dari sembilan orang itu adalah seorang lelaki botak dengan sedikit tonjolan di atas kepala bagian kirinya. Pernah menjalani pesantren selama tiga tahun akibat tuduhan dari orang tuanya bahwa ia pemakai putaw(heroin). Saat itu dia sering kali berteriak-teriak kesakitan tanpa sebab di kamarnya, mengamuk dan akhirnya ia dikurung oleh orangtuanya di kamarnya untuk jangka waktu yang lama. Semakin lama teriakannya semakin memilukan. Semakin menyakitkan dan semakin membuat orangtuanya yakin bahwa hal itu disebabkan oleh sakaw(sakit karena putaw). Sebuah kekeliruan yang kemudian akan sangat disesali orang tuanya. 352 Selama 3 bulan lelaki itu dikurung dikamarnya, dan tidak pernah sekalipun orangtuanya memanggil dokter karena malu. teriakannya yang khas selama tiga bulan selalu seperti menggumamkan nama seseorang yang diyakini oleh orangtuanya sebagai pacar lelaki itu yang juga pemakai putaw. MARIAM! Akhirnya setelah tiga bulan itu orang tuanya menyerah. Lelaki itu dikirim ke pesantren di tasikmalaya, dan dikemas dalam sebuah peti dengan diikat sekujur tubuhnya seperti seekor singa yang akan dipindahkan dari kebun binatang yang satu ke binatang yang lain. Alasannya masih sama, malu. mulutnya dibungkam dengan plester, tetapi gumaman tentang seorang wanita bernama Mariam itu terus terucap di ujung lidahnya. MARIAMARIAMARIA…!!!! Lelaki itu bernama Jasad, sebuah nama yang mengerikan menurutku. Karena ketika manusia diidentikan dengan hanya bernama jasad, ada kesan mayat dibalik itu. Dan hal ini jelas mendukung pendapatku ketika lelaki bernama Jasad ini memang benar-benar mirip mayat, kurus, pucat dan bermata nyalang, tak ada ekspresi yang tegas disitu. Tak pernah sekalipun aku bisa membedakan apa yang dia rasakan dengan hanya melihat ekpsresi mukanya. Sedih, getir, tragis dan diam dia ungkapkan dengan cara yang sama. Bahkan sedikit senang, karena kupikir dia tidak pernah benar-benar senang, juga dia ungkapakan dengan cara yang sama, muka lurus, nyalang dan tak berkehidupan. Sepertinya, kalau aku tidak pernah berbicara dengannya aku tidak pernah tahu dan akan juga berpikiran sama bahwa tuhan tidak benar-benar pernah memberikan nyawa padanya. Hanya Jasad! Saat itu jasad bercerita padaku tentang sebuah lampu jalan yang cahayanya mengerjap-ngerjap, membuyarkan kepalanya, mendenyarkan matanya. Silau dan sangat percaya bahwa itulah awal munculnya teriakan-teriakan di belakang kepalanya tentang seorang wanita bernama Maria. Mariam lahir dari cahaya. Mariam lahir sendirian kedalam kepalanya. Menyuruhnya meneriakan namanya. Sebenarnya memang bernama Maria, tapi karena diucap berulang-ulang, jadi 353 terdengar Mariam. Maria adalah seorang putri dari salah satu kerajaan rahasia para pemuja ingatan tapi jatuh cinta pada salah seorang pemuja lupa. Dia melarikan diri dari kerajaan, dan semenjak itu dia diburu oleh para pemuja ingatan untuk dibunuh. Dia diterima menjadi yang ke-sembilan dalam kelompok itu. Sejak awal aku curiga dia Maria yang ada dalam artikel ini: Aroel (StereoMantic) berkolaborasi dengan Maria, penyanyi era 80an Saat itu umurku baru menjelang 7 tahun ketika pertama kali mendengar suaranya di tape deck kuno rakitan pamanku. Beberapa bulan kemudian, vocal group di kampungku menyanyikannya dalam panggung 17 agustusan. Tidak seterkenal Vina Panduwinata memang, tapi albumnya, satusatunya albumnya yang keluar, cukup meledak di telinga banyak orang di tahun itu, 1986. Sebuah tahun ketika musik dekadens banyak merambah kampungkampung di kota kecil. Agak susah menjadi laku karena ada beberapa lagunya yang berbahasa Inggris. Terlalu aneh di telinga orang Indonesia saat itu mendengar orang Indonesia menyanyikan lagu berbahasa Inggris. Maria, nama penyanyi itu, sangat lembut suaranya, seperti permen kunyah. Tidak seberat Iga Mawarni atau seserak Vina Panduwinata, juga hampir tidak sesempurna Sheila Madjid, namun bisa jadi kualitasnya sehebat mereka dan punya karakter sendiri, ya itu tadi, lembut seperti permen kunyah.. Sebab pamanku saat itu hampir memutarnya tiap hari, hingga kasetnya menggulung gak keruan, putus, dan suaranya yang lembut menjadi sedikit fals, dan rebek, dan lalu gak ada suaranya sama sekali, pitanya terlipat-lipat hingga akhirnya rusak dan nenekku tak sengaja membuangnya di tong sampah belakang rumah sebelah kebun kersen. Setelah itu sudah, aku tak pernah lagi mendengar suaranya, bahkan tak pernah lagi melihatnya dalam acara Safari yang di pandu Eddy Soed di TVRI. Namanya menguap seiring munculnya lagu-lagu break dance, dan pamanku sibuk latihan break dance setelah itu. Tak ada satu orang pun yang tahu kemana perginya penyanyi Maria setelah kejatuhannya, sama seperti penyanyi-penyanyi lainnya yang menghilang begitu saja setelah kejatuhan pop 80an. Maria benar-benar 354 dilupakan begitu saja. Apalagi pada dekade 90an yang memiliki kecenderungan mengangkat lagi musik-musik dan fashion 70an. Break dance ditinggalkan tak lama setelah itu, musik Hard Rock dan Metal merajai telinga anak muda. G ‘n R, Metallica, Iron Maiden, Halloween serta Slayer. Mr Big sangat disukai pamanku yang beberapa hari lagi akan menikah. Music 80an benar-benar akan musnah digantikan musik-musik 90an. Music alternative datang membawa angin segar diikuti meledaknya seattle sound serta rock dan pop dari inggris. Dekade ini memang dekade paling sibuk dalam sejarah perkembangan musik. Sebuah dekade ketika orang benar-benar mewujudkan idealismenya, dan uang benar-benar dibicarakan belakangan. Industri dan idealisme bisa berjalan beriringan. Indonesia melahirkan legenda-legenda baru, Slank, Dewa 19, serta Super Band lain yang benar-benar memiliki Fans, bukan hanya konsumen. Music Indie, satu kecenderungan anak muda di Indonesia di akhir tahun 90an melahirkan legenda-legenda baru pula. Ada The Upstair yang memiliki fans setia setiap kali panggungnya berdentang. Atau The S.I.G.I.T. yang nama bandnya aja udah aneh. Kecenderungan ini muncul seiring dengan kebangkitan kembali era 80an. Ada Club 80s yang mencoba memulai itu, atau sebut saja Laluna yang menggeliat dari Bandung, band-band major label ini berawal dari gerakan indie akhir 90an. Kemudian di awal 2000an, 80an mendapat tempat lagi, meski aku tak pernah habis pikir, kenapa fashion teraneh sepanjang zaman bisa ngetrend lagi, aku selalu bergidik ngeliat setelan anak2 80s…model rambutnya kayak model rambut calo angkot..hehe Aroel, salah seorang musisi indie yang namanya sedang berangkat menanjak di top ten radio-radio di kota-kota besar bersama bandnya, Stereomantic, sepertinya senasib denganku, seumur denganku, dengan masa kecil diliputi kebesaran era 80an, memiliki paman yang ngefans sama penyanyipenyanyi pop di era itu, tapi bedanya denganku, kayaknya paman-paman Aroel cukup rajin merawat koleksi-koleksi kasetnya, hingga masih bisa di nikmati Aroel sekarang. Beruntung banget dia. Entah kenapa Aroel memilih Maria dan bukannya penyanyipenyanyi 80an lainnya, untuk berkolaborasi dengannya. Kemudian memilih satusatunya album Maria, Ayo Berdisko dan membuat Re-Mix untuk album itu dengan khas StereoMantic. Ajaib, ramuannya benar-benar memukau, Maria seolah 355 kembali lagi ditengah-tengah perdaban musik Indonesia dengan karakter yang lebih matang, meski Aroel benar-benar mengambil dari kaset aslinya dirubah kedalam format digital dan diramu sedemikian rupa dengan beberapa sentuhan disco 80an dan suara-suara dari alat digital yang lebih canggih sehingga menimbulkan kesan futuris-konservatif. Mereka benar-benar mengajak kita untuk berdisko. Let’s Disco! (demikian nama album itu sekarang) (berdisko sangat berbeda dengan menari, joget ataupun dansa)… Setelah membaca artikel ini saya langsung mencoba menghubungi Aroel dan berhasil mewawancarainya: Kenapa Maria? Karena pamanku, dia ngefans banget sama Maria, bahkan dia punya koleksi kasetnya. Koleksi kasetnya? Bukannya Maria hanya memiliki satu album saja? Iya, tapi pamanku memiliki beberapa album kompilasi yang ada Maria nya, ada sekitar 6 kaset, tapi dari kesemua kompilasi itu gak ada satupun memakai Maria sebagai Hits Single, makanya Maria seperti gak kedenger lagi kiprahnya. Terus lagu-lagu cover Maria yang dibawakan, beberapa, oleh penyanyi-penyanyi 90an, kayak Yuni Shara atau Reza, tapi gak jadi single hits, cuma biar tracknya banyak aja… terus pamanku juga punya koleksi kaset-kaset Maria yang dia beli dari kota-kota yang berbeda. Kaset yang sama? Ayo Berdisko? Ya.. Wow… sebegitu ngefans nya ya? Oh kalo yang ini nggak, bukan karena ngefans, tapi karena pamanku dulu kerja di Recording Company yang mengeluarkan album Maria. Dan kerjaannya keliling Indonesia, ngecek pemasaran kaset-kaset, dan membeli kaset-kaset keluaran recording company itu sebagai bukti bahwa kaset mereka sudah masuk ke kota itu. Dan Pamanmu menyimpan semua bukti kaset itu? Yup! Tapi Cuma Maria dan beberapa lainnya, soalnya yang lain di simpen di gudang kantor untuk dijadikan stok penjualan Oh, jadi dijual lagi? 356 Ya iya lah, mereka kan gak mau rugi… Seneng banget ya punya Paman yang kerja di Pabrik Kaset…terus, bagaimana bisa bertemu Maria? Wah, aku belum pernah bertemu Maria, semua sampling suara Maria aku ambil dari kasetnya…. Kami bahkan belum berkomunikasi sama sekali, dia gak kenal aku. Hak cipta dipegang label, terus mereka udah gak ada ikatan royalty lagi, semuanya dah dibayarin ke Maria. Dan mereka juga gak pernah mencetak ulang Album-albumnya. Labelku sama dengan Maria, itulah kenapa aku gak perlu repot urusan-urusan Hak Cipta. I see… tapi kok kontraknya aneh sih? Jaman itu, produsernya jahat-jahat… liat aja sekarang, kita bakal susah banget dapet ijin recycle lagu-lagu 80an… bakal dihargain mahal banget… sial, itulah kenapa orang lebih banyak nge recycle lagu-lagu 60-70an Kamu tahu Maria dimana? Gak. Terakhir gw denger tahun 90an katanya dia pernah bikin band, dan dah sempet ngeluarin album, tapi saat itu gak ada yang Notice kalo itu Maria penyanyi 80an. Nama Band nya Clarinet. Terus konsermu nanti siapa yang nyanyi? Oh, aku gak akan konser… Cuma bikin album doang… Promosinya? Media… TV, Radio, Internet Pembuktian? Kupikir jaman sekarang dah gak perlu melakukan pembuktian melalui konser kok, toh tanpa itu kaset bisa tetep laku. Tapi kan berarti gak dapet tambahan uang? Album ini kan cuma side project… aku sih kalo manggung tetep ama Stereomantic. Kapan Stereomantic ngeluarin album baru? Kayaknya belum kepikiran deh, soalnya kan aku masih-sibuk-sibuknya ngurusin promosi album Let’s Disco! Paling entaran dipikirinnya… Ok, Roel… Thank’s ya… Sip! 357 Ya, sekarang aku yakin memang Maria yang ini yang aku maksud. Ya, menurut gossip Maria akhirnya mati dan menjadi hantu penghuni toilet di depan sebuah rumah tua di Jalan Dago. Sejak itulah dia dijuluki GLOOMY KUNTI. *(sebuah fragmen dari cerita yang lebih luas EPILOG SUARA-SUARA Sebagian besar dari hidupnya dia habiskan dalam terjaga. Tidak seperti layaknya kebanyakan manusia, teriakannya terengah pendek-pendek, bahkan lebih tepat disebut erangan. Billboard besar terang menerpa wajahnya saat erangan itu muncul, darah menetes diujung bibirnya, matanya bengkak biru, bekas pukulan keras, membabat keriangan yang terkadang muncul tiba-tiba dan bersinar dari sana. Sunyi. Bibirnya merah, lipstick. Matanya dipenuhi eye shadow, sembab, air mata, 358 mengalir membentuk garis hitam dari aliran yang melewati eye liner menuju pipi, dagu, menetes. Tidur hanya 2 jam dalam sehari. Keterlaluan! Dia belum berhasil mengusir bising itu dari telinganya. Menutup telinga, terdengar gemuruh, suara api neraka, itu selalu dibilang oleh para ulama. Noise dari speaker, kabel tape yang buruk, digerogoti tikus, jeritan anak tikus, kucing tiga warna, darah tikus di taringnya. Suara loop yang begitu lambat, mendetak, jantung sekarat. Real drum kits, hentakan gitar pada nada E minor terus-menerus dengan tempo yang sama seperti loop itu, pada 65. Vokal pada lirik: Aku telah keliru memuja dupa sehingga lupa. Aku telah keliru memuja siang sebagai harap. Suara nafas, dihembuskan kuat dari paru-paru, asap rokok. Detak jantung, degup, masih pada tempo 65. Lagi-lagi real drum kits, lengkap, bass drum, snare, hi-hat, simbal. Menceracas, menggelegar. Reverb full pada bass drum, reverse di beberapa bagiannya. Hujan menetes pada atap seng. Paruh ayam mematuk pada beras-beras di atas seng. Masih pada tempo 65. Adzan shubuh. Pulas. Mantra-mantra. Doa-doa. Rintihan-rintihan. Suara jilatan. Mencekik. Sabda sinis. Hantu-hantu. Melingkarkan senja pada terbenamnya matahari pucat. Hentakan kaki pada sepatu yang tengah berlari. Air wudlu meluncur deras dari kran toilet masjid. Beribu malaikat mendekat, berkelebatan, mencabut nyawa, suara kepak ribuan sayap. Gemuruh angin. GAMBAR-GAMBAR Jutaan pixel visual, membentuk ribuan frame, dengan 24 frame setiap detik dalam waktu tak terhingga, menyerbu mataku beramai-ramai, seperti kerubutan burung pipit yang sedang bermigrasi ke timur untuk mejalani pernikahan massal di 359 sebuah gua suci tempat para rahibnya bersemedi. Lantas dengan sebuah kenekadan luar biasa, keberanian luar biasa, kekuatan luar biasa, aku meraih remote control di atas buffet, terengah, merayap, terengah, (jutaan pixel visual terus mengerubuti mataku, kepalaku, memenuhi semua ruang di langit-langit benakku), tercabik sebuah paku yang mencuat di atas lantai kayu kamarku, terengah, merayap, meraih, tercabik… tapi dengan semangat seorang sufi mencapai ekstase, delirium, tubuhku berdarah-darah, delirium… Nis… tunggu… niska… tunggu… niskala…! Tunggu… ha.ha. aku sudah paham betul dengan rajukannya yang seperti itu… rajukan bernada E minor, sedikit merengek, distorsi dan sekepal rayuan yang membuai seribu dusta diatas surga. Dasar mata-mata… pernah suatu kali aku berkata padanya, seperti kata-kata Joey untuk Samantha saat Joey sedang memasuki bidang putih terang dengan gemuruh air terjun yang menderas, menderacas… Coba perhatikan ini: Samantha Story Babak I. Episode I. Samantha Samantha berteriak “Joey…, Joey…, tunggu aku!” Joey membalas berteriak “Samantha? Kau bukan Samantha! Aku tidak kenal kau” Samantha bernyanyi La… la… la… Joey berkeras “Kau bukan Samantha minimal, bukan Samantha yang kukenal.” Nah… mirip, mirip seperti itu… Nis… tunggu… niska… tunggu… niskala…! 360 Lalu kubalas: “Karna…? Kau bukan Karna! Aku tidak kenal kau!” Lalu dia memainkan gitarnya, memetik melodi lagu pertama kami… cras… cras… cras… (Seperti suara golok menebas leher) Dasar bodoh… aku tetap berkeras, kujawab: “Kau bukan Karna, minimal (paling tidak), bukan Karna yang kukenal!” Lantas kutinggalkan dia dibalik cermin… dan aku mulai berjalan memasuki bidang putih. Setelah aku berada didalamnya, aku bersama ribuan cahaya lainnya didalam tabung televisi 14’ ini menyerbu matanya, mengerubuti matanya, kepalanya, memenuhi semua ruang di langit-langit benaknya… Maka terjadilah… Ya… aku berada didalam kepalanya, menjadi matanya, menjelma tangannya, menggelitik telinganya, membuai rongsokan hatinya… menjadi dirinya… siapa? Lalu kudekati cermin… sebab kupikir Karna sudah pergi menemui If yang sedang berduka… kudekati lebih dekat lagi cermin… cermin… ah aku melihat wajahnya… ah… aku kenal sekali dengan wajah ini… bahkan sangat kenal… sangat dekat… dia adalah… *** Akhirnya aku mendapatkan remote ini. Dengan cepat kutekan tombol power. Televisi mati. Jutaan pixel visual dan ribuan frame memudar, berputar cepat lalu menciut dan mati…Lalu aku merasakan sakit yang hebat di langit-langit tempurung kepalaku, seperti dipukuli palu godam berkali-kali… sakit sekali… dan entah kenapa aku tiba-tiba berjalan, tanpa kusadari, menuju cermin dan melihat wajahku sendiri, masih dengan sakit kepala yang hebat, tapi… tapi… ini bukan mataku…mata ini… mata ini sering sekali kupandangi, (saat itu aku selalu memandangi matanya hanya berjarak 2 cm), ah… Niskala… Maha Guru Niskala… akhirnya kau datang. Terima kasih, aku begitu tersanjung engkau mampir ke dalam tubuhku, langit-langit tempurung kepalaku, mataku, tanganku. Well… selamat datang Niskala… selamat datang di tubuhku, langit-langit tempurung kepalaku, mataku, tanganku. Pantaslah begitu sakit, sakit kepala hebat yang kurasakan seperti saat aku sedang bercinta denganmu… masih ingatkah kau Niskala… saat-saat itu… saat kau harus memacu orgasme-mu lebih cepat agar aku 361 tidak terus menjerit, tidak merasakan lagi sakit hebat ketika kau sedang berada didalam vaginaku. Lalu kau belai aku dengan aroma kuat spermamu yang muncul dari tangan lembutmu untuk membelai aku. OH NISKALA… SILENTIUM Mengurai debu pada sebuah kartu pos bergambar sebuah jembatan yang menjadi visual pada kekeringan musim di tenggara dan suara-suara pada frekwensi keheningan yang mencekam membersihkan debu pada kartu pos itu bahkan menghapus gambarnya menekan tombol mute dan mencabut karet tombolnya secara permanen dengan menyebut nama chairil dan rasa dengan menyebut nama willy dan balada dengan menyebut nama soetardjie dan mantra-mantra dengan menyebut nama afrizal dan coca-cola dengan menyebut nama kriapur dan solilokui dengan menyebut nama dj p0p dan schizophrenia dengan menyebut nama mgv dan magnesia dengan menyebut nama niskala dan psikedelia dalam sebuah glossolalia panjang tak beraturan dengan berkaca pada cermin warisan borges dalam sebuah kereta kundera dan seribu derida serta roda-roda kafka dan ensiklopedia sehening persenggamaan tuhan dan rabiah dan asap dupa untuk para penyihir bijaksana dan noktah-noktah rindu rumi dan syam HILANGLAH TANDA SERU 362 (selesai…?) 363